Dia kenal beberapa pemilik toko yang sering kali dia datangi ketika dia perlu makan dengan duit recehnya, dia juga kenal salah satu pemilik mini market yang kerap kali dia palaki makanan-hampir-basi mereka untuk jadi makan malamnya kalau duitnya benar-benar tidak ada sepeserpun.

Taeyong melesakkan sakunya dan memasuki mini market yang dimiliki si bapak tua berambut putih itu. Dengan senyum yang menyambutnya dari balik tempat kasir, dia meloloskan kekehan dari mulutnya.

"Tidak, aku tidak minta makanan kadaluarsa lagi" desis Taeyong dan si Bapak hanya tertawa kearahnya, "Kali ini aku punya cukup duit"

"Hm, baguslah. Jangan pakai duit monopolimu lagi"

"Tidak akaan"

Taeyong menyambangi tiap koridor mini market untuk melihat apa saja yang bisa dia beli, mengambil barang yang dia inginkan dan memasukan mereka kedalam keranjang yang melingkar ditangannya

Masih menempel dengan jelas dibenaknya bagaimana biasanya dia hanya berani mengambil ramen dan sebungkus onigiri, dia tidak akan beli yang lain karena duitnya tidak akan pernah cukup untuk membeli cemilan tambahan. Taeyong baru bisa membeli snack tambahan ketika dia sudah kerja sebagai dokter magang.

Perjalanan dari era itu sampai era dimana dia bisa dengan mudah meraih lima bungkus ramen sekaligus merupakan perjalanan yang sangat, sangat panjang.

Tangannya mencoba meraih kotak sereal dibagian rak paling atas.

Namun, berkat tangannya yang tiba-tiba terasa lemas, kotak itu terpeleset dari tangannya dan jatuh—

"Ah!"

menimpa seseorang.

Taeyong menoleh, seraya memijat pergelangan tangannya. Belakangan ini, tubuhnya sering mendadak merasa lemah—bahkan sering kali bergetar sendiri, entah mengapa. Dia sudah mulai konsumsi banyak vitamin, namun mungkin karena kerjaannya yang lebih padat dua kali lipat.

Dia memutar pergelangan tangannya, merundukkan tubuhnya, "Maaf, maaf" ucapnya kepada seseorang yang menjadi korbannya.

"Tidak apa-apa"

"Maaf sekali, aku tidak sengaja—"

"Tidak apa-apa, Taeyong"

Taeyong termenung.

Dia mengangkat dagunya dan matanya membulat sempurna ketika dia melihat sepasang mata yang kini menyorotnya.

Terkurung dalam blazer maroon panjang, dengan celana dan kemeja hitam. Rambutnya yang tidak terlalu tertata, lurus jatuh begitu saja—lelaki itu biasanya memamerkan keningnya, namun kali ini tidak.

Taeyong terpaku ditempatnya, terlebih ketika dia sadari bahwa lelaki didepannya ini, yang telah hampir sebulan ini tidak berhubungan sama sekali dengannya, hanya tersenyum kepadanya.

Kemudian, melewati tubuhnya yang kaku.

Meninggalkannya begitu saja.

Mengabaikannya.

Seperti yang mereka saling lakukan pada satu sama lain setelah malam itu terjadi.

WILLOW || JAEYONGМесто, где живут истории. Откройте их для себя