S - Acara Mendatang

771 157 164
                                    

S - A C A R A M E N D A T A N G

***

PERGI SAJA DARI DARUL AKHYAR!

Aku meremas kertas yang diselipkan seseorang dalam bangku. Menghela napas adalah satu-satunya yang bisa kulakukan untuk meredam amarah. Dibantu dengan mengucap istigfar agar pikiranku sedikit teralihkan.

Kelas masih kosong, belum ada santri yang datang kecuali aku. Walaupun aku terkenal bandel, dan tukang mager garis keras. Tapi belum pernah dalam sejarah, aku terlambat datang ke sekolah. Bahkan untuk datang di atas pukul setengah tujuh saja belum pernah kulakukan.

Dari awal menginjakkan kaki di Darul Akhyar, aku memang suka berangkat pukul enam pagi. Sama seperti kebiasaan Yayah saat mengantarku ke sekolah ketika masih di sekolah dasar. Bedanya, jika di SMP aku nggak punya alasan khusus selain suka dengan kesejukan embun di pagi hari. Di bangku SMA berbeda lagi. Ada alasan mendasar mengapa aku selalu datang paling pagi.

Salah satu alasannya adalah ini, coretan tip-ex di atas mejaku. Sederet kalimat makian yang entah dari siapa datangnya. Aku nggak mau suuzon, karena toh nggak ada manfaatnya. Terus merasa curiga pada setiap orang, bikin hati kita tuh nggak tenang. Aku yakin, Allah pasti akan mengungkap orang-orang di balik ini semua. Mau dalam waktu yang cepat, atau lambat.

"Dasar orang-orang iri," ucapku tersenyum simetris. "Emang susah jadi artis, ada aja haters bertebaran."

Aku membuka ransel, mencari botol minyak kayu putih untuk menghapus bekas-bekas tip-ex ini. Nggak mau anak-anak protes karena baunya yang menyengat, jendela-jendela pun kubuka lebar-lebar agar bau dari minyak kayu putih ini cepat menghilang. Sepintas, saat aku membuka dua daun pintu, Eren berjalan sembari menunduk di depan kelas.

"Sudah sarapan, Ren?" Aku menegurnya dengan pertanyaan basa-basi. Kami nggak biasa ngobrol di tempat umum yang banyak pasang mata melihat. Hanya di waktu-waktu seperti ini saja aku bisa menyapanya. Setelah aku, Eren adalah anak teladan kedua yang sering datang pagi ke sekolah.

Gadis pendiam itu berhenti. Masih dalam keadaan menunduk, ia menganggukkan kepala. Kemudian lanjut berjalan menuju kelasnya yang sama-sama sepi. Kadang aku penasaran bagaimana Eren beradaptasi di kelasnya yang sekarang. Saat kelas sepuluh, kami pernah satu kelas. Dan satu-satunya teman yang selalu ia sambangi mejanya hanyalah aku.

Duh, kenapa pula aku kepo sama masalah orang? Masalahku sendiri sudah menggunung gini. Mungkin Eren hanya belum menemukan celah, atau belum berani bergabung bersama kami lagi. Pasti ada waktu yang tepat. Dia juga nggak mau kan terus sendiri, canggung dan masa iya mau meninggalkan Darul Akhyar tanpa pelukan dari teman-temannya?

"Yaaah, tinggal dikit," gumamku kecewa ketika mengecek kembali botol berwarma hijau di meja. Minyak kayu putih yang masih tersisa mungkin cuma tiga sampai empat tetes, mana bisa menghapus coretan sebanyak ini?

Aku coba berpikir sejenak. Sempat terbesit ide untuk meminta minyak kayu putih di UKS, tapi cepat kutepis. Petugas akan bertanya kenapa aku membawa minyak kayu putih UKS ke kelas, dan aku nggak bisa berbohong buat nutupin biar nggak kena masalah baru. Sekali seseorang berbohong maka, akan muncul kebohongan-kebohongan lain yang terus mengikuti untuk menutupi kebohongan sebelumnya.

Sembari otakku terus memikirkan bagaimana cara menghapus sisa coretan ini. Tanganku bekerja sedikit demi sedikit menghapus dengan minyak kayu putih seadanya. Nggak bisa dihindari, jemariku ikut berwarna putih karena bekas tip-ex yang menempel.

"Selesai, tinggal dikit aja sisanya." Aku menghela napas. Melirik ke arah jendela di gedung sebelah, berharap Binar sudah datang.

Dan memang ya, kalau jodoh nggak akan ke mana. Baru juga dibatinin, cowok berkulit putih itu benar-benar muncul. Ia baru saja datang, mendorong pintu kelasnya dan berjalan ke arahku yang melambaikan tangan.

ASA [TERBIT] ✔️Where stories live. Discover now