"Diajak berobat aja kak, masnya." Taeyong memberikan saran sambil memberikan pijatan-pijatan ringan di lengan Jaehyun.
Ten mengangguk menyetujui usul Taeyong. "Ke dokter ya mas? Besok kamu udah pergi dinas luar kota. Jangan dibiarin berlarut-larut."
"Ga usahlah, Ten."
"Aku maksa."
"Aku juga maksa."
Sekarang Taeyong jadi ikut-ikutan Ten dan Jaehyun hanya bisa pasrah ditatapi galak oleh kedua istrinya.
"Jaga anak-anak ya, Yong." Pesan Ten sebelum menyalakan mobil demi mengantar Jaehyun ke dokter. "Iya kak, kalian hati-hati. Kalo ada apa-apa cepet kabarin ya?"
Ten mengangguk kemudian tersenyum. Sakitnya Jaehyun ada hikmahnya juga. Ia jadi memiliki waktu berdua saja dengan suaminya. Mungkin Jaehyun mau diajak jalan-jalan sebentar setelah ini.
.
.
.
"Emang papa sakit apa ma?" Tanya Jaemin saat mendapati kedua orang tuanya sudah berangkat ke dokter.
"Belum tau Jaemin. Kan baru ke dokter."
"Jaemin takut."
"Takut kenapa?"
"Kalau papa sakit, bunda sakit, trus mereka mati, nanti Jaemin sama siapa?"
"Hush, Jaemin, ngomongnya..." Taeyong memperingatkan bocah kecil itu dengan menjepit bibirnya pelan. "papa ga sakit yang parah kok. Bunda juga bakal sembuh. Kalau pun nanti Jaemin sendirian, ada mama dan Jeno yang siap nemenin Jaemin. Iya kan, Jeno?"
"Hm..." Jeno menjawab seadanya sambil masih asyik mengemil.
"Heish, nih anak. Olahraga kek. Jangan ngemil mulu. Jaemin, ajak Jeno main bola di belakang deh."
"Buat apa ma, olahraga, kan capek." Jeno mengeluh karena Taeyong kini sudah merebut camilannya.
"Biar sehat! Nih perut udah ngalahin baskom" Taeyong menepuk perut Jeno gemas. "Bagi-bagi gendutnya gih sama Jaemin."
"mama tuh yang genduuuut..." Dengan beraninya Jeno mengatai Taeyong lalu kabur sambil menarik tangan Jaemin sebelum kena amuk sang ibu.
"Dasar bocaaah! Ng...? Masa sih aku gendut?"
.
.
.
"Saya sakit apa, dok?"
"Dari pemeriksaan saya sih normal semua, Pak. Dugaan saya, masalah pencernaan karena stres aja."
"Tapi saya ga stres. Maksudnya ya biasa aja. Pusing-pusing masalah kerjaan sedikit ya udah biasa, dok."
Ten menatap Jaehyun cemas. Jangan-jangan penyakitnya justru tersembunyi dan tak terdeteksi tanpa pemeriksaan menyeluruh di rumah sakit. Baru ia ingin mengusulkan rujukan ke rumah sakit, sang dokter sudah bicara lagi. "Tadi bapak bilang kalau mual pas pagi-pagi aja kan?"
"Iya."
"Em, bapak, ini istrinya kah?" sang dokter menunjuk ke arah Ten. Yang kemudian dibalas anggukan oleh Ten.
"Coba istrinya juga periksa deh, Pak."
"Kok saya, dok?"
"Iya, siapa tau lagi isi. Banyak loh Pak, kasus istrinya hamil, tapi suaminya yang ngalamin morning sickness. Dicoba dulu aja, Pak."
Jaehyun dan Ten bertukar pandang. Setelah itu mereka berpamitan dengan dokter. Di perjalanan pulang Ten mulai membuka pembicaraan. Moodnya untuk mengajak Jaehyun jalan-jalan sudah hilang sama sekali.
"Mas tau kan aku ga mungkin hamil sekarang?"
Mereka memang sudah sepakat agar "menjaga" Ten dari kehamilan kedua mengingat bagaimana sulitnya Ten melahirkan Jaemin dulu.
"Hm..." Jaehyun menjawab dengan dehaman sementara pikirannya melayang jauh pada seseorang di rumah.
"Udah berapa lama sih sejak kalian nikah?"
"2 bulan ada?"
"Udah sering ngelakuin 'itu' tanpa pengaman?"
Jaehyun meneguk ludah atas pertanyaan frontal Ten. "Y-ya, gitulah..."
Ten sudah mencoba tegar mengantisipasi apapun jawaban Jaehyun. Tapi tetap saja rasanya menyesakkan mengetahui suami sendiri berbagi ranjang dengan orang lain, walaupun dilakukan secara sah, legal, dan dengan sepengetahuannya.
"Mas cuma masuk angin aja, Ten-"
"Nanti aku suruh Taeyong periksa."
"Hah?"
"Siapa tau bener. Jaemin pasti seneng kan kalo tau dia bakal punya adik?"
"Ten... maaf mas ga bisa nahan diri."
Ten dengan sengaja mengerem mobil mendadak. Untungnya jalanan sedang sepi sehingga tak menimbulkan keributan di belakang mereka. Tapi lebih dari tingkahnya, Jaehyun lebih takut pada perkataan Ten selanjutnya.
"Kalau mas ngerasa bersalah, jangan dilakuin dong?"
.
.
.
Esok paginya Jaehyun pamit untuk kunjungan kerja ke luar kota selama 3 hari. Ia secara bergantian memberikan pelukan perpisahan pada Ten, Taeyong, Jaemin dan Jeno.
"papa, oleh-olehnya jangan lupa!" Jaemin bukannya mengucapkan 'hati-hati di jalan' pada papanya, malah mengucapkan itu.
"Iya, nanti papa bawain oleh-oleh yang banyak buat Jaemin dan Jeno."
Jaemin bersorak sambil mengangkat tangan, tak lupa menarik tangan Jeno agar ikut bersorak bersamanya.
"Suplemennya jangan lupa diminum ya, mas."
"Iya, Ten."
"Terus..."
Setelah mendengar petuah dari Ten yang seperti biasa banyak sekali, Jaehyun lalu beralih pada Taeyong. Sepertinya Ten belum mengatakan apa-apa tentang dugaan mereka kemarin. Buktinya Taeyong terlihat biasa-biasa saja. Diam-diam Jaehyun mencuri pandang ke arah perut Taeyong. Apakah benar Taeyong sedang mengandung anaknya? Kalau iya, semoga saja itu menjadi kabar baik saat ia pulang nanti.
"Jangan capek-capek ya, di kantor. Kalo ada kesusahan, minta tolong Johnny aja. Kalo untuk urusan kerjaan, mas izinin."
Taeyong mengangguk. Tidak menangkap maksud lain yang ingin disampaikan Jaehyun.
"Udah mas, cepet berangkat, nanti ketinggalan pesawatnya loh."
"Eh iya, semuanya papa berangkat ya. Jaemin, Jeno jangan nyusahin bunda sama mama loh."
"Siap, pa!"
Dan setelah itu taksi yang ditumpangi Jaehyun benar-benar meninggalkan depan rumah mereka. Taeyong juga bersiap untuk berangkat ke kantor. Sebenarnya tinggal memesan ojek online saja, tapi Ten menahannya lebih dulu.
"Taeyong, ada yang mau kakak omongin."
.
.
.
Bersambung
.
.
.
Jangan pernah katakan bahwa cintamu hanyalah untukku, karena kini kau telah membaginya... *nyanyi*
YOU ARE READING
In Between [JaeYong version]
FanfictionJaehyun kira ia telah berdamai dengan masa lalu. Nyatanya saat "dia" kembali, hatinya kembali goyah. . . . . JaeYong & JaeTen, bxb, mpreg, age switch, plot receh ala sinetron indo**ar, local setting, bahasa baku-nonbaku, the world of the married ver...
![In Between [JaeYong version]](https://img.wattpad.com/cover/233637683-64-k106652.jpg)