Chapter 5 - Paralel 2728

Start from the beginning
                                    

Pria itu pun segera mengembalikan ponselnya.

"Lain kali, kalau foto. Posisi gue harus di depan."

"Dih," sindir Fisika. Ia buru-buru melihat hasil jepretan Sagi dan kembali menyimpan ponselnya.

.
.
.

Sebelum mendekati area berdinding, tiga sekawan ini melewati sebuah kota yang bangunannya ditinggal begitu saja. Suasana tempat itu sepi dan senyap, beberapa motor tua yang berkarat dibiarkan begitu saja di kanan dan kiri jalan

"Zar," kata Fisika. "Gue haus banget. Di sini gak ada yang jualan? Kaki gue udah cape. Istirahat dulu boleh?"

Izar menggeleng.

"Belum saatnya kita istirahat."

"Tapi kita udah berjalan 2 jam loh," ngerutu Fisika."

Izar pun berhenti melangkah. Melalui kacamatanya, ia melakukan scanning informasi tentang kota yang mereka datangi, sedangkan Sagi sibuk memeriksa sebuah toko yang pintunya sedikit terbuka.

"Kalian berdua enak." Fisika kembali berucap. "Yang satu punya teknologi keren, yang lainnya punya mana sihir. Hanya gue di sini yang perannya kayak gak guna."

Fisika memilih berjongkok di dekat tiang listrik tua. Matanya menunduk pada kerikil kecil di aspal jalan.

Sesaat, Fisika memperhatikan batu-batu kecil tersebut seolah bergetar dan terangkat ke udara. Semakin ditatapnya, benda itu terus bergerak dengan pola yang beraturan.

"Bigbos!" Izar berseru nyaring saat Sagi sudah mendobrak masuk sebuah toko. Pria itu pun segera menoleh mencari Fisika.

"Fis!"

Tanpa sempat mengucapkan apapun. Izar menarik lengan Fisika secara kasar dan menyeretnya menyusul Sagi.

"Bigbos," seru Izar dengan denyut nadi berdebar. "Bigbos udah melakukan scanning?"

Sagi yang sedang sibuk meneliti dan memeriksa obeng dari etalase toko mengganguk kecil.

"2728 adalah dunia bekas musibah banjir besar akibat kurangnya populasi pohon yang menenggelamkan hampir seluruh wilayah selama berbulan-bulan. Kemudian setelah kejadian tersebut. Kota ini penuh dengan sampah yang tidak didaur-ulang, maka bumi 2728 menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah elektronik dan plastik, sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam."

Sagi lalu melemparkan sebuah obeng ke arah Izar dan Izar malah menyerahkannya pada Fisika.

"Bawa itu!" seru Sagi. "Sepertinya akan berguna. Tempat ini terbagi dua teritorial. Wilayah dalam gerbang dan wilayah luar gerbang."

"Tunggu sebentar," sela Fisika. "Kalian berdua menggunakan teknologi scanning wilayah dan pemetaan, bukan?" Fisika melirik Izar.

"Benar. Kacamata gue bekerja sebaik itu. Lo hebat juga bisa langsung tahu." Izar terkekeh.

"Ya, sekali lihat juga tahu. Ada fitur aneh yang gue lihat," sahut Fisika. "Tapi, kalian pasti gak berpikiran kita bakalan jalan kaki sampai ke area dinding itu bukan? Sumpah! Gue nyerah dech kalau di suruh jalan kaki terus. Betis gue bisa bengkak! Ah, itu dia!"

Lampu pijar di kepala Fisika mendadak menyala terang dan dia menyeringai kepada Sagi.

"Lo bisa menggunakan sihir gak? Apa gitu? Manggil hewan mistis. Naga mungkin? Atau pegasus? Unicorn juga gak masalah. Apapun yang bisa mempercepat perjalanan kita."

Sagi hanya terdiam dengan sorot datar. Matanya pun berpaling ke arah kabel-kabel dan peralatan onderdil dalam toko. Tempat itu acak-acakan dan berantakan. Pemiliknya mungkin sudah meninggalkan tempat tersebut dengan terburu-buru.

Kuanta (End)Where stories live. Discover now