PART 2 : Akbar-Sex Appeal

6 0 0
                                    

Aku duduk di sebelah Pak RT. Akan tetapi, mentalku drop selayaknya pesakitan. Tak berani bicara sebelum diberi kesempatan. Hanya pengin meminimalkan salah bicara. Bisa berabe urusannya kalau tiba-tiba kekonyolanku kambuh di saat genting begini.

"Bukan salah Pak RT dan Mas Tomi. Tak perlu sampai datang minta maaf begini." Senyum ramahnya terulas.

Namun, ekspresi ramah itu langsung menguap kala menoleh ke arahku. Pandangan kami beradu. Matanya menyipit berkilat tajam. Seperti sedang menabung dendam. Masih ada kemarahan di sana, kurasa.  Ups! Buru-buru aku menunduk lagi.

"Bar ...." Pak RT mencolek lenganku.

"Eh,  iya Pak." Aku tergeragap. Mengatur napas beberapa saat sebelum bicara lagi. "Hhmmm ... anu ... saya atas nama pribadi ingin minta maaf sama Mbak. Saya tak berniat kurang ajar. Hanya ... khilaf. Maaf ...." Mencoba memberanikan diri menatapnya.  Fokus langsung pada mata kecil bermanik kelam itu. Aku hanya sedang menunjukkan etika komunikasi sebagai tanda menghargai lawan bicara. Itu saja, kok.

"Baiklah. Saya maafkan. Jadi sudah tidak ada lagi masalah antara kita. Terima kasih, Pak RT juga Mas Tomi."

Kami bertiga bangkit untuk pamit. Gadis itu ikut berdiri. Ia menjabat tangan Pak RT dan Tomi dengan mantap sepenuh hati bonus senyum manis.

Giliranku. Mengulurkan tangan penuh semangat. "Akbar." Ups!! Malah kayak orang kenalan.

"Bar." Tomi melotot kearahku.

Tangan gadis bernama Syaira itu menyambut uluran tanganku dengan seperempat hati. Cuma nempel sekilas. Sial! Padahal pengin sekali aku remas  jemari lentiknya. Gemes!

Ingin hati masih ingin bertahan di sini. Akan tetapi, Tomi segera menarik tanganku paksa. Nggak suka lihat temennya senang sedikit saja apa, ya? Huh!

Sampai di luar pagar,  Tomi menepuk dan meremas bahuku. "Jangan berulah lagi. Cepat pulang!"

"Pulang aja dulu sono! Rese!"

"Terserah. Aku tak mau tanggung jawab kalo Syaira marah lagi."

"Iya,  oke! Setelah ini sudah jadi urusanku pribadi. Pulang sono!"

Tomi mendengkus dan segera berlari menyusul langkah Pak RT yang sudah jauh di depan.

Kuempaskan napas keras dan membalikkan tubuh. "Tunggu!"

Tubuh rampingnya yang nyaris menghilang ke balik dinding pembatas ruang tamu dan kamar kost yang berjejer itu, kembali nongol. Wajah yang sangat tak ramah.

"Ada perlu apalagi?"

Duh! Suaranya judes banget. Nggak ada ramah-ramahnya secuil pun.

"Anu ... maaf ... sudah tak ada masalah kan, ya, antara kita?"

"Lalu?" Doski beringsut mundur saat aku mencoba memperpendek jarak antara kami. Masa' ngobrol kok jaraknya hampir tiga meter.

"Kita bisa berteman?" Kesempatan ini tak kusiakan. Memuaskan hati memandangi wajah bulat cantiknya. Kulitnya memang putih mulus hingga tampak urat nadi berwarna hijau membayang di pipi dan lengannya.

"Aku pikirkan besok."

"Ayolah. Kita, kan, tetangga. Jangan memelihara dendam. Bisa penyakitan hehe." Asem! Tetap mematung dengan tatapan tajamnya. "Maaf ...." Kuhela napas berat.

Menunggunya bereaksi seperti harapanku,  sepertinya jadi pepesan kosong belaka. Tersenyum tipis pun, tidak! Angkuh sekali gadis ini.

"Namaku Akbar. Ingat, ya, namaku."

"Sudah?" Haduhhhh! Dingin amat.

"Iya iya ... sudah." Aku menyerah sajalah dulu sekarang, kalau caranya begini.

SyaiBar 1 (Open PO Juni 2020)Where stories live. Discover now