1. Revisi

18.9K 1.1K 54
                                    

Klien adalah Raja.

Raja boleh seeanaknya

-Kampret yang melaksanakan titah.


Aku sudah berjam-jam di depan laptop dan tidak pernah kena matahari, tidak ada harapan untuk ketemu jodoh. Punggungku rasanya ingin patah karenanya. Hari ini saja aku udah 12 jam mendekam di kamar terakir keluar tadi jam satu untuk ambil pesan antar makanan. Kalau mau diteruskan bisa-bisa tetanggaku berfikir bahwa aku sudah tak bernyawa didalam sini.

Suara panggilan video call datang dari Vidi kawan seperjuangan. "Apaan coba pake VC segala." Sambutku malas.

"Wah parah lu, orang ditelpon salam dulu kek. Main ngomel aja. Pasti kerjaan belum kelar nih." Hina Vidi sambil memperlihatkan kantong belanjaannya beberapa paper bag dan camilan. Sialan nih orang. Pasti sudah cair.

"Nggak gitu dong caranya kalo habis cair tuh. Kirimin lah kesini laper nih." Keluhku.

"Oke deh bebi habis ini aku kesana. Dah ya ribet banget nih belanjaan banyak haha..."

"Shit!" Aku mengakhiri telepon singkat dengan memakinya. Kenapa sih aku gajian awal bulan ketika semua orang gajianya akhir bulan. Makin menyebalkan karena sekarang Mas Feri-atasanku menelpon. Aku menatap layar HP deg-degan karena kalau begini biasanya ada hal buruk.

"Halo Mas, ada apa?" Sambutku berusaha ramah. Dengan harapan bisa membuat Mas Feri mengurungkan niatnya berbuat jahat padaku.

"Eh halo Kin, lo udah baca email yang gue kirim belum? Ada revisi dari klien. Lo cek ya." Mampus. Sudah binasakan saja aku mas. Sudah dua hari semalam aku mendekam dan desain udah 80% dan baru sekarang ada revisi? Are you kidding me?

"Heh? Gimana, gimana? Revisi lagi Mas? Kan udah lima kali revisi." Mimpi apa aku semalam dapat klien rewelnya to the moon and back begini.

"Iya yang kemarin udah bener kok, sekarang revisi sedikit temanya dia minta color gradingnya diubah yang agak colorful dikit, tapi ga yang full banget." Papar Mas Feri dengan intonasi yang sabar, dia tahu pasti kalau sekarang aku sedang emosi.

"Wah sakit tuh orang, kemarin di meeting bilangnya gak mau mencolok banget biar yang baca nggak sakit mata. Huh pengen gue colok juga tuh matanya!" Cerocosku. Sebenarnya kasian Mas Feri juga sih tapi ya mau bagaimana lagi. Tim kami memang sedang kekurangan pegawai sehingga bagian desaih grafis 90 persen kukerjakan sendiri.

"Sabar buk, sabar." Rasanya aku ingin resign. Tapi itu tidak mungkin terjadi sih, kecuali aku sudah dapat gelar.

"Mas buruan dong cari pegawain lagi, kalo begini mulu kita bertiga drop beneran nih. Pengen banget libur....." Tim kami hanya terdiri dari aku, Mas Feri dan Mbak Ranita. Karena dua bulan lalu ada yang mengundurkan diri.

"Iyaa gue juga udah ngelobi Rara buat diduluin kok. Sabar ajeee. Dah buruan cek dulu keburu Dewa bujana ngamuk." Candanya sambil menutup panggilan kami. Aku lekas mengecek inbox dan buru-buru mengerjakan titah Raja keburu disamber You-know-who. Boss kejam, otoriter yang super dingin ngalahin Everest. Tapi fisik macem aktor Hollywood.

**

Teeettt......... teettttt..........

Bel rumahku berbunyi nyaring dari pintu depan. Aku beranjak dari duduku dengan malas.

"Ngapain sih pake sok-sok pencet bel. Kaya pembantu baru aja." Gerutuku sambil membukakan pintu untuk Vidi.

"Yeee kok pembantu sih, tukang anter paket kali!" Seringai Vidi sembari memamerkan kantung jajanan.

THE DEADLINE  [FINISHED]Where stories live. Discover now