Mereka juga tahu, akhir akhir ini aku sering membuat postingan berbau bau cinta. Mereka pikir aku pasti bucin saat ini. Lagi pula, isi postingan akun instagramku akhir akhir ini banyak menggunakan kata kunci 'Dia' sebagai pokoknya. Pastilah, mereka akan banyak tanya pada akhirnya.

"Elah, ngelak aja loh."

"Noh, postingan lo gini mulu seminggu ini." Ujar Cika sambil memperlihatkan layar handphonenya.

"Lo udah punya pacar baru?" Kini giliran Rangga yang bertanya.

"Gercep amat Ga, nanyanya. Demen lo ama si Una?" Goda Ajun yang duduk di samping Rangga.

"Kalo iya memang kenapa? Kita sama sama jomblo, so fine fine aja." Ujarnya santai.

"Sa'ae lo somat. Elastis banget tuh bibir kalo bicara." Sindir Cika sambil mengumbar gelak tawanya.

Selain Doyyeng dan Cika, Ajun dan kawan-kawanya juga akrab denganku. Kami terkadang hangout bareng, atau sekedar main ke ancol atau timezone di akhir pekan.
Mereka semua baik-baik juga humble, membuatku nyaman jika bergabung bersama mereka.

"Kalo mau jadian sama Una--ku sayang, langkahin dulu mayat gue."
Ujar Ajun, lagaknya.

"Sans ae lah somat." Jawan Rangga santai.

"Dasar, aneh lo pada."
Ketusku.

Cika dan Doyyeng malah tertawa girang di sampingku, sambil menikmati pizza mereka dengan topping extra sosis dan daging.

Saat sedang asik asiknya mengobrol, mataku tak sengaja bersirobak dengan sosok familiar di ujung tempat ini. Manik kami saling berkunci untuk beberapa saat. Mata tajam bak elang juga rubah dalah satu waktu, menatapku tajam dalam waktu bersamaan. Aku menatapnya datar, beralih ke sampingnya.

Seorang wanita berdress putih gading, tengah duduk sambil memeluk lenganya possesive. Memamerkan kepada dunia, jika pria di sampingnya adalah miliknya.

Aku beŕalih, memutuskan kontak mata diantara kami. Kembali menatap Ajun dan Rangga yang ada di hadapanku. Bohong, jika aku tidak terpaku manik tajamnya yang menakutkan itu. Hanya saja, dekat denganya beberapa waktu ini. Membuatku terbiasan akan sorot tajamnya tersebut.

Lagi pula, aku tidak sedang berselingkuh disini. Adanya, dia yang ke--geep tengah menggandeng wanita lain. Aku fine fine saja, bukan berarti melihatnya dengan wanita lain aku akan langsung mengamuk. I'am sorry, aku tidak se--barbar itu.

Di putuskan saat kami sudah berpacaran bertahun tahuñpun, aku tidak mengamuk menjadi manusia barbar. Menurutku, masalah hati cukup diselesaikan oleh kita sendiri. Toh, kita sudah sama-sama dewasa, tahu mana yang benar dan mana yang salah. Begitupun juga dengan diriku, wanita yang tipikal selalu mendengarkan penjelasan sebelum menghakimi.

Biarkan saja Afka menjelaskanya nanti, dan aku akan memberikan jawaban sesuai penjelasanya nanti. Karena aku tahu, dia itu sosok yang sulit ditebak. Belum lagi, dengan masalah kecemasan yang dialaminya. Aku tahu, saat gangguan kecemasanya itu kambuh, dia akan butuh sebuah penenang. Dan aku tahu pasti, penenang apa yang dimaksud olehnya.

-•°♡°•-

"Saya butuh bicara."

Deg

'Astagfirullah haladzim.' Gumamku kecil, terkejut.

Bagaimana aku tidak terkejut, saat membuka pintu dia muncul begitu saja dihadapanku. Menerobos masuk, tanpa izin sedikitpun kepadaku.

"Besok saja, sekarang sudah malam."
Ujarku pelan, tapi pasti dapat di dengar olehnya.

Aku tidak bohong, saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Dia mau bicara katanya, dengan keadaan diriku yang sedang mengenakan masker seperti ini. Hah, tidak lucu sekali.

My Mysterious Dosgan : Dosen Ganteng (Lengkap)Where stories live. Discover now