Chapter 2 - Hyperspace

Start from the beginning
                                    

Fisika berusaha menyelip di tiap celah kendaraan dengan gesit. Dia mungkin akan terlambat jika harus mengikuti arus kendaraan.

Matahari bersinar cerah. Yap, secerah harapan setiap makhluk tentang keberhasilan hari ini. Fisika tiba di Veorovia Cafe And Book dengan tubuh cukup berkeringat. Ia merapikan rambutnya di parkiran sebelum masuk bertemu Izar.

Bagaimana pun, penampilan bagi Fisika adalah nomor satu dalam pekerjaan. Cafe itu cukup sepi saat Fisika berjalan masuk.

Belum ada pengunjung lain, selain Izar yang tampak sibuk dengan laptop di atas meja. Penjaga cafe pun, tidak terlihat batang hidungnya.

"Lo sendiri?" tegur Fisika seraya menarik kursi untuk duduk.

"Harusnya salam dulu," balas Izar tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.

"Maaf. Pagi Izar. Lo sendirian? Sagi gak ikut?" ujar Fisika dengan wajah datar. Dia kembali memandang sekitar cafe. Lalu mata cokelatnya terhenti di deretan rak penuh buku.

"Dia akan datang. Lo udah siap?"

Sekarang, laptop di depan Izar telah dipadamkan. Fokus pria itu, kini mengarah pada Fisika yang memakai kemeja putih dilapisi cardigan warna hijau alpukat.

"Siaplah. Gue kan udah di sini. Jadi, pekerjaannya gimana?" Fisika sudah sangat penasaran. Matanya menatap Izar dengan penuh harap.

"Sebagai penulis sains fiksi. Lo percaya tentang teori di dalamnya?"

"Gue gak ngerti. Maksud lo apa?"

"Lo percaya tentang dunianya? Paralel? Multiverse?"

"Gue percaya. Seperti gue percaya akan keberadaan naga."

Mata hitam Izar semakin memandang Fisika dengan dalam.

"Jika dunia paralel itu ada. Apa lo percaya?"

"Percayalah. Apaan sih tanya-tanya gini? Jangan bilang, lo mau uji gue lagi dengan soal-soal aneh. Plis deh, Izar. Kita ini bukan anak sekolah lagi."

Perasaan kesal perlahan memenuhi relung hati Fisika. Dia sudah hapal betul tabiat Izar.

"Jujur aja. Lo mau jadiin gue patner bincang untuk cerita lo. Apa gimana nih?" tanya Fisika kembali. Izar sendiri mulai menarik diri dan menyandarkan punggung dibalik kursi.

"Gue ingin, lo bantu gue kumpulin permata biru untuk tanah kelahiran gue. Benda itu disebut Flower Winter, permata tersebut jatuh menembus celah tiap dimensi saat terjadi pertikaian beberapa waktu lalu."

Izar menghentikan ceritanya. Ia memberi jeda sejenak untuk Fisika memahami maksudnya. Namun gadis scorpio itu malah tertawa terpingkal-pingkal.

"Premis yang bagus. Lo pengen gue jadi beta reader atau ngajakin collab buat nulis nih?"

Izar menggeleng kecil. Reaksi yang wajar bagi diri tiap manusia.

"Gue serius," jelas Izar. "Gue ingin lo bantu gue kumpulin permata biru demi menjaga keseimbangan tiap dimensi. Lo mungkin mengganggap hal ini tidak masuk akal. Tapi gue bakal buktiin ke lo. Kalau dunia paralel itu ada."

Kuanta (End)Where stories live. Discover now