"Jeno aku aja yang mandiin, Yong. Kamu makan aja yang banyak ya? Kamu kurus tau, jangan sampe saingan sama aku. Aku sih udah kurus dari lahir." Ten meninggalkan Taeyong dan Jaehyun berdua saja di meja makan.

Jaehyun memanfaatkan waktu ini untuk bicara pada Taeyong. Ia sangat penasaran, kenapa ia baru tahu semua ini setelah sepuluh tahun sejak mereka berpisah.

"Kenapa ga pernah cerita sebelumnya?"

"Buat apa?" Taeyong membalas datar.

"Taeyong, kita putus bukan berarti kita ga bisa saling bantu. Kenapa kamu ga bilang kalau si Mingyu brengsek itu sering nyakitin kamu."

"Udahlah mas, ga usah dibahas lagi."

"Taeyong... Ga gini caranya! Sekarang kamu bikin aku ngerasa bersalah. Karena aku, kamu harus berakhir sama laki-laki brengsek itu. Karena aku, kamu harus ngalamin-"

"Ngga mas, aku yang milih dia duluan. Bukan karena mas aku berakhir sama dia. Gausah ngerasa bersalah. Mas ga ada hubungannya sama sekali."

Jaehyun meninju meja makan dengan kesal. Kenapa Taeyong begitu tertutup padanya? Ia hanya ingin membantu.

"Kamu tau ga, semakin kamu bersikap kayak gini, semakin aku penasaran sama kamu. Taeyong, kamu tau kan perasaan aku? Dari dulu sampe sekarang, ga pernah berubah."

"Mas gila kalo gitu. Inget mas, udah ada kak Ten sama Jaemin."

"Aku sayang mereka! Tapi aku juga masih cinta-"

"Papa~"

Jaehyun menghentikan kalimatnya. Putranya, Jaemin, datang ke meja makan sudah berpakaian rapi dengan seragam TKnya. Ia tak mau mengambil resiko melanjutkan pembicaraan yang mungkin akan didengar Ten.

"Kita omongin lagi nanti di kantor."

.
.
.

Selama di kantor Taeyong terus mengabaikan Jaehyun. Bisa dengan pura-pura tidak dengar saat dipanggil, mengalihkan pembicaraan, atau pura-pura menerima telepon dari karyawan lainnya. Pokoknya apa pun akan Taeyong lakukan agar mereka tidak lagi melanjutkan pembicaraan di rumah tadi.

Karena muak terus diabaikan, Jaehyun berlaku nekat. Ia meraih tangan Taeyong yang sedang berjalan melewatinya seolah ia tak ada. Saat Taeyong sudah berada dalam kuasanya, ia tarik yang lebih kecil menuju tangga darurat. Dengan kedua tangannya di sisi tubuh Taeyong, ia mengunci pergerakan pria itu.

"Taeyong! Liat aku!"

Taeyong memalingkan wajah, tak ingin menatap Jaehyun tepat di matanya. Ia juga tidak berontak. Khawatir kalau ia berontak malah akan menimbulkan keributan dan diketahui oleh orang lain di kantor.

"Jangan menghindar lagi, Yong. Aku bisa gila!"

"Mas kan emang udah gila?"

"Iya! Gila karena kamu. Coba kamu jujur! Bukan cuma aku yang ngerasa begini, kamu juga kan? Jujur Taeyong! Kamu bener-bener udah ga anggap aku kayak dulu lagi?"

"Iya."

"Bohong kamu! Kamu pikir aku ga tau? Sikap kamu jelas nunjukkin semuanya!"

Taeyong menggigit bibirnya. Ia sendiri pun tahu kalau ia tak akan pernah berhasil membohongi Jaehyun.

"Ya terus kenapa?! Kalau aku masih ada rasa sama mas, terus kenapa?! Mas mau ngajak aku main belakang?! Jangan gila mas! Inget kak Ten! Inget Jaemin!" Seru Taeyong terengah-engah.

Jaehyun tersenyum miring. Ia sudah mendapat apa yang diinginkannya. Sudah cukup untuk saat ini. Ia tak ingin terburu-buru.

"Nggak. Yang penting sekarang aku tau perasaan kamu. Satu yang harus kamu tau, Yong. Aku ga akan nyakitin kamu kayak si brengsek Mingyu."

Taeyong menangis saat Jaehyun meninggalkannya. Selemah itu ia di depan Jaehyun. Kenapa? Kenapa traumanya pada Mingyu tidak lantas membuatnya melupakan atau membenci Jaehyun? Toh mereka sama-sama pria brengsek.

.
.
.

Taeyong sudah mengemasi barang-barangnya dan Jeno. Besok pagi mereka akan pindah ke kontrakan baru. Meskipun Ten sudah menahannya, Taeyong bersikeras ingin pindah. Sudah cukup ia menghadapi Jaehyun di kantor. Ia tak mau lagi menghadapinya di rumah.

Namun, takdir sepertinya tidak menyukai Taeyong. Keesokan paginya saat mereka akan berangkat, Ten tiba-tiba merasakan nyeri di dadanya. Taeyong panik karena Jaehyun sedang memanaskan mobil dan hanya ada ia di samping Ten.

Jaemin sudah menangis melihat ibunya kesakitan. Sementara Taeyong hanya bisa berteriak minta tolong sekencang-kencangnya sambil menopang tubuh Ten yang sudah ambruk. Untungnya ada Jeno yang tidak panik. Taeyong meminta putranya itu untuk memanggil Jaehyun di garasi.

Jaehyun segera muncul setelah dipanggil Jeno. Dengan sigap ia mengangkat tubuh Ten ke dalam gendongannya. Taeyong tak bisa berpikir apa-apa lagi selain menggiring anak-anak untuk mengikuti Jaehyun.

Ten dibaringkan di kursi belakang. Taeyong ikut naik untuk memangkunya. Anak-anak duduk di depan di samping Jaehyun. Tujuan mereka yang semula adalah kontrakan baru Taeyong berubah menjadi ke rumah sakit.

.
.
.
.
.

Bersambung

In Between [JaeYong version]Where stories live. Discover now