1. Apa Kabar, Jae?

254 63 11
                                    

LAGI, Aku membenci langit malam ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

LAGI, Aku membenci langit malam ini.

Hujan turun seakan sengaja, membuat Aku hanyut lebih dalam pada memori-memoriku yang memang tak punya sedikit pun niatku untuk melupakannya.

Lucu sekali, saat Aku benci menangis, tapi Aku tak pernah menolak butiran bening dipelupukku ini terjun bebas, ketika suara merdumu lagi-lagi mengudara di benakku.

Kamu masih ingatkah? Mengapa Aku sangat benci menangis? Karena itu terlihat lemah. Aku tak mau terlihat lemah, walaupun pada diriku sendiri.

Tapi, Kamu, adalah orang yang dengan tidak bersalahnya menyaksikan air mataku, mmbuat Aku semakin membenci tangisku, Aku mati-matian menahannya agar tak terlihat oleh diriku sendiri, tapi air mata ini malah membuat Aku terlihat lemah di matamu.

Rasanya sekarang Aku memang benar-benar seperti orang gila. Kamu tahu kenapa? Karena dengan bisanya Aku seketika saja menangis saat Aku sedang tertawa.

Ketika senyummu melintas setiap kapan pun tak tahu waktu, senyum itu menular padaku. Namun, sesaat saja bisa berubah menjadi sendu, saat kuingat, bahwa senyummu, tawamu, dan segala kenangan manis dan pahitnya tentang dirimu, hanya bisa kusaksikan di dalam memori yang ku simpan rapat-rapat dengan tajuk kenangan itu. Memori yang takkan kubiarkan usang di telan waktu. Memori yang tak bisa ku tambah ceritanya ataupun kuulang masanys bersamamu.

Apa kabarmu, Jae?
Apa Kamu bahagia di sana?
Apa di sana menyenangkan?
Hingga Kamu lebih memilih pergi dan meninggalkanku tanpa perduli dengan tangisku?

Kamu pernah bilang, "Tenanglah, Aku tidak akan pernah membiarkan Kamu menangis. Apa lagi sampai meninggalkanmu, Gya. Bisa-bisanya Kamu akan menangis sebulan penuh, ya, kan?" dengan tawa kecil di akhir kalimat.

Tapi nyatanya apa, Jae?

Kamu pergi. Pergi walaupun saat Aku menangis, Jae. Jahatnya lagi, Kamu malah menyuruhku tersenyum saat Kamu akan pergi meninggalkanku. Saat Kamu bilang menangis sebulan penuh, mungkin Kamu menganggapnya candaan. Namun, pada kenyataannya, hampir memang seperti itu.

Jae, Aku kedinginan sekarang.
Sengaja Aku buka lebar-lebar jendela kamarku. Membiarkan angin malam di musim penghujan dari luar sana masuk, membiarkan dinginnya merambat kepori-pori kulitku.

Sengaja, agar Kamu kembali, memelukku lagi. Karena Kamu pernah bilang, Kamu tidak akan membiarkan Aku kedinginan. Kamu tidak akan membiarkan dingin itu menang, Jae.

Aku rasa wajahku sudah memerah sekarang. Mungkin wajah dan badanku sudah mulai bengkak karena dingin ini. Napasku sudah mulai terasa menyempit. Mana Kamu, Jae? Kenapa belum datang juga?

Lagi, Aku membiarkan tetes-tetes bening ini basah dipipiku. Sekarang, siapa yang akan menyembunyikan air mataku, seperti kamu, Jae?

"Kamu bisa membenci tangisan, Gya. Tapi Kamu tidak bisa terus menahan tangismu. Menangislah saat Kamu bersamaku. Tidak akan kubiarkan satu orang pun tahu, agar Kamu tidak terlihat lemah, itukan yang Kamu benci? Panggil Aku, saat sekiranya memang sudah tidak tertahan lagi, jangan ditahan."

Seutas KenanganWhere stories live. Discover now