b. fall for anything

Mulai dari awal
                                    

"Aku baik-baik saja, sungguh. Nyerinya tidak akan bertahan lama kok." Membasahi labium dengan saliva, ia melanjutkan, "Sekarang, lebih baik kau mandi. Baumu sudah seperti bocah nakal yang kerap berjemur di bawah paparan sinar matahari."

Nyaris membalas dengan bibir yang mencebik sebal, sekonyong-konyong Yoongi mendapat ide cerdas. "Mau mandi bersama? Aku bisa menggosok bagian-bagian yang sulit kau jangkau. Punggung cantikmu, misalnya?"

"Sialan!"

Sepersekian detik setelahnya, Yoongi berlari terbirit-birit, memasuki kamar mandi seraya berkata jenaka, "Ampun, jangan bunuh aku, Ji. Aku masih ingin hidup bersamamu selama mungkin."

Ya, dasar Min Yoongi sialan.

Merebahkan diri sembari menyorot langit-langit kamar yang dihiasi ornamen kayu, Jinan dapat merasakan bahwa nyeri yang mendera perut berangsur-angur hilang. Sementara calon suaminya bersenandung dengan lagu milik Elvis Presley di balik bilik kamar mandi, Jinan memilih untuk merapikan beberapa perkakas yang dimuat Yoongi di dalam koper. Jinan mencoba maklum tatkala iris menawannya mendapati kekacauan besar tengah bersarang; empat lembar kaos hitam yang tergumpal, celana pendek yang dilipat asal, dan oh, astaga. Jinan hampir berteriak, buru-buru menutup koper tersebut dengan pipi yang menghangat.

Kalau tidak salah lihat, ada dua pasang dalaman pria berwarna hitam, well, ukurannya cukup besar-sial, Jinan merasa dirinya telah ternoda.

"Sedang apa?"

Seketika Jinan tersentak, menolehkan kepala ke sumber suara dan menemukan Yoongi telah berbalut jubah mandi. Surai legamnya basah dengan titik air yang sesekali jatuh menghantam lantai kayu. "Tunggu, tunggu, ada apa dengan wajahmu? Kenapa memerah begitu?"

"Bukan apa-apa," sahut Jinan gelagapan, buru-buru memasuki kamar mandi dan meninggalkan Yoongi yang kebingungan.

Akan tetapi di sana, setelah berpikir dalam kurun waktu satu menit lamanya, Yoongi mendadak menyadari hal macam apa yang telah membuat Jinan nyaris seperti akan meledak di detik itu juga. Lantas ia terkekeh geli, memakai pakaian santai yang telah Jinan siapkan di atas ranjang.

"Melihat pembungkusnya saja sudah begitu, bagaimana nanti melihat isinya?"

Di sisi lain, di bawah guyuran air yang merajam tubuh moleknya, Jinan merutuki dirinya sendiri, berkali-kali mengirim sumpah serapah akibat tangannya yang nakal ini. Sungguh, setelah melihat dalaman Yoongi, Jinan jadi tidak bisa berpikir jernih; kerap terbayang akan malam pertama mereka. Milik si Min itu akan masuk ke pusat tubuhnya dan-astaga, hentikan pikiran kotormu, Kim Jinan. Mama tidak mendidikmu untuk jadi gadis yang murahan.

Sebenarnya Jinan ingin sekali berlama-lama di kamar mandi, tetapi apa daya kala tubuhnya tidak bisa diajak bernegosiasi. Setelah mengenakan bathrobe, Jinan menyembulkan kepala di ambang pintu dan menilik bagaimana Yoongi berbaring memainkan ponsel dengan satu kaki yang bertumpu di lutut.

"Yoong?" panggilnya.

"Ada apa, Ji?"

"Boleh aku meminjam bajumu?"

Yoongi lekas bangkit, menyimpan ponselnya di atas nakas lalu bergegas mengambil satu lembar kaos beserta celana training biru dongker. Sebelum benar-benar menyerahkannya, Yoongi mendadak berinisiatif untuk melakukan sesuatu.

A Home Without WallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang