"Sugar mau bersama Nuna!" Bibir makhluk itu melengkung, membentuk busur. Matanya memancarkan rasa tidak senang yang teramat. "Nuna mau meninggalkan Sugar lagi, ya, seperti di pasar waktu itu?"
"Tidak, kok. Tidak...." Aku mendengkus gelisah. Jinyoung pasti sudah menunggu lama dan curiga. "Sugar menurut saja, ya?"
"Sugar ingin bersama Nuna...."
Lama-lama aku bisa gila dengan makhluk ini.
"Tidak. Untuk saat ini tidak. Sugar harus menurut. Jangan membantah!" Aku menukas tajam sembari menatapnya lekat hingga ia mengerut di tempatnya. "Jangan keluar kamar sebelum Nuna suruh ke luar. Oke?"
Sugar tidak menjawab, sepertinya dia ketakutan dan malas mendebatku. Jadi, dia duduk di tepi ranjang, sambil menunduk dalam.
Setelah memastikan dia tidak akan berulah, aku pun ke luar dan menyapa Jinyoung yang tengah duduk.
"Ada apa? Adik sepupumu baik-baik saja?" tanya Jinyoung seraya beranjak dari duduknya dan menghampiriku.
"Ti-tidak apa-apa, kok...," jawabku.
"Serius?" Jinyoung menatapku curiga.
Aku mengangguk. "Serius."
"Tadi sepertinya kalian ribut? Apakah kedatanganku mengganggunya?"
Aku segera menggerakkan kedua tanganku. "Tentu saja tidak. Jangan khawatir. Hehe."
Jinyoung kemudian menyebarkan pandangannya ke seisi rumahku. Dan aku tahu apa yang tengah dicarinya saat ini. "Sugar? Sugar di mana?"
Benar dugaanku.
Apa lagi memangnya yang dicari oleh Jinyoung?
Menarik napas dan membuangnya perlahan, aku pun memulai kebohongan yang pertama dari bibirku.
"Se-sedang tidur. Ya! Sedang tidur!" ucapku.
Jinyoung mengernyit. "Di kamar?"
"Iya! Di kamar dia senang bersama Sug--ehm, maksudku adik sepupuku. Oh, Seoltang!"
Kerutan di kening Jinyoung semakin bertambah. "Seoltang?"
"Iya! Nama adik sepupuku. Seoltang." Aku menggigit bibir, sementara Jinyoung masih terlihat bingung. "Adik sepupuku rewel kalau tidak ada Sugar. Dia suka Sugar jadi... biarkan mereka berdua di kamar. Hehe."
Aduh, semoga saja tidak ketahuan kalau aku berbohong.
"Seoltang, ya...." Jinyoung tampak berpikir. "Nama yang aneh."
Aku tertawa kering mendengar komentar Jinyoung. Jantungku rasanya mau lepas. Aku berharap percakapan penuh kebohongan ini segera berakhir.
"Jadi, Jinyoung, kau mau minum sesuatu? Soda atau jus jeruk? Aku baru saja belanja," ucapku memecah kecanggungan.
"Ah, tidak usah repot-repot." Jinyoung mencegahku untuk pergi ke dapur dan menatapku malu-malu. "Sebenarnya aku ke sini hanya untuk memberikan ini padamu."
Aku mengalihkan pandanganku ke tangan Jinyoung yang sedang menggenggam sebuah kantong berwarna gelap. Aku menyipit, menerka apa isi di dalam kantong yang kini ia sodorkan padaku itu.
"Untukmu." Jinyoung mendekatkan kantong itu seolah memaksaku untuk menerimanya.
"Apa ini?" tanyaku begitu benda tersebut kuraih. Aku membuka kantongnya dan mendapati sebuah boneka beruang di sana. Mataku pun membelalak seketika. "Untukku?"
Jinyoung mengangguk. "Tadi aku bermain mesin capit karena iseng, tapi ternyata aku beruntung. Kebetulan juga aku lewat di sekitar sini, jadi lebih baik aku berikan saja padamu. Pria tidak mungkin menyimpan boneka beruang di kamarnya, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CATNIP
FanfictionRate M [ ON GOING ] Tentang aku dan seorang laki-laki asing yang kutemukan tidur di atas ranjangku ketika aku baru saja pulang ke rumah. Siapakah lelaki itu? Apakah dia seorang maniak atau byuntae yang akan merugikanku di kemudian hari? AU! Fantasy...
10. Menandai
Mulai dari awal
