Saat ini Taeyong sedang makan siang berdua dengan Johnny. Kebetulan saat ia hendak ke kantin kantor tadi, Johnny menawarinya untuk makan bersama di luar. Dengan pertimbangan untuk menghindari Jaehyun, Taeyong menerima tawarannya.
"Nggak pak, makasih. Emang lagi ada masalah aja di rumah."
"Masalah anak ya? Susah ya ngurus anak sendirian? Waduh, kalo saya mah udah nyerah kali. Saya suka anak-anak sih. Tapi kalo udah nangis minta ini-itu haduhh...bisa puyeng sendiri. Makanya saya ga nemu-nemu jodoh kali ya? Masih belum siap punya anak."
Taeyong menahan senyumnya karena Johnny jadi cerewet sekali. Sepertinya laki-laki di depannya ini berniat menghiburnya dengan mengoceh ini-itu.
"Kalau sama anak sendiri mah beda, pak. Lagian kalau soal jodoh, ya udah diatur sama yang di atas, kapan ketemu jodohnya, kapan dapet anaknya. Bapak aja kali yang ketinggian seleranya, makanya ga dapet-dapet. Emang tipenya yang kayak apa sih pak?"
"Ng..." Johnny memasang pose berpikir. "Yang kayak kamu?"
Taeyong tertawa kecil. "Masa sih, pak?"
"Iya, kalau kamu kenal satu orang aja yang sama kayak kamu, bolehlah kenalin ke saya."
"Ga sama saya aja sekalian, pak?"
"Boleh nih? Ada yang marah ga?"
Taeyong tertawa lagi karena ekspresi wajah Johnny yang lucu. "Udah pak becandanya. Nanti ada yang denger, bisa salah paham lagi."
"Oh, saya mah gapapa disalahpahamin asal sama kamu."
Keduanya berakhir dalam tawa lepas. Tidak menyadari ada satu orang yang memandang geram ke arah mereka.
"P-pak, itu sumpitnya patah..."
"Diem kamu, Doyoung. Saya lagi kesel."
.
.
.
Pukul setengah empat sore, Taeyong bersiap keluar untuk menjemput Jeno. Ia meminta izin pada Jaehyun seperti biasa, tapi kali ini ada yang berbeda dari jawaban laki-laki itu.
"Mas anter."
"Aku udah pesen ojek online, mas."
"Cancel sekarang."
"Mas bisa ketemu Jaemin-"
"Mas mau ngomong sama kamu."
"Mau omongin apa lagi mas?"
"Mas ikut atau kamu ga kuizinin keluar."
"Mas, ga lucu."
"Emang ga lucu. Kamu pikir kalau yang minta izin bukan kamu bakal mas kasih izin? Ngga, Yong. Cuma kamu doang yang bisa izin setiap hari demi urusan pribadi. Beruntung kamu atasanmu itu aku."
Taeyong terdiam. Kalau ia menuruti emosinya sekarang dan membalas perkataan Jaehyun lagi, maka ia bisa saja kehilangan pekerjaannya. Bagaimanapun, kondisinya saat ini sedang tidak memungkinkannya untuk menjadi pengangguran.
"Terserah."
Akhirnya satu kata dengan nada dingin itu yang keluar dari mulut Taeyong. Ia menyambar handphone dan dompetnya dari tas, lalu keluar ruangan lebih dulu. Biar nanti Jaehyun menyusulnya kalau memang laki-laki itu berniat ikut.
.
.
.
Sore itu juga keluarga Jaehyun pamit pulang ke kampung halaman. Kakak dan ibu Jaehyun bergantian memeluk Ten sebagai salam perpisahan. Setelah selesai dengan para wanita, kini tersisa ayah Jaehyun yang menghadapi Ten. Laki-laki tua itu memang sengaja menyuruh istri dan anaknya untuk lebih dulu masuk ke taksi yang sudah dipesan. Ia hendak menyampaikan pesan penting untuk menantunya.
"Bapak punya permintaan sama kamu. Kamu jagain Jaehyun baik-baik ya..."
"Itu mah tanpa bapak minta juga udah Ten lakuin, pak." Ten mengulum senyum karena permintaan mertuanya yang tak biasa.
"Ngga, Ten. Maksud bapak jaga itu bener-bener jaga. Kasih dia perhatian dan kasih sayang lebih kalau perlu. Kita ga pernah tau. Orang yang kamu kira baik sekalipun, bisa jadi nusuk kamu dari belakang. Hati-hati. Masa lalu memang ga mudah hilang, tapi bukan berarti ga bisa hilang. Bapak percaya kamu mampu jagain Jaehyun. Jaga kesehatan kamu juga, ya... Bapak pulang dulu."
"I-iya, pak."
Untuk saat ini Ten hanya bisa mengiyakan. Meskipun ia merasa janggal dengan permintaan mertuanya yang sarat akan makna tersirat. Toh perkataan ayah Jaehyun itu ada benarnya. Mungkin ia memang kurang memperhatikan Jaehyun karena ia sendiri sering sakit-sakitan selama ini. Yah, mungkin itu maksud dari perkataan ayah Jaehyun.
Tapi kenapa juga ia harus hati-hati pada orang yang bisa menusuknya dari belakang? Ia tak merasa punya musuh sebelumnya. Dan masa lalu...memangnya apa yang pernah terjadi di masa lalu?
.
.
.
"Mah...? Om...?" Jeno menjadi bingung karena dua orang dewasa yang duduk di depannya hanya diam-diam saja.
Sebenarnya ia sudah bingung sejak kedatangan Taeyong bersama Jaehyun untuk menjemputnya. Padahal ibunya itu bilang kalau mereka tidak akan lagi berhubungan dengan keluarga Jaehyun, kecuali dengan Jaemin di sekolah tentu saja.
"Jeno laper ga?" Tanya Jaehyun yang akhirnya memecah keheningan.
Jeno ingin menjawab jujur. Jujur saja ia itu selalu lapar. Tapi kilat tak ramah di mata Taeyong yang dilihatnya melalui kaca spion depan membuatnya urung mengatakan isi hatinya. "Nggak, om."
"Yah, sayang banget padahal om mau traktir kayak kemarin."
"Ng... Bawa pulang aja om. Makannya nanti." Bagaimanapun anak kecil sepertinya pasti tak ingin melewatkan kesempatan mendapat makanan enak.
"Oke! Kita mampir beli makanan buat Jeno makan nanti dulu ya?"
"Mas!"
"Apa, Yong?"
"Kerjaan aku masih banyak, jangan ngulur-ngulur waktu. Makanan buat Jeno bisa pesen di hotel. Kalau mas ga niat buat cepet-cepet anterin kami pulang, mending turunin aja kami di sini." Ancam Taeyong yang sudah sangat gerah dengan tingkah Jaehyun sejak tadi.
Jaehyun meneguk ludah. Kadang ia merasa takut juga dengan sorot mata Taeyong saat sedang marah. "Tapi Jeno mau-"
"Berenti sekarang!"
"Oke... Jeno, om traktirnya lain kali aja ya? Mamah kamu lagi sibuk soalnya." Jaehyun meminta maaf dengan nada yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Taeyong. Entahlah, ia sedang sensitif sekali dengan Jaehyun.
Jeno hanya mengangguk pasrah. Ia tak mau jadi anak yang tak menurut pada ibunya. Sudah cukup ia melihat Taeyong menangis semalaman, ia tak mau melihat Taeyong menangis lagi.
.
.
.
Setelah mengantar Jeno ke kamar hotel dan memastikan makanan dan camilan untuk anak itu sudah cukup, Taeyong bergegas kembali ke lobby. Di situ, Jaehyun masih menunggunya untuk kembali ke kantor.
"Jeno gapapa ditinggal sendirian?"
"Dia udah biasa ditinggal. Makanya cepet kita balik ke kantor, biar kerja cepet selesai dan aku cepet pulang."
Jaehyun melajukan mobilnya tanpa berkata-kata lagi.
Di tengah perjalanan, saat hanya ada mereka berdua saja, Jaehyun merasa itu waktu yang tepat untuk mengutarakan pikiran yang terus berputar di kepalanya sejak semalam.
Jangan dikira hanya Taeyong yang menderita. Jaehyun juga. Ia juga tidak tidur dengan baik karena terus memikirkan Taeyong dan nasib hubungan mereka ke depannya. Dari pada ia gila karena terus menyimpannya sendiri, lebih baik ia katakan sekarang saja.
"Taeyong... Mas mau nikahin kamu."
.
.
.
Bersambung
.
.
.
(intro "ku menangis....")
😂
YOU ARE READING
In Between [JaeYong version]
FanfictionJaehyun kira ia telah berdamai dengan masa lalu. Nyatanya saat "dia" kembali, hatinya kembali goyah. . . . . JaeYong & JaeTen, bxb, mpreg, age switch, plot receh ala sinetron indo**ar, local setting, bahasa baku-nonbaku, the world of the married ver...
![In Between [JaeYong version]](https://img.wattpad.com/cover/233637683-64-k106652.jpg)