Shani menggeram kesal kemudian menghadapkan diri menatap Vino. Mereka sudah membuat kesepakatan, semarah apapun pada pasangan masing-masing, ketika pasangan kita berbicara maka kita harus mendengarkan dan tidak boleh mengabaikannya.

"I'm sorry, kalau kesibukan aku ngurusin Mandala Architeam yang aku buat bareng teman-teman aku bikin kamu merasa tersisihkan atau bahkan bikin kamu mikir kalau aku nggak serius dengan pernikahan kita," Shani hanya merespon dengan gumaman, "aku janji, ini terakhir kalinya aku telat meeting sama WO kita."

Shani mencebikkan bibirnya menatap Vino dengan malas.

"Iya kamu nggak akan telat lagi, wong tadi udah jadi final meetingnya!"

Vino tergelak melihat wajah kesal Shani. Ia kemudian menyelipkan helaian rambut Shani ke belakang telinga gadisnya.

"Makanya aku berani janji kayak tadi, hehe."

"Whatever. Can we go home now?"

"Oh iya, aku mau ngajakin kamu ke rumah kita."

Wajah kesal dan cemberut gadis itu kini berubah menjadi wajah excited sama seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan dan permen dari ibunya.

"Serius?! Udah selesai?"

Vino mengangguk, "udah, cuma kurang detail-detailnya aja dan pindahin barang-barang kamu ke sana."

Ya, rumah yang Vino maksud adalah rumahnya, rumah yang sudah ia beli sejak tiga tahun yang lalu dan setahun terakhir ini ia rombak, ia renovasi hampir di seluruh bagian rumahnya demi mewujudkan rumah impiannya dan rumah impian Shani.

Shani menepuk-nepuk lengan Vino beberapa kali, "yaudah, ayo ke sana sekarang!"

"Nooo, mobilnya nggak mau jalan sebelum pemiliknya dicium dulu katanya..." Vino menaik turunkan alisnya.

Shani memutar bola matanya malas, "halah, itu mah modus-modusan kamu aja."

Tergelak, Vino kemudian mencuri ciuman singkat di ujung bibir Shani.

"Cium-cium bibirnya nanti aja kalau udah halal, biar kalau kebablasan nggak dosa, hehe."

***

Ketika Shani turun dari mobil, ia langsung takjub dengan perubahan rumah Vino. Rumah yang awalnya terlihat biasa saja itu berhasil Vino dan teman-temannya rubah menjadi rumah minimalis modern dan terlihat sangat mewah.

Ada taman di halaman depan dengan berbagai macam bunga dan pohon dan ada sebuah kolam ikan kecil yang memiliki air mancur di tengahnya.

Rumah yang yang nantinya akan mereka tempati setelah menikah ini memang tidak terlalu besar, tapi setidaknya ini lah usaha terbaik yang bisa Vino berikan untuk Shani. Karena ia benar-benar tidak ingin menerima bantuan orang lain termasuk orang tuanya.

Tidak ada yang tahu kalau selama ini Vino selalu menyisihkan sebagian uang yang orang tuanya kirimnya semenjak kuliah, ia juga menabung uang yang ia dapatkan dari cafe Henri untuk masa depannya. Dan ketika ia secara resmi meminta izin untuk menikahi Shani, Vino makin gila bekerja untuk dapat mewujudkan semua impiannya dengan Shani.

Vino berhasil mewujudkan impian halunya semasa kuliah dulu, ia melamar Shani ketika mereka berlibur bersama di Bali, membeli rumah dan merenovasinya, dan mewujudkan pernikahan impian Shani.

"Bagus banget!"

Vino melangkah mendekat dan langsung merangkul Shani. Mengajak gadisnya masuk ke dalam rumah yang akan mereka tempati sebentar lagi. Shani tidak bisa berhenti menatap takjub bagian dalam rumah yang bernuansa putih dan cokelat kayu.

How IfWhere stories live. Discover now