Sebelum satu (8). A Confession?

191 36 21
                                    

Suasana hening mencekam begitu suara pintu terbanting menggema di seluruh ruangan. Hermione baru saja pergi, meninggalkan Blaise dan Draco dalam suasana tak bersahabat. Blaise menatap gusar Draco yang masih sediam patung, pria bersurai platina itu masih menatap terpaku pada pintu tempat gadis itu pergi.

Tempat dimana Hermione secara tidak langsung akan pergi dari kehidupan Draco Malfoy. Hal yang paling menyedihkan adalah bagian dimana Draco hampir mendapatkan hati gadis bermanik hazel tersebut.

"you okay, mate?" suara Blaise terdengar bagai bisingan membuat Draco terhentak kembali pada dunia nyata. Setelah kesadarannya terkumpul kembali, ia sontak berdiri tegap dan menerjang Blaise dengan tatapan sedingin es.

"WHAT THE HELL IS WRONG WITH YOU?!" Draco meradang dan memekik marah tak karuan. Ia tidak habis pikir tentang bagaimana Blaise bisa terpikirkan untuk melakukan aksi sebodoh itu.

"Funny, i should've asked you the same thing" respon Blaise datar tak ingin menyulut amarah lelaki didepannya lebih jauh lagi.

"Kau.Menjebakku.Mate" Draco masih menatap tajam Blaise dengan iris kelabu miliknya.

"Kau menjebak Hermione. Bloody hell Draco what were you even thinking that time" Blaise masih duduk mencoba untuk tetap tenang, ia tahu jika ia salah berbicara walau hanya satu kata maka Draco pasti akan membakar seisi rumah ini tak terkecuali dirinya.

Draco mengerang frustasi, ia menjabak rambutnya sendiri tidak tahu ingin berbuat apa. Hell, Draco tidak pernah bersikap seperti ini. Ia tidak pernah tidak menemukan solusi dari suatu masalah dengan otak liciknya. Melihat Hermione pergi dengan tatapan kecewa membuat Draco nyeri sampai ke ulu hati. Tidak, Hermione tidak mungkin hanya kecewa, ia pasti akan membenci Draco selama sisa hidupnya. Demi Merlin, Hermione pasti akan mengutuk Draco lebih dari yang ia bisa.

"Go after her" Blaise menepuk pundak lelaki bermanik kelabu itu.

"What?"

"You heard me Drake, kejar dia" Blaise dengan terkejutnya melihat pundak Draco yang ketegangannya mulai mengendur

"It'll be useless, she never ever forgive me"

"At least you tried, right?" Dengan begitu, dengan satu tarikan nafas, Draco melangkahkan kakinya lebar menuju pintu, ia sedikit berlari setelehnya. Takut kalau gadis itu sudah pergi jauh di luar jangkauannya.

Nihil, Draco tidak melihat keberadaan Hermione. Ia sudah berkeliling di sekitar lingkungan tempat ia tinggal, Draco bahkan sampai bertanya pada para penyihir yang hanya berjarak beberapa meter saja dari rumahnya, yang sebenarnya tak pernah ia kenal apalagi disapa. Draco merasakan tungkainya yang melemas akibat pengejaran yang tak berujung, dadanya naik turun selagi mengeluarkan helaan nafas yang menderu, Draco tidak pernah seputus asa ini.

Dalam pikirannya yang berkecamuk, Draco bersikeras ia harus menemukan Hermione saat ini juga. Tidak akan pernah ada hari esok, ia yakin Hermione sudah membuang dirinya jauh - jauh. Hermione adalah penyihir tercerdik pada masanya, jika ia ingin menjauh dari Draco, maka ia akan menjauh dari Draco apapun caranya.

Draco merasakan pengelihatannya yang mulai mengabur, ia menangis.

Draco mengeluarkan setitik air mata dari mata yang selama ini hanya bisa menyorot tajam. Dengan cepat ia menghapus sepersekian mililiter cairan bening itu dari pelupuk matanya. Ini pertama kalinya ia menangis sejak perang usai. Dengan kekecewaan yang masih terpampang  jelas disetiap lekuk wajahnya, Draco memutar tumitnya kembali ke dalam gedung yang ia sebut rumah. Lagipula jika ia ingin citranya tetap terjaga, Draco harus menyembunyikan tangisan seruan eleginya dari orang - orang.

agony ; dramioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang