Fix, dia bohong kepadaku bukan?

Sesulit itukah berkata jujur kepadaku? Tetapi nyatanya, dia memang berbohong kepada diriku bukan? Afka memilih menyembunyikan identitas wanita itu. Adik dari almarhum tunanganya. Siapa sangka, sosok itulah yang selama ini dekat dengan Afka. Lantas, kenapa dia membuatku menjadi kekasihnya.

Itulah yang hendak aku tunggu jawabanya dari Afka secara langsung. Tapi sebelum itu tiba, aku akan menunggu Afka introfeksi dahulu dengan apa yang salah dari perbuatanya.

Derrtt
Derrtt

"Na, HP lo bunyi mulu nih?" Aku menoloeh refleks.

Sepertinya itu telpon dari Afka lagi. Biarlah, lagi pula dia tidak bosan apa. Hari ini saja, ada lebih dari seratus misscall darinya. Tidak bosan apa dia menelponku. Padahal aku selalu menolak panggilan telpon darinya.

"Biarin aja, paling juga rentenir BaKos." Ujarku asal, sambil kembali membolak balikan jagung yang sedang aku bakar.

"Ini dari mbak Reni kok?"

"Mbak Reni?" Bingungku, mau apa mbak Reni menelponku.

Setahuku, aku sudah bilang jika dua hari ini aku akan menginap dirumah Doyyeng. Lantas, untuk apa dia menelponku.

"Hallo, iya. Ada apa ya mbak?" Tanyaku akhirnya, mengalah dan menjawab telpon dari mbak Reni.

"Eh Una, akhirnya diangkat juga."
Serobot sebrang sana.

"Ada apa mbak?"

"Ada apa, ada apa! Ini Bakos mau digimanain?"

"Bakos?"

"Dia ada di depan kosan kamu dari pagi."

Deg

"H-ah, terus?"

"Lah begok, malah terus terus. Dia nungguin kamu Una." Kesal mbak Reni disebrang sana.

Lagi pula, siapa yang menyuruhnya menungguku coba. Aku tidak menyuruh tuh!

"Balik cepet, dia mau nunggin kamu sampe pulang katanya."

"Bodo amat."

"Elah, anak orang na. Kasihan."

Aku diam sejenak, ia juga ya.

"Tuh 'kan diem, dia juga kayaknya lagi kurang fit na. Demam kayaknya."

'Demam?' Batinku. "Mbak tahu dari mana?" Tanyaku.

"Feeling. Bakos kayaknya lagi meriyang kek nya."

"Meriyang?"

"Merindukan kasih sayangmu, maksudnya, hehe." Terdengar tawa kecil sayup sayup, dari sebrang sana.

Apa benar dia sakit? Apa anxiety yang dialaminya kambuh lagi?

Aku mulai tidak tega membayangkanya. Dia itu selain mahluk tuhan paling tidak peka, dia juga acuh terhadap dirinya dan orang di sekitarnya. Aku jadi khawatir, bagaimana jika dia ngeyel tetap menungguku dalam keadaan sakit. Bisa bisa, dia semakin parah sakitnya nanti.

"Oii, lo kenapa?" Tanya Doyyeng yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Mandi sono, cakep cakep jorok lo. Jarang mandi!" Aku mendengus kecil, lalu meraih bathrobe putih yang di pinjamkan Doyyeng.

Rumah Doyyeng memang sudah seperti rumah sendiri untuk diriku. Orang tua Doyyeng juga selalu membuka pintu rumahnya lebar lebar untukku. Katanya, tidak perlu sungkan untuk tinggal bersama mereka. Mengingat Doyyeng juga sangat dekat kepadaku.

My Mysterious Dosgan : Dosen Ganteng (Lengkap)Where stories live. Discover now