Bukan Sekedar Halusinasi

Bắt đầu từ đầu
                                    

"Apa apaan kamu?" Ujarnya cemas, sambil mengelus pelan bekas cubitanku.

"Kok, m--as Afka disini?" Tanyaku patah patah.

Dia tersenyum tipis, amat tipis tapi masih bisa aku lihat. "Itu tidak penting, yang lebih penting sekarang ini adalah kondisi kamu."

"Aku?" Bingungku.

"Barusan mbak hampir tenggelam."
Sela adikku.

"Tenggelam?"

"Iya, ibu bilang mbak kena--"

"Ssttt, udah sana ke dapur ambilin makan. Mbakmu belum makan dari pagi." Titah ibuku.

"Njeh buk."

Sepeninggalan Arinda, aku menatap orang orang diruangan ini bingung.
"Ada yang mau jelasin, buk, pak? Ini, sebenarnya ada apa?"

🏡🏡🏡

"Terimakasih ya pak Kiai, sudah berkenan membantu."

"Alhamdulillah, jika saya bisa menolong sesama tetangga, lagi pula Runa itu sudah seperti putri saya sendiri."

"Oalah, matur nuwun sekali toh pak."

"Mari, saya antar ke depan pak."

"Mari bu, Runa, semoga cepat sembuh ya."

Aku mengangguk sambil tersenyum tipis. Ternyata, pria paruh baya berjenggot putih itu adalah ayah dari lurah baru yang katanya ganteng itu. Beliau bilang, aku ini sudah seperti putrinya sendiri. Duh, sepertinya ngode keras itu.

"Ayo, makan dulu. Kamu belum makan dari pagi 'kan?" Suara familiar di sampingku kembali membuatku menoleh.

"Mas belum jawab pertanyaan aku!"
Ketusku.

Jika soal masalah kenapa aku susah membuka mata tadi, aku sudah menemukan jawabanya. Soal kenapa ada banyak orang dan seorang pemuka agama di rumahku, aku sudah menemukan jawabanya.
Bagaimana tidak bingung, aku tadi terakhir kali berada di air terjun sendirian sambil melamun mungkin.

Bangun bangun aku sudah menjadi bahan riungan di ruang tengah. Aku saja lupa, bagaimana ceritanya sampai aku pingsan dan hampir tenggelam di air terjun tadi. Orang orang yang menemukanku bilang, aku berjalan sendiri sanpai ke arah air yang cukup dalam. Terkesan mencoba menenggelamkan diri sendiri.

Dua orang warga yang melihatku, langsung berjibaku menolongku. Soal masalah suara Afka, aku memang tak salah dengar. Pria itu ada disana dan membantu membawaku ketepian.

"Saya datang kesini untuk menemui kamu." Ujarnya sambil menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan rawon sebagai lauknya.

"Suapin." Ujarku. Bukanya manja, hanya saja tanganku masih terasa kebas.

"Saya datang dan mencari kamu. Tahunya, kamu malah melakukan percobaan bunuh diri."

"Uhuk, uhuk." Aku tersedak makananku sendiri. "Aku tidak melakukan itu." Ujarku menyangkal.

Benar kok, aku tidak melakukan semua itu secara sadar. Semua itu di bawah kendali alam bawah sadarku.

"Aku pingsan berapa jam sih mas?"

"Tiga."

"Tiga jam?" Kagetku.

Ia mengangguk sembari menyuapiku lagi.

"Kenapa melamun disana sendirian?"
Tanyanya.

Aku mengedipkan bahuku acuh, tanpa menjawab pun seharusnya dia tahu jawabanya.

"Karena saya?"

"Hu'um" Aku mengunyah rawon dengan khusyu.

Orang orang seperti mengerti dan memberi kami ruang. Buktinya, setelah kerumunan berangsur bubar tinggal kami berdua disini.

"Saya minta maaf." Dia menjeda ucapanya.

"Saya dan Aleena sudah berakhir. Memang seharusnya hubungan tidak sehat itu berakhir sejak lama."
Tuturnya.

Aku masih mendengarkan dengan seksama. Fakta jika aku hampir saja tiada karena tenggelam, membuatku lemot untuk berpikir tentang masalah yang terlalu serius. Jujur, aku masih shok jika mengingatnya.

"Saya sempat trauma berat sebelum akhirnya mengidap anxiety ini."

"Saya, sempat berpikir untuk tidak pernah berkomitmen sama sekali dalam hidup saya."

Deg

Aku menghentikan sejenak kunyahanku. Dia tersenyum tipis, lalu kembali menyodorkan sesendok nasi penuh ke hadapan bibirku.

"Saya pikir berkomitmen itu hanya akan merugikan kedua belah pihak, jika pada akhirnya ego yang lebih di pentingkan."

"Saya benci fakta jika berkomitmen hanya akan membuat seseorang yang saya sayangi tersakiti ataupun sebaliknya."

Aku mencoba memahaminya semaksimal mungkin. Dia mulai terbuka dan mencoba menguak misteri kelam dimasalalunya.

"Alana--dia hamil dengan pria lain dan menghancurkan komitmen yang sudah bertahun-tahun kami buat." Ujarnya tegar.

Walaupun aku tahu ia berusaha sekuat tenaga untuk melawan ketakutan terbesar dalam hidupnya.

"Dan lagi, penghianatan itu harus membuat hubungan lainnya hancur." Lanjutnya bercerita.

"Saya pikir, apa yang membuat seorang pria berpaling dari pasanganya hanya karena jenuh atau bosan dan mencari sensasi baru, hingga tercipta suatu hubungan terlarang. Tetapi, nyatanya ada alasan lebih dibalik itu. Dia bukan saja mencari kesenangan baru, tapi mempermainkan dan menjadikanya sebagai budak nafsu bejadnya."

Aku mengerti, fakta ini pasti menyakiti hati Afka. Dia tidak menitihkan air mata, tetapi aku tahu jika hatinya terluka cukup parah.

"Pria brengsek itu, ayah saya."

Deg

"Orang yang membuat saya benci akan komitmen, karena dia yang selalu menjunjung tinggi komitmen itu malam mengkingkari perkataanya sendiri."

Aku beralih, memeluknya yang mulai mengalami ketakutanya. Afka berusaha keras untuk melawan ketakutanya dengan bercerita semua ini kepadaku. Aku juga sudah menyarankanya untuk konsultasi kebeberapa psikiater yang ahli dalam bidangnya. Tapi dia selalu menolak dengan dalih tidak apa apa.

Tapi kini, saat dia bercerita sedalam ini ia kembali luka. Hatinya masih rapuh, karena goresan luka trauma berat dimasalalu.

"Pria brengsek itu juga yang telah membuat Alana mengkhianati komitmen kami."

Pada dasarnya, luka di hati yang terpendam memang jauh lebih menyakitkan ketimbang luka fisik. Putra mana yang terima, jika ayahnya merusak kebahagianya. Merenggut cintanya, hingga meninggalkan luka trauma begitu dalam. Definisi setiap trauma yang diberikan masalalu memang berbeda bagi tiap individu.

Namun untuk Afka, kurasa adalah definisi terberat. Bukan berkali-kali ia tersakiti karena komitmen yang di alaminya kandas karena penghianatan. Secara mendetail, saat ia bercerita. Semua lukanya mengalir begitu saja tanpa sekat. Membuatku juga merasakan adanya kehadiran luka menyakitkan yang masih menganga tersebut.

Setidaknya, sebagai pendengar yang baik besar harapanku untuknya. Semoga saja dengan cara ini pengap dan sesak di rongga dadanya bisa menguap sebagian.

"Menangislah, jika itu membuat mas lebih baik."

Karena terkadang, air mata adalah alternatif untuk mengeluarkan, juga mencurahkan sesak dan sakit dihati.

___________

To Be Continue





Aruna kembali update🖑🖑
Jangan lupa tinggalkan jejaknya *Vote, komentarr, like & share.*
OK, jumpa lagi nanti
Maaf jika typo masih bertebaran🙏





Sukabumi 01 Agust 2020💜
Revisi 09 Januari 2021

My Mysterious Dosgan : Dosen Ganteng (Lengkap)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ