"Nuna, jangan dekat-dekat dia!" Kedua alisnya bertaut dan mulutnya cemberut.
"Dia temanku, masa aku tidak boleh dekat-dekat. Kau ini kenapa, sih!?" balasku.
Sugar masih cemberut, wajahnya mengerut menyebalkan.
"Hei." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Kemarin Sugar bisa berubah jadi kucing. Seharusnya sekarang dia bisa berubah jadi kucing juga, 'kan?
Mendekat padanya, aku pun memeriksa kepala dan bokongnya, menepuk dua bagian itu dengan harapan telinga dan ekor kucingnya muncul.
"Ke-kenapa?" Sugar bergerak risi dan aku terus menepuk-nepuk bokongnya. "Nuna, kenapa pukul-pukul!?"
"Mana ekormu?"
"Hah!?"
Aku beralih ke kepalanya, menjambak sedikit rambutnya dan mencari-cari telinga kucingnya. Sesekali aku juga meraba lengannya, berharap bulu hitamnya keluar di kulitnya. "Kenapa telinga kucingmu tidak keluar?"
"Ih, Nuna, apa-apaan, sih!?" Sugar bergerak, menjauh dariku. "Jangan pukul-pukul!"
"Mana ekormu!" Aku menggeram. Gemas. Saat ekor dan telinganya tidak dibutuhkan, atau saat genting yang tidak seharusnya, Sugar malah bisa mengeluarkan ekor dan telinganya--bahkan berubah menjadi seekor kucing. "Mana, Sugar!"
"Ti-tidak bisa!" Sugar mengaduh saat aku mencubit bokongnya. "Nuna, jangan cubit! Sakit!"
"Kau tidak bisa berubah jadi kucing?"
Dengan polos Sugar menggeleng. "Ini bukan saatnya Sugar berubah wujud."
"Jadi, saatnya kau berubah kapan?" tanyaku panik, menyadari Jinyoung masih menunggu di luar. "Cepat katakan!"
Sugar tampak berpikir beberapa detik, lalu menjawab, "Saat bulan purnama besar, saat sedih, saat ingin."
Aku menatapnya putus asa. "Jadi, sekarang kau tidak ingin berubah jadi kucing?"
Dia menggeleng mantap, lalu tersenyum malu. "Buat apa berubah jadi kucing?"
"Ya, supaya Jinyoung tidak curiga. Dia pasti akan menanyai dirimu yang wujudnya kucing. Memangnya dia tahu kau bisa berubah wujud?"
Dia menggeleng lagi. Dan kepalaku rasanya mau meledak.
Apa yang harus kukatakan?
"Cheonsa?" Suara Jinyoung terdengar dari arah luar kamar. Pasti pria itu mencemaskanku.
"Iya, Jinyoung, sebentar!" Setelah menyahuti Jinyoung, aku beralih ke Sugar. "Sugar, ayolah, berubah jadi kucing. Kumohon!"
"Tidak mau."
"Kenapa?"
"Nuna miliknya Sugar. Tidak mau berbagi."
"Berbagi bagaimana? Memangnya aku makanan!"
"Jinyoung Hyung mau merebut Nuna." Sugar lantas mendekat padaku dan memelukku lagi. "Tidak mau berbagi. Nuna, 'kan, miliknya Sugar!"
Aku melepaskan pelukannya dan menatapnya sebal.
"Pokoknya Nuna milik Sugar!"
Aku menggeleng dengan wajah lelah dan putus asa. Apa yang harus kukatakan pada Jinyoung kalau sudah begini keadaannya?
Sugar sama sekali tidak bisa diajak kerja sama.
"Ya sudah." Aku menatap Sugar tegas. "Sebagai gantinya kau diam di kamar saja, ya!"
Sugar melotot. "Kenapa harus di kamar saja?"
"Karena harus di kamar. Ini perintah dariku, mengerti?"
BINABASA MO ANG
CATNIP
FanfictionRate M [ ON GOING ] Tentang aku dan seorang laki-laki asing yang kutemukan tidur di atas ranjangku ketika aku baru saja pulang ke rumah. Siapakah lelaki itu? Apakah dia seorang maniak atau byuntae yang akan merugikanku di kemudian hari? AU! Fantasy...
10. Menandai
Magsimula sa umpisa
