PROLOG

12 3 0
                                    

Mereka bergerak seirama. Dengan tubuh setengah telanjang penuh keringat. Nafas mereka saling memburu satu sama lain, mengecup setiap bagian tubuh dengan rakus.

Wanita berambut panjang itu mencengkram leher pria yang berada di atas tubuhnya, tidak rela untuk menjauh barang sedetik. Ia membusungkan payudaranya yang terbuka lebar, meminta lebih. Dengan tamak pria itu membenamkan wajahnya kesalah satu payudara wanita itu, menghisap putingnya dengan keras, sedang tangan kanannya sibuk meremas payudara yang lain. Setiap hisapan membuat puting wanita itu kian mengeras, deru nafasnya semakin berat, bagian lain dari tubuhnya mulai menegang gelisah, berharap sentuhan lain.

Dengan sigap pria itu membuka kancing jeansnya, kemudian menekan selangkangan wanita itu dengan miliknya sendiri. Mereka hampir gila, pergelutan penuh nafsu itu membuat tubuh mereka panas terbakar.

"Put it in!" desah wanita itu tak sabar. Tanpa dimintapun pria itu sudah siap untuk menusukkan miliknya memasuki ruang sempit yang basah di hadapannya. Ia menekan clitoris dengan ibu jarinya, membuat wanita itu mengerang semakin keras, mata cantiknya setengah tepejam ketika sesuatu yang keras dan besar memasuki tubuhnya dengan perlahan. Mereka benar-benar dimabuk cinta.

Dan itu tentu akan menjadi seks terpanas mereka jika bukan terinterupsi oleh suara pintu yang terbuka perlahan. Kemudian semua adegan mendadak berubah menjadi sangat lambat.

Suara gelas kertas yang menumpahkan kopi, pekikan terkejut seorang wanita dengan mata yang terbelalak, bahkan wajah pucat pasi kedua pasangan yang tengah terpaut nafsu itu. Semuanya tampak bergerak lambat. Hanya satu hal yang terlihat normal, kedipan mata gadis berambut pendek sebahu yang termanggu di depan pintu ruang kantornya yang sepi. Ia mencengkram handle pintu dengan tangannya yang berkeringat, sebelum memalingkan wajahnya begitu saja.

"Brengsek!" desis gadis lain di belakang gadis itu, tumpahan kopi di kakinya terasa panas, namun tidak sepanas hatinya saat ini. Rasanya ia ingin melemparkan brankas besi besar di ruangan direkturnya kepada kedua orang tolol itu, agar kepala mereka hancur seketika!

Wajah kedua pasangan mesum itu tampak pucat, terlebih sang pria yang langsung membenahi pakaiannya. Ia menarik penisnya dari dalan wanita itu begitu saja, lalu berbalik sambil memungut kemejanya yang berserakan di lantai bersama berkas-berkas kantor.

"Kina... Aku bisa jelasin semuanya..."

Gadis berblazer merah maroon yang juga berdiri di ambang pintu mengepalkan tangannya dengan sangat keras. Siap melemparkan tinju pada wajah tampan pria itu kapan saja.

"Si brengsek gila..." desisnya hampir meledak. Tapi lengannya tertahan oleh gadis bernama Kina itu.

"Kerjain tugasmu. Aku pergi dulu." Bisik Kina dengan suara datar. Wajah cantiknya sama sekali tak menunjukan ekspresi apapun. Bahkan meski ia baru saja memergoki kekasihnya melakukan seks dengan wanita lain di kantor tempat mereka bekerja, tapi ia sama sekali tak tampak marah atau sedih. Alih-alih meneriaki kemarahannya, gadis itu justru pergi begitu saja, meninggalkan malam dengan seluruh ceritanya, meninggalkan kekasihnya yang masih pucat pasi, seperti ia meninggalkan noda tumpahan kopi yang dibawanya untuk sang kekasih yang tengah menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk.

Ia hanya pergi, seperti yang selalu ia lakukan selama ini. 

***


Just gimme a note if you like this story, 

Thank you. Zee. 

The Path We'Ve SeenWhere stories live. Discover now