4

209 35 22
                                        


You or me, one of us is a fool
We can not go nor approach one another
I saw you staring at him
I tried to comfort myself and my eyes filled with tears

Because for me you're so pretty
In the end we became friends

-Best Friend, Ikon
-------------

Hari ini seperti biasanya, sebelum berangkat sekolah Lia menyempatkan diri untuk sarapan. Kakaknya yang sangat jarang di rumah itupun juga selalu menyempatkan diri untuk sarapan sebelum berangkat kerja. Lia sudah siap dengan menggendong tas abu-abunya dan memakai seragam sekolah kebanggaannya. Ia kemudian menutup pintu kamarnya dan bergerak menuju dapur.

"Udah siap dek?" tanya Yuta, yang ternyata sudah lebih dulu sarapan namun masih terduduk di kursi dapur. Pertanyaannya itu juga merupakan sapaan pagi menurutnya.

"Udah," jawab Lia seraya mengambil nasi dan lauknya kemudian duduk si samping Yuta.

"Gimana dek?" tanya Yuta tak jelas.

"Apanya yang gimana?" Lia menengok ke arah kakaknya itu, meminta penjelasan atas apa yang dipertanyakan.

"Gimana kamu sama Doyoung? Udah ada kemajuan belum?" jelas Yuta. Tangannya ia lipat di atas meja, seolah-olah ini adalah percapakan yang serius.

Lia memutar bola matanya dan menghembuskan nafasnya dengan kasar. Bosan dengan pertanyaan yang setiap hari di lontarkan oleh kakaknya. Bukannya menanyakan kabarnya, Yuta malah menanyakan tentang hubungannya dengan Doyoung.

"Bosen," ucap Lia lalu mengalihkan pandangan ke nasi beserta lauk pauk yang sudah siap untuk disantap.

"Bosen sama Doyoung?" Yuta kembali bertanya, tak paham dengan maksud ucapan Lia.

"Bosen sama pertanyaannya," jawab Lia, lalu ia memasukkan satu suap nasi ke mulutnya.

Yuta tertawa menanggapi jawaban adiknya itu, "Jangan bilang kamu mau jawab gini 'sampai kapanpun aku sama Doyoung cuma sebatas temen' kakak juga bosen denger kamu jawab gitu dek," ucap Yuta sambil menirukan cara bicara Lia yang bernada datar, tak lupa juga dengan wajahnya yang datar.

"Ya jangan tanya kalo bosen denger jawabannya."

"Emang kamu gak suka sama Doyoung?" Yuta kembali serius dan menatap adiknya dengan tajam.

"Gak," jawab Lia singkat tanpa ia fikirkan terlebih dahulu.

"Ah masa? Doyoung suka gak sama kamu?"

"Mana Lia tau." Sebenarnya Lia sudah geram dengan pertanyaan-pertanyaan kakaknya. Apalagi sekarang ia sedang sarapan, rasanya pasti sangat terganggu. Namun, karena ia jarang bertemu dengan Yuta, rasanya tak pantas jika ia mengabaikan pertanyaannya.

"Masa gak tau? Dari gerak-geriknya dia ke kamu tuh gimana? Dia rela nemenin kamu sampe kakak pulang aja tuh udah ketahuan dek, dia suka sama kamu." Yuta bertanya sekaligus memberikan argumennya.

"Dia kesini buat main game bukan nemenin," Lia membantah ucapan Yuta.

"Yakin cuma main game?"

"Iya," jawab Lia singkat. Tentu saja dia berbohong, tentu saja Lia tau kakaknya benar jika Doyoung ke rumahnya untuk menemaninya.

"Tadi malem dia ketiduran di sofa, kedinginan, digigitin nyamuk, kasian dek," ucap Yuta, menjelaskan bagaimana keadaan Doyoung yang ia lihat semalam.

"Terus?"

"Terus?? Ntar malem kasih selimut sama obat nyamuk ya," pesan Yuta, kemudian ia berdiri dan mengambil tasnya.

"Kakak berangkat. Hati-hati di jalan, belajar yang pinter," ucapnya lagi sambil mengelus pelan rambut adiknya. Lia yang masih makan hanya mengangguk, tanpa sempat bersalaman dengan Yuta.

I'm Not BadDonde viven las historias. Descúbrelo ahora