"Mas..."

"Iya, aku janji. Aku akan berbagi semua keluh kesahku ke kamu."

***

Hari besar bagi Vino dan Shani akhirnya tiba. Semalaman Vino tidak bisa tidur karena hari ini ia akan resmi menjadi suami Shani. Ia akan mengambil Shani dari orang tuanya, mengajak satu-satunya anak perempuan di keluarga Natio untuk hidup bersamanya.

Jujur, Vino senang karena harapannya menikah dengan Shani terwujud. Tapi ia tidak menyangka kalau ia akan mendapatkan tanggung jawab sebesar ini. Menjadi imam, menjadi kepala rumah tangga di bahtera kehidupan pernikahan mereka. Apalagi setelah beberapa waktu yang lalu ketika Vino dipingit, tidak bisa bertemu dengan Shani selama satu minggu. Papa Richard datang ke rumahnya dan mengajaknya berbicara semalaman suntuk sambil bermain catur.

Sebuah pesan Papa Richard yang akan selalu Vino ingat, "kamu meminta putriku secara baik-baik dan dalam keadaan yang baik. Kalau suatu saat, Shani melakukan kesalahan yang benar-benar membuat kamu marah dan membuat kamu ingin mengembalikan putri kesayangan Papa, Papa minta, kembalikan dia dengan baik-baik pula. Kalau suatu saat Shani melakukan kesalahan, melawan kamu, atau melewati haknya sebagai istri, tolong tegur dia dengan perlahan, tolong ingatkan dia dengan kodratnya sebagai istri. Jangan bentak dia kecuali dia benar-benar sudah kelewatan, jangan sakiti putri kesayangan Papa sedikit pun. Papa percaya kamu pria yang baik dan akan menjadi imam yang baik untuk keluarga kecil kalian. Papa benar-benar minta kamu jaga dan sayangi putri kecilku sama seperti aku menjaga dan menyayanginya."

Vino tersadar dari lamunannya ketika Boby, Nabil, dan Dyo menghampirinya di kamar hotel. Pernikahan Vino dan Shani dilakukan di dua tempat atas kesepakatan keluarga, untuk acara akad nikah, Vino dan Shani sepakat untuk melaksanakannya di Jogja, kota kelahiran mereka berdua dan dengan resepsi di malam harinya, untuk di Jakarta mereka akan mengadakan resepsi minggu depan di salah satu hotel bintang lima yang menjadi tempat impian pernikahan Shani.

"Gimana, gimana, deg-degan nggak nih, Manten Lanang?" Goda Dyo sambil menepuk punggung Vino beberapa kali, "nggak nyangka gue, lo beneran nikah sama Shani! Gila, luckiest Man on the earth!"

Nabil mengangguk setuju, "semua khayalan yang lo bilang ke gue waktu kita masih kuliah terwujud, Vin! Gila, gila ... abis ini selamat bingung mikirin nama buat anak lo kelak, ya!"

"Mas Vino, udah siap? Sebentar lagi kita masuk, ya."

"Oh, okay."

Vino langsung bangun dari duduknya, menatap dirinya dari pantulan cermin. Hari ini Vino terlihat sangat tampan seperti biasanya dan yang membedakannya adalah hari ini ia menggunakan beskap, jarik untuk bawahannya dan juga sebuah blangkon yang sekarang masih sibuk dipakai Nabil untuk update instastory.

Vino menarik napasnya dalam-dalam dengan mata terpejam.

"Bismillahirrahmanirrahim..."

Sementara itu di kamar hotel yang lainnya, Shani sudah terlihat cantik menggunakan kebaya berwarna putih, jarik untuk bawahannya dan kali ini gadis Jogja itu memakai hiasan paes di kepalanya. Seperti biasa, Shani memang cantik. Dan untuk hari ini aura wanita jawanya sungguh-sungguh keluar, kecantikan, keanggunan dari gadis ayu ini pasti akan membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona.

Shani tersenyum melihat pantulan dirinya sendiri. Ia menoleh ketika melihat papa yang sudah siap menggunakan beskap serta blangkonnya masuk ke kamar, papa meminta waktu berbicara berdua dengan Shani, maka teman-teman dan MUA yang ada di kamar itu6 segera keluar, memberikan waktu untuk ayah dan anak itu untuk berbicara berdua.

Papa berdiri di belakang kursi Shani, memegang kedua pundak gadis kesayangannya sambil menatap Shani melalui pantulan cermin. Papa tidak bisa menyembunyikan rasa haru yang ada pada dirinya, pria yang sangat Shani kenal kuat, tegas dan berwibawa itu kini terlihat meneteskan air matanya.

How IfWhere stories live. Discover now