Entah mengapa aku jadi salah tingkah.

"Wow, terima kasih, Jinyoung. Aku senang sekali!" kataku seraya mendekap boneka beruang itu.

Namun, setelah diperhatikan lekat dan dipeluk seperti ini, boneka beruang itu terasa sangat mahal untukku.

Dan jika dilihat lebih seksama, boneka beruang ini tidak terlihat seperti boneka yang ada di mesin capit.

Aku kembali menatap Jinyoung yang kini wajahnya semakin memerah.

"Bukan apa-apa." Dia tersenyum kaku dan menunjuk kembali kantong yang kupegang. "Ehm, itu juga ada cokelat di dalamnya. Semoga kau masih suka dengan cokelat almond."

Ah, iya, benar. Ada cokelat batang seukuran buku tulis di dalam kantong yang tadi membungkus boneka beruang.

"Tumben?" ucapku.

"Hanya memberi semangat untukmu, karena kemarin kau terlihat sangat panik," balas Jinyoung tanpa menatapku. "Cokelat bagus untuk meredakan stress dan membuat kita jadi lebih bahagia. Semoga membantumu."

Aku mengangguk. Jujur saja situasi ini membuatku canggung. Tidak biasanya Jinyoung memperlakukanku seperti ini.

"Oh, Cheonsa." Aku balas menatapnya. "Di sudut bibirmu belepotan sisa makanan ringan."

Segera aku mengusap sudut bibir hingga pipiku salah tingkah. Ah, aku jadi terlihat jorok.

"Bu-bukan di situ." Jinyoung mendekat dan menempelkan ibu jarinya di sudut bibirku untuk membersihkan remahan makanan ringan. "Su-sudah bersih."

"Ah, terima kasih, Jinyoung. Kau tidak seharusnya--"

"Kalau begitu... aku pamit dulu." Jinyoung memotong ucapanku, dan menunjuk pintu utama.

Kepalaku seperti kehilangan sekrup, sehingga yang kulakukan sejak tadi hanya mengangguk.

Sejujurnya aku menyadari kejanggalan yang terjadi di antara aku dan Jinyoung, tapi entah mengapa ini justru aneh untukku.

Sebelum berbalik badan, Jinyoung mendekat, lalu mengusap kepalaku. Beberapa saat pergerakan tangannya di kepalaku berhenti dan aku ikut terdiam sambil melirik padanya.

Ini sungguh aneh. Jantungku pun sekarang debarannya semakin kuat.

Dan debarannya semakin menjadi ketika Jinyoung mendaratkan bibirnya di pucuk kepalaku.

Astaga. Aku bisa gila.

Kecupan itu berlangsung cukup lama dan membuatku gelisah, tapi tubuhku kaku untuk mengelak.

Entah harus bersyukur atau marah, suara berisik dari kamar membuatku dan Jinyoung tersentak.

Sesaat kemudian, Sugar keluar dari kamarku dengan wajah merah padam. Kalau dalam manga atau anime mungkin di atas kepala makhluk itu sudah ada api dan di telinganya mengeluarkan asap. Untungnya, hal itu tidak terjadi di kenyataan yang ada di depanku saat ini.

Tanpa bisa dielak, Sugar mendorong Jinyoung secepat kilat hingga temanku itu telentang di lantai.

Jinyoung terkesiap, bibirnya tampak bergerak seperti hendak bicara. Barangkali ia ingin bertanya mengapa Sugar mendorongnya seperti itu.

Sementara aku hanya mematung dan berusaha mencerna apa yang telah terjadi di depanku.

Apa aku lupa mengunci kamarku, ya? Kenapa Sugar bisa keluar?

"Arrgghh!" Teriakan Jinyoung membuatku tersentak.

Sekarang posisinya adalah Jinyoung telentang di lantai dan Sugar ada di atasnya. Gigi makhluk itu sudah menancap di tangan kanan Jinyoung.

CATNIPWhere stories live. Discover now