Netraku tertuju pada jepit berbentuk pita di atas meja sudut, aku meraihnya dan menatap dengan pandangan yang buram. Terlintas di benakku Sugar yang begitu menggemaskan mengenakan jepit ini untuk menghalau pandangannya dari poni.

Aku mendengkus lelah, kemudian beralih ke kamar bermaksud merebahkan diri, tapi lagi-lagi netraku menangkap sesuatu yang berkaitan dengan Sugar.

Daster Hello Kitty milikku yang terakhir kali dipakainya.

Segera kupungut dan kutaruh ke keranjang baju kotor yang sudah penuh.

Di sana terdapat baju-baju Jungkook yang pernah dipakai Sugar.

Rasanya aneh ketika aku sadar bahwa aku telah kehilangan sosok cerewet yang menemaniku beberapa hari ini.

***

Aku terlelap pukul tujuh dan terbangun saat pukul sepuluh. Belum makan dan mandi. Mendadak aku tidak bersemangat melakukan apa pun.

Aku beranjak dan menyalakan lampu rumah yang sengaja kumatikan, kemudian menuju dapur mengambil segelas air. Namun, belum selesai menegaknya, aku menyadari sesuatu yang janggal.

Deru angin yang begitu kuat berembus memasuki rumah, melalui salah satu jendela yang kini menerbangkan gorden.

Panik, aku langsung berhambur ke sana. Menutup jendela dan memastikan bahwa semua barang-barangku aman--mengingat kawasan di mana aku tinggal rawan maling dan penjahat.

Semuanya aman.

Terkecuali satu hal.

Aku tidak menemukan Sugar di mana pun.

Tidak di kamar mandi.

Tidak di dapur.

Tidak pula di kamarku.

Tidak juga di semua kolong lemari, meja atau kursi.

Debar jantungku berpacu. Keringat dingin mengucur deras, terlebih mengingat perkataan Jinyoung tentang tuan asli Sugar yang akan menjemput kucing itu tiga bulan dari sekarang.

Kalau Sugar hilang, apa yang harus kukatakan?

Tanpa banyak pikir, aku langsung keluar dan mencari kucing itu di mana pun. Meneriaki namanya seperti orang gila. Bertanya pada setiap pejalan kaki yang satu-satu lewat di kawasan perumahanku.

Satu jam aku menyusuri semua jalan, tapi tidak menemukannya di mana-mana. Tak kusadari, aku bahkan sudah jauh dari kawasan perumahanku. Kakiku mulai pegal dan jalanan mulai sepi.

Aku hampir menghubungi Jinyoung saat mendengar suara raungan dari sebelah kananku. Agak jauh, tapi suaranya masih terdengar jelas. Lekas aku mendekat pada sumber suara, merangsek ke semak-semak tanpa memedulikan ilalang yang menggores betisku.

"Sugar?" Aku bahkan tidak yakin kalau itu Sugar, tapi aku tetap bersikukuh akan mencarinya sampai ketemu.

Di ujung semak, aku menemukan dua ekor kucing. Yang satu berwarna putih dan yang satunya lagi berwarna hitam. Aku langsung mendekat tanpa melihat sebongkah batu besar yang akhirnya membuatku tersungkur dengan rasa perih yang naik hingga ke kepala.

Aku menangis, ditambah kucing hitam yang tadi kulihat bukanlah Sugar.

Rasa tanggung jawab dan kehilangan sepertinya semakin membuatku sesak. Aku memutuskan pulang dengan tertatih sambil menangis seperti bocah kanak-kanak yang baru direbut mainannya.

"Meow." Suara itu membuatku mendongak, seekor kucing calico mendekat padaku, mengusapkan tubuhnya di betisku yang kotor.

"A-aku harus pulang. Tidak bisa bermain denganmu," ucapku parau. Untungnya sekitarku begitu sepi. Aku tidak perlu malu menyedot ingus dan mengusap air mataku yang meleleh tak terbendung.

CATNIPWhere stories live. Discover now