Awal dari Segala Awal

27 2 0
                                    

Bangunan gedung yang menjulang tinggi itu nampaknya sedikit menarik perhatian seorang pemuda yang sedang membawa kopernya. Tak tanggung-tanggung, ia bahkan membawa dua buah koper sekaligus.

Memposisikan tubuh jenjangnya berdiri di depan satu gedung yang menjulang tinggi, tatapannya tidak berhenti untuk melihat area sekelilingnya.

Rasa-rasanya, baru kali ini ia menemukan sebuah gedung kosan yang bisa dibilang lumayan menarik. Karena tak jarang, bentuk kosan yang biasanya tersebar di beberapa bagian kota tidak seperti gedung ini.

Terlihat dari warna tembok yang selaras yaitu coklat susu, tempat parkir yang luas, dan juga ada pos jaga yang berada di ujung pagar. Ini semakin menambah daya tarik peminatnya termasuk dirinya.

"Eh Nak, udah sampai?" Suara itu datang dan menghampiri pemuda tersebut dengan gaya khasnya. Kedua tangan melingkar ke belakang, memakai celana panjang bahan berwarna hitam dan kaus putih tipis, kopiah yang kini sudah sedikit pudar dan tidak lagi berwarna sama dengan celananya, serta sandal jepit kesukaannya.

"Iya Pak, sudah."

Diantarkannya si pemuda tersebut untuk melihat sekeliling kosan lebih dalam. Impresi pertamanya bahkan tidak berekspetasi lebih terhadap kosan yang sekarang ia datangi walaupun sedikit membuatnya tertarik. Karena niatnya hanya satu, melarikan diri.

Entah kenapa, ia merasa tempat ini akan sangat cocok untuk kehidupannya nanti. Senyumnya pun merekah sambil menghela nafas lega. Dalam hati berkata semoga saja memang ini tempat nyaman dan aman yang ia cari.

"Sebelumnya sudah di check kan ingin mengisi kamar yang mana?" Tanya si Bapak. Ia pun mengangguk mantap.

"Sudah Pak, lantai ini di nomor empat." Ia pun menunjuk ke sebuah pintu yang memiliki papan kayu angka yang menggantung bertuliskan angka '4' itu.

"Yaudah langsung di check saja."

Si Bapak pun memberikan dua buah kunci ke pemuda tersebut. Sepertinya yang satu untuk kunci cadangan.

Dibukanya pintu kosan tersebut. Matanya terbelalak kala melihat segala isinya.

Sebuah tempat tidur yang tidak terlalu besar tapi cukup nyaman, meja kosong serta kursi entah apa fungsinya, sebuah lemari yang menyatu dengan dinding agar tidak memakan banyak tempat serta kamar mandi yang berukuran kurang lebih dari sepetak. Pusat matanya kini berada di sebuah jendela kecil yang hanya tertutup oleh kain renda tipis. Kain itu sedikit bergoyang melambai seperti tertiup angin karena jendela tersebut dalam posisi terbuka.

"Oh iya, untuk semuanya kamu bisa isi sesuai kebutuhan. Kamar boleh di cat lagi sesuai kemauan atau mau ditambah furniture apapun, itu terserah kamu." Si Bapak menjelaskan dengan detail.

Pemuda itu pun mengangguk lalu meletakkan kopernya di samping kamar mandi. "Wes yo Bapak pergi. Kalo ada apa-apa kamu bisa langsung whatsapp Bapak aja atau bisa ketemu sama Mas yang tinggal di kamar nomor satu. Kamu bisa tanya apapun ke dia kalo kamu sungkan ke Bapak hehehe." Ujarnya sambil terkekeh kecil dan kemudian si Bapak meninggalkan pemuda itu sendirian.  

Ia pun berjalan dan menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Kemudian menghela napas dengan panjang.

Rasanya hening dan tentram.

Mungkin karena pengaruh ruangan yang belum terisi penuh dengan beberapa barang. Tapi sepertinya itu semua tidak perlu. Yang ia butuhkan saat ini adalah bisa beristirahat dengan tenang tanpa ada gangguan sedikit pun.

Ia pun masih terkesima dengan kamar yang akan di tempati nantinya. Tidak sabar, hal apa saja yang akan pemuda itu lakukan selama tinggal sementara di kosan ini.

Yang penting hanya satu, ia bisa melarikan diri dari orang-orang yang tidak berguna dan juga kehidupannya yang sudah terlanjur kacau seperti pecahan gelas kaca.

-----


Siang harinya, pemuda itu berkeliling di sekitar area kosan. Terpantau cukup sepi di jam satu siang. Mungkin juga karena weekdays, dimana pasti para penghuninya melakukan aktivitas seperti berkuliah atau bekerja.

Tapi ternyata ia menemukan satu orang yang menarik perhatiannya.

Terlihat hanya memakai celana pendek berwarna biru tua dan tidak memakai atasan apapun alias telanjang dada. Dirinya membawa dua buah kantung sampah sambil bersiul. Ketika bertemu pemuda itu, ia langsung berhenti sejenak.

Kayaknya orang ini yang dimaksud bapak, pikirnya.

"Sorry.. penghuni baru?"

"Iya, baru aja dateng satu jam yang lalu."

Si manusia bertelanjang dada itu refleks membersihkan kedua telapak tangannya dengan celananya. Kemudian menganyunkan tangannya ke arah pemuda itu.

"Gue Tama, panggil Aten aja." Pemuda itu pun lalu membalas jabatan tangan Tama a.k.a si Mas bertelanjang dada. Sempat kaget karena panggilan namanya jauh berbeda dengan nama aslinya (mungkin).

"Lo?"

"Oh.. gue Emir."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kosan AlamWhere stories live. Discover now