𝗠𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗯𝘂𝗿 𝗕𝗶𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶 𝗝𝗮𝗸𝗮𝗿𝘁𝗮

Start from the beginning
                                    

"Cha, gausah dipikirin, gue juga mengalami yang serupa. udah biasa. jangan patah semangat. lu punya bakat dan gue liat-liat, hasil karya lu bagus kok," hibur Kevin sembari mengunyah smores pertamanya. "Smores?"

"Thanks," aku mengambil smores dari tangan Kevin.

"Jadi, udah pada ngomongin apa aja?" tanya Kak Jeje yang baru aja bergabung.

"Yah gitulah, bang." Kevin menggerakkan bahunya, membuat kepalaku sedikit bergeser.

"Enak banget kamu, Gem. Lendat-lendotan sama Kevin," tukas Kak Jeje sembari menyerutup Milo nya. Kemudian ia meraih gitar yang ada di sampingnya dan mulai memainkan gitarnya sembari humming mengikuti permainan gitarnya.

"Tapi lo emang gak risih, Vin. I mean, lo punya pacar kan?" aku menegakkan posisi dudukku dan memandang Kevin.

"Cha, lo tuh udah kayak kembaran gue. lagian cewek gue kan tau lo ga akan bisa nge-geser posisi dia," Kevin sedikit tergelak melihat tingkahku. Memang, karena kami seusia dan sama-sama pernah tinggal di Canada dulu, kami berdua sangat akrab. Bukan hal baru jika kalian melihat Kevin merangkul atau memelukku layaknya kami bukan kawan lawan jenis.

Aku tersenyum lalu menengadah, menatap langit dengan tatapan takjub. banyak sekali, bintang bertaburan di langit. Ini jarang banget terlihat di Jakarta. biasanya langit didominasi warna kelabu karena kabut asap kendaraan yang begitu banyak memenuhi ibu kota.

"Jarang bisa liat bintang," ujarku.

"Twinkle, twinkle little star, how i wonder what you are~" Kak Jeje mengumandangkan lagu nursery rhymes yang diajarkan mama semasa kita kecil dulu diiringi dengan petikan lembut gitarnya.

"Up above the world so high," lanjutku sambil memandang indahnya langit bertabur bintang malam itu.

"Like a diamond in the sky," Kevin melanjutkan.

-klik-

pintu yang menyembungkan rooftop dengan loteng seketika terbuka, membuat kami bertiga berhenti bernyanyi dan menengok ke arah pintu tersebut. Sesosok pria jangkung berambut hitam legam dengan potongan under cut muncul dari balik pintu.

"Je, Vin, Gem, ada ayam panggang di bawah tuh, dikirimin bang Sakala katanya," ujar pria itu sembari berjalan mendekat. semakin dekat, samar-samar terlihat lah sosok bening di tengah gelapnya malam yang didominasi bintang itu.

"Kak Tristan?" aku berusaha menebak siapa sosok jangkung itu. "Kak Tristan, kan? bener?" aku menyipitkan mataku.

Yang dipanggil berjalan mendekat sembari tersenyum. senyumnya itu, loh. bikin adem hati yang lagi gundah. "Iya, aku," Kak Tristan mengangguk.

"Liat deh. bintangnya banyak," Aku menarik lengan kemeja Kak Tristan yang sudah sedikit lecak lantaran seharian dipakai beraktivitas.

"Iya, bagus ya. Gema apa kabar?" Tanya Kak Tristan membuat aku menggelengkan kepala.

"Nggak baik, capek," keluhku.

"Loh, kenapa capek?" Kak Tristan kemudian duduk di samping ku.

"Ya gitu, kangen aja liat papa mama bangga sama Gema. kayak dulu waktu gema menang lomba-lomba waktu SMA. sekarang tuh papa mama selalu nyalahin Gema karena Gema ngambil jurusan DKV," ujarku, kini mataku menatap kosong ke arah api unggun kecil yang apinya semakin redup.

"Gem," Kak Tristan mengenggam tanganku. telapak tangannya hangat. "Kakak bangga kok sama Gema, Kak Jeje juga pasti bangga sama Gema."

"Udah ah, ga usah sedih lagi, Cha. lu punya kita, support system lu," Kevin merangkulku.

"Iya, dek. kamu punya kita semua," Kak Jeje juga tersenyum.

"Kalian pasti laper, makan yuk. Angga, Naufal sama Juna juga udah nyariin Gema dari tadi," Kak Tristan berdiri dari tempat duduknya dan membantuku untuk berdiri. Tangannya nggak sedikitpun lepas dari tanganku. Pacar Kak Tristan pasti seneng deh, tiap hari dapet afeksi macam ini dari cowok seganteng dirinya.

nggak lama setelah itu, kami turun dari tangga dan berkumpul bersama yang lainnya di ruang makan. tanpa aba-aba, aku langsung berlari ke arah Naufal yang merentangkan tangannya, siap buat memelukku.

"Be Strong, Gem. kita ada buat lo. Tuhan juga ga pernah ninggalin lo," Bisik Naufal sembari melepas pelukannya dan memakaikan gelang metal berwarna perak di tangan kiriku.

"Kita semua pake yang sama, Kak Gem. Kak Gem selalu jadi bagian dari kita," Eric tersenyum sembari menunjukkan gelang di tangan kirinya.

"Lo tangguh, bahkan lebih dari kita semua digabung, Gem," Kini Arjuna menepuk bahuku, memberikanku semangat.


mereka support system ku. aku nggak akan rela meninggalkan mereka atau menukar mereka dengan apapun. Aku sekarang bersyukur, ditengah berat dan penatnya fase kehidupan ini, ada mereka, lelaki tangguh di kos-kosan Pak Handi.

----- bersambung

𝙂𝙚𝙢𝙖 | 𝙠. 𝙮𝙝. [𝙏𝙧𝙞𝙨𝙩𝙖𝙣 𝙇𝙖𝙯𝙪𝙖𝙧𝙙𝙞]Where stories live. Discover now