Pantas

35 7 0
                                    


Sialnya, jalanan macet sekali! Aku membatalkan rencanaku ke Bekasi setelah mengetahui bahwa jalanan di kota Bogor macet total. Rupanya, seorang penyanyi internasional bernama Celine Dion akan tampil di kota ini, dialah yang membuat jalanan kota padat merayap, menjebakku yang terburu – buru. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Kalau aku melanjutkan niatku, aku akan pulang terlalu malam. Rumahku terlampau jauh jaraknya dari kota.

"Tamu Besar" itu sedang mengadakan konser di Sentul City. Penggemarnya yang berduit, memenuhi Bogor dan sekitarnya demi menonton penyanyi terkenal itu. Beberapa jalan di kota ini ditutup agar ia bisa lewat dengan tenang dan aman. Hal inilah yang menimbulkan kemacetan parah.

Yah, aku berpikir apa salahnya memberikan fasilitas dan pelayanan maksimal pada seorang tamu sehingga membuat rakyatnya sendiri kesulitan. Tapi, toh... tak ada yang peduli. Aku mengabari teman – temanku bahwa aku harus membatalkan kunjunganku. Nampaknya mereka tidak terlalu peduli.

Bus barong yang kunaiki dari Halte Bokor berhenti di Terminal Baranangsiang, aku turun dari bus dan langsung berjalan menuju jembatan layang. Dari atas jembatan, aku bisa melihat mobil polisi berlalu – lalang di jalanan kota, petugas keamanan lainnya menjaga jalanan dan beberapa titik. Jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari biasa. Mungkin demi keamanan sang tamu.

Aku duduk di pinggiran toko oleh – oleh dan mengutak – atik ponselku. Aku berniat untuk mengunjungi sebuah toko buku bekas di daerah Bogor dan menghabiskan waktuku memilih buku – buku yang menarik. Aku tak ingin perjalanan ini jadi sia – sia. Untunglah, di internet aku menemukan toko buku yang cukup dekat dan buka pada hari Minggu begini. Aku segera memesan GO-JEK lalu menunggu driverku tiba.

Driver ojekku meminta aku untuk menunggu di bawah jembatan layang, sementara dia melaju ke arahku. Beberapa pemusik jalanan melompat keluar masuk dari satu angkutan umum menuju angkutan umum lainnya. Bahkan, ada yang menghampiriku untuk bernyanyi dan meminta receh. Dengan sopan aku tolak niatnya karena sudah kudengar suaranya yang parau dan sumbang, aku pun enggan memberikan uang.

Tibalah ojekku, ia memberikan helm lainnya untuk aku pakai selama perjalanan. Aku segera naik dan kami berangkat ke toko buku bekas. Selama perjalanan aku tidak terlalu memerhatikan keadaan sekitar karena hanya ada hiruk pikuk dan makian mesin di jalanan. Dan semakin sore, semakin banyak pengamen berlalu-lalang. Kenapa mereka bisa begini banyaknya? Aku yakin tak sampai setengah dari mereka memiliki suara yang indah atau setidaknya tidak buta nada. Aku enggan memberikan sepeser pun karena kurasa mereka mampu mencari pekerjaan yang lain. Kalaupun mereka tidak cerdas, mereka bisa saja menggunakan tenaga mereka untuk menjadi kuli atau apapun itu. Tapi setelah kupikir, tidak semudah itu. Mungkin aku menyesal tidak memberikan recehku.

Saat hampir tiba di tujuan, ojekku berkata bahwa aku tidak bisa diantarkan sampai toko tersebut, hanya sampai depan gang pasar. Aku terdiam dan menerka, pasti ini hasil dari keributan ojek online dan ojek pangkalan beberapa bulan lalu, sehingga ojek online tidak berani mencari nafkah di wilayah yang sudah dianggap "milik ojek pangkalan". Tetapi aku ingin tetap memastikan dan meminta abang ojekku untuk bertanya terlebih dahulu. Sesampainya kami di depan gang pasar, ojekku turun dari motor dan berjalan menghampiri para tukang ojek pangkalan. ojekku menanyakkan bolehkah bila aku diantarkan sampai ke ujung pasar, kudengar salah satu dari mereka menjawab ketus, "Tuh, sudah ada di spanduk depan gang! Ya, ndak boleh, lah." Ojekku dengan sopan mematuhi dan mengucapkan terima kasih kepada mereka, ojekku berjalan kembali ke arahku dan menjelaskan pesan mereka tadi.

Mereka ini memang bajingan, pikirku. Kurasa aku tak perlu menjelaskan kenapa kuanggap begitu, berkat mereka aku harus berjalan jauh ke toko buku di ujung pasar. Kapan ketololan ini akan berakhir?

CorakHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin