The First Lie

Mulai dari awal
                                    

Namun sekarang posisinya berbeda. Cuma ada ayah yang Raena punya. Tapi di malam ulang tahunnya ini, ayah mengingkari janji.

Raena sudah menunggu ayahnya di lobby sejak jam 7 tadi. Gadis itu bosan menunggu di rumah sendirian. Selain itu dia tidak sabar untuk melihat kue yang dibelikan ayah.

Beberapa kali gadis itu sudah menghubungi ayahnya. Namun pesannya tidak dibalas. Teleponnya juga tidak tersambung. Raena bingung dan cemas. Takut jika sebenarnya terjadi hal yang tidak diharapkan.

Sekarang jam di ponselnya bahkan sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam. Ayahnya sudah sangat terlambat dari waktu yang dijanjikan. Tadi pagi ayah berjanji paling terlambat akan pulang jam 7 malam.

Raena menghela napas sambil memegangi perutnya yang dari tadi sore sudah meronta minta diisi. Namun dia mengabaikannya. Dia sengaja tidak makan dari sore supaya bisa menghabiskan kue ulang tahunnya.

Sungguh, rasanya Raena ingin menangis sekarang. Ia merasa sendirian di dunia ini. Menghabiskan malam ulang tahun sendirian tidak pernah ada dalam bayangan Raena sebelumnya.


"Raena,"

Raena segera menghapus air matanya yang sempat meleleh saat Jihan kembali memanggilnya.

Tetangganya yang baru saja kembali dari mini market sambil menenteng belanjaan itu memandangnya bingung. Tanpa meminta izin, si gadis yang lebih tua duduk di sampingnya.

"Kenapa?" Raena menggeleng.

Jihan jadi bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Walaupun telah diniatkan tadi dia tidak mau ikut campur urusan orang lain, gadis itu tetap saja merasa tidak tega melihat Raena. Jihan yakin ia tadi melihat Raena menangis.

"Kamu tidak apa-apa?" Jihan langsung merutuk dalam hati, jelas-jelas si gadis kecil terlihat sedih.

Kryuuuuuk~

Hng, suara perut siapa itu barusan?

Jihan yakin jika itu bukan suara perutnya. Jadi, apakah itu suara perut Raena? Apa Raena belum makan karena menunggu ayahnya?

Jihan berhedem sebentar untuk melegakan tenggorokannya yang kering.  "Raena belum makan malam ya? Mau ikut ke tempatku tidak? Aku juga belum makan."


Jihan sudah menyiapkan diri jika tawarannya ditolak. Meskipun terlihat sedih, tapi terlihat sorot amarah dari gadis yang lebih kecil. Jujur saja, membuatnya sedikit takut.

"Boleh tante?" Jihan menoleh, diluar dugaan, Raena ternyata mau. Jihan langsung mengangguk dengan cepat.

"Tentu saja boleh. Lebih menyenangkan jika makan bersama teman." Jihan tersenyum lalu berdiri. Gadis itu mengulurkan tangan yang kemudian disambut oleh Raena, "Ayo!"


Sepanjang jalan mereka bergandengan, bahkan saat sudah di dalam lift. Tangan kanan Jihan menenteng belanjaan, sementara tangan kirinya menggandeng tangan Raena. Jihan senang karena Raena sekarang sudah lebih bersahabat kepada dirinya.

"Tante mau makan mi instan ya malam ini?" tanya Raena membuka obrolan.

"Iya, aku sedang ingin makan yang pedas-pedas."

Daddy's [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang