Jaehyun terdiam mendengar penjelasan panjang lebar ayahnya. Jelas tawaran itu amat menarik. Tapi ia tak akan serta-merta menerima tawaran menarik itu karena ia masih punya Taeyong.

"Nggak pak, aku ga mau. Aku bisa usaha sendiri untuk masa depanku. Lagian aku masih harus nunggu untuk nikah. Aku belum siap secara finansial kalau nikah sekarang."

"Ya, makanya kamu nikah sama anaknya Pak Lee! Ga usah pusing-pusing gimana ngasih makan dia, keluarganya udah kaya."

"Maaf, pak. Aku tetep gamau. Aku punya pacar dan aku udah janji buat nunggu dia."

"Pacar? Yang nangis-nangis di wisuda kamu itu? Dia masih kecil, Jae. Bapak ga jamin dia siap nikah sama kamu bahkan setelah dia lulus."

"Pak..."

"Denger Jaehyun. Bapak sebenernya gamau bilang ini. Tapi tolong pertimbangin lagi. Anak Pak Lee itu sakit. Pak Lee bilang umurnya mungkin ga lama, tapi dia mau sama kamu. Pak Lee ga bisa nolak keinginan anak satu-satunya yang lagi sakit buat nikah sama kamu. Kamu ga bisa bantu mereka sedikit aja? Walaupun kamu ga cinta, setidaknya tunjukkin lah rasa kasihan sama dia. Bapak yakin cinta nanti bakal tumbuh dengan sendirinya."

.
.
.
.
.
.
.
.

"Jadi...mas terima?"

Taeyong berusaha bangkit dari keterkejutannya akan kabar perjodohan Jaehyun dan mencoba mencari kepastian dari sang kekasih.

Jaehyun menggeleng. "Gatau, Yong. Mas bingung."

"Kalau mas cinta aku, harusnya mas ga bingung kan? Harusnya mas bisa langsung nolak kan?" Taeyong mulai emosional. Ia mempertanyakan kemana ketegasan Jaehyun yang biasanya.

"Mas udah coba nolak, tapi bapak tetep maksa. Dan kemarin mas udah ketemu langsung sama keluarganya."

"Ketemu keluarga?" Taeyong mendesah pasrah, merasa harapan untuknya kian menipis.

"Dia sakit, Yong. Mas ga tega untuk nolak secara langsung."

"Tapi mas tega ninggalin aku? Mas...apa aku harus sakit juga?"

"Ngga Taeyong, ngga begitu. Mas belum nerima dia, mas cuma...belum nolak dia."

"Sama aja mas! Kalau emang mas condong ke dia, yaudah. Kita selesai. Ga ada gunanya juga aku berjuang demi orang yang ga mau nunggu aku."

"Taeyong... Tunggu dulu, kita bilang sama bapak baik-baik. Kita berjuang bersama dulu."

"Maaf mas, aku udah terlanjur kecewa. Mungkin aku emang masih terlalu kecil buat mas yang udah dewasa dan siap nikah. Jangan jadi anak durhaka, mas. Turutin kata bapak. Kita...






....putus."

.
.
.

Taeyong tahu dirinya masih labil. Ia dengan mudah kecewa dan kehilangan kepercayaan pada Jaehyun yang telah menjadi pacarnya dua tahun belakangan hanya karena Jaehyun terlambat memberitahu perihal perjodohan ini. Semua sudah terjadi. Jaehyun sudah bertemu calon jodoh dan keluarganya. Bukankah itu berarti Jaehyun sudah satu langkah menuju penerimaan?

Tapi lebih dari memikirkan dirinya sendiri, Taeyong memikirkan masa depan Jaehyun. Kalau menikah dengannya nanti, mungkin Jaehyun akan hidup susah. Ia hanya anak broken home yang tinggal bersama keluarga bibinya yang juga hidup pas-pasan. Tidak ada yang bisa dibanggakan atau diandalkan darinya.

Tapi lain cerita kalau Jaehyun menikahi orang yang dijodohkan dengannya. Dari cerita Jaehyun, Taeyong yakin orang itu berasal dari kalangan berada. Soal bahagia, Taeyong tidak tahu, tapi setidaknya masa depan Jaehyun terjamin.

In Between [JaeYong version]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora