Who Are You

17 5 0
                                    

Karya ini merupakan cuplikan cerita "Don't Be Afraid" milik grup penulisan Magnificent Universe yang telah dijual dalam versi cetak.

Penulis amarinoir_

Detik jarum jam menggema teratur di antara kesunyian, membuat siapa pun yang sedang berada di tempat ini akan dengan jelas mendengarnya. Seharusnya, sih.

Suasana kampus sudah sepi sejak beberapa jam yang lalu. Mengingat ini hari Jumat, beberapa kelas pasti tidak akan ada kegiatan sampai sore, kecuali dari gedung fakultas teknik yang memang terkenal seperti para pekerja romusa. Kebetulan, aku berada di lingkungan itu.

Aku sedang menyelesaikan revisi dari desain bangunan yang akan diujikan di akhir semester nanti, sekaligus akan menjadi portofolio untukku saat pengajuan KKN nantinya.

Aku tidak bekerja sendiri, ada tiga orang di dalam kelompokku. Namun, saat ini dua  yang lain sudah pulang. Di sudut ruangan paling depan, ada satu orang yang duduk, sepertinya juga sedang mengerjakan tugas. Ia menatap fokus pada laptop, seolah tuga-tugas itu membuatnya jatuh cinta.

Aku sudah duduk selama berjam-jam, ditambah melihat orang di depanku yang sama sekali tidak bergerak membuat punggungku terasa kaku. Aku merenggangkan otot-ototku agar sedikit meringankan rasa pegal yang ada. Aku pun memutuskan untuk mengemasi barang-barangku dan pulang saat menyadari bahwa ini sudah terlalu malam.

Aku menyapa orang yang masih tersisa di ruangan saat lewat tepat di depannya. "Aku pulang duluan, ya, Gus."

Dia Agus. Kami satu jurusan. Kudengar, perjalanan wisata sejarahnya bersama dosen seni mengalami masalah. Gosipnya sudah menyebar, terutama tentang adik tingkat bernama Zela.

Aku tidak berada dalam rombongan itu karena aku tidak mengambil mata kuliah Pak Deddy. Dosen botak yang selalu menjadi bahan gibah para mahasiswi fakir jodoh.

Aku mengembuskan napasku gusar. Setelah keluar dari kelas, kulihat lorong kampus cukup sepi, meski tidak terlalu gelap. Masih ada beberapa ruangan yang digunakan untuk kelas karyawan dan mereka sangat tenang saat mata kuliah sedang berlangsung.

Aku menuruni tangga menuju tempat parkir. Di sana, di bawah anak tangga terakhir, dia berdiri, menyandar pada dinding dan menghadap langsung pada halaman tengah kampus.

Namanya Denial, anak Fakultas Ekonomi yang sering berkeliaran di Gedung Fakultas Ilmu Sosial. Aku tidak tahu motifnya selalu berada di sekitar sini dan aku tidak terlalu tahu tentang hal-hal pribadinya. Namun, kami cukup dekat.

Dia bilang, dia suka ke sini setiap sore hingga malam hari hanya karena pemandangannya indah. Bagiku biasa saja, hanya ada lapangan dan beberapa pohon akasia di pinggiran.

Aku tidak pernah bertanya lebih jauh dari sekadar nama dan jurusan, karena dia tidak berinisiatif menceritakannya.

Ia cukup pendiam, berbicara saat dia ingin dengan suara lembut yang bergema. Sialnya, sosok itu terlihat mirip dengan Stephen Chow. Aku yakin banyak gadis yang menggilainya di sini. Sayangnya, saat seseorang melihatku berada di sini dan bertanya, "Kamu lagi ngomong sama siapa?" Denial langsung pergi.

"Malam ini anginnya kencang. Sejuk."

Aku diam. Pemandangan di luar ruangan lebih menarik daripada menatap wajah lelaki di sebelahku ini. Jika kulakukan, bisa-bisa dia mengira aku gay. Bulan bersinar tidak terlalu terang, tetapi cukup indah. Bintang tidak cukup terlihat, bukan hanya suasana lampu perkotaan yang menutupinya, tetapi juga mendung.

"Kapan bakal turun hujan, ya?"

Denial mendengkus. "Musim kemarau tinggal bentar lagi, kok."

Aku yang mendengarnya seketika tersenyum. Benar juga. Biasanya hujan akan turun sekitar bulan Desember.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Be AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang