Chapter 1 - Tunas

Start from the beginning
                                    

"Terima kasih, Omi," ucap Laya, mengantar gadis itu undur diri.

Setelah Omi berlalu, Damascus meliriknya sambil bertanya "siapa?"

"Omi, keponakan Gideon."

"Oh," Jon Damascus mencoba mengingat-ingat kembali wajah Gideon yang dulu sering membuat onar karena sulit mengikuti instruksi militer. "Tidak mirip."

Laya menutup mulutnya sambil tertawa kalem, "yah, mereka beda ibu. Ngomong-ngomong, Jon.. aku penasaran apa yang dilakukan kapten Ortarica di desa kecil ini..?"

"Memangnya aku tidak boleh menengok kawan lama?"

"Ah, bukan, bukan begitu maksudku. Maksudku ... aku kenal kau seperti apa, bukan? Menurutku kau bukan tipe orang yang suka membuang waktu melakukan hal seperti bersantai atau bersilaturahmi. Seingatku kau seorang workaholic."

Damascus menyesap air tehnya sedikit, "Laya, bolehkah kupinjam anakmu?"

Tentu saja gadis itu jadi terkejut, karena dia tidak punya anak lain selain yang sedang dikandungnya sekarang ini. "Apa maksudmu?"

"Sulit menjelaskannya," Damascus memalingkan wajah, mungkin dia merasa sedikit malu pada ucapannya barusan yang bagaimanapun terdengar tidak masuk akal, bila bukan sedikit kurang ajar. Ia pun menceritakan tentang apa yang sedang terjadi di benua Asgares saat ini. Laya belum tahu bahwa Eshara kini mencari pengganti Boudica untuk menjadi lawan perang. Negara itu terlalu haus darah untuk didiamkan.

"... jadi, kami menemukan kuburan Goliath."

Kedua mata Laya terbelalak, "jadi ...?"

"Sepertinya, kamu benar."

"Tapi, kenapa anda datang ke tempat ini dan mengatakan padaku soal itu?"

Sekali lagi, Damascus menyesap tehnya, "penelitian tidak dihentikan, Laya. Kami melanjutkannya kembali di tempat lain yang lebih tersembunyi. Sampel yang kamu bawa saat itu, tidak dihancurkan, itu hanya rekaannya saja untuk mengelabui Raja. Maaf telah menjadikanmu tumbal, tapi aku rasa kau perlu tahu bahwa sekarang, kerja keras para ilmuwan telah selesai, kita hanya butuh seorang bayi untuk melihat apakah sudah sesempurna aslinya atau belum."

Laya tertegun sesaat mendengar ucapan mantan kaptennya itu. Beberapa tahun lalu, ada insiden di Ortarica yang nyaris merenggut nyawa Kapten dan semua yang terlibat dalam penelitian rahasia. Laya tahu benar apa yang sedang disajikan di hadapannya ini; Kapten sedang meminta kelinci percobaan.

Laya mengusap perutnya yang buncit dan menatap laut dengan wajah yang damai, "baru kemarin aku bermimpi seekor naga mendatangiku. Itu adalah naga paling tampan yang pernah kulihat, gerak-geriknya jinak seperti anak anjing yang manis. Kemudian naga tersebut berubah menjadi cahaya dan masuk ke dalam tubuhku.Ketika aku terbangun dipagi harinya, aku telah mengandung anak ini."

"Bermimpi tentang naga kabarnya adalah suatu pertanda baik," kata Damascus.

Laya mengangguk. "aku rasa ini sudah takdirnya. Aku akan bawa dia padamu bila dia sudah siap nanti."

Damascus kemudian mengeluarkan pisau miliknya yang bergagang tembaga. Belatinya berwarna hitam seperti batu Opal, dan gagangnya dibingkai emblem emas. Laya tahu benda apa itu, itu adalah pusaka asli keluarga Damascus yang tiada duanya. Sang Kapten memberikannya pada Laya.

"Kau tahu apa yang harus kau lakukan dengan benda ini?" tanya Damascus, Laya menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Tunjukkan ini padaku, agar aku tahu bahwa orang yang datang padaku kelak adalah anak ini."

Laya menerima belati itu dan mendekapnya di dada.

"Maafkan aku. Aku memilih anakmu karena aku tidak bisa mempercayai anak orang lain. Bagiku, kau dan Gideon adalah dua orang yang paling bisa kupercaya."

War of Asgares LandWhere stories live. Discover now