PLETAK!!

Satu jitakan mendarat di kepalanya, sampai Sugar terduduk di lantai.

Ya, dia masih menggunakan daster Hello Kitty-ku dan sekarang dia mengusap kepalanya dengan mata berair. Aku menjitaknya cukup kuat.

"Nuna, hiks!" Dia terisak. "Sakit, tahu...."

"Kenapa kau memakai bajuku, hah!?" balasku garang.

"Sugar tidak tahu harus pakai apa, hiks!" Sugar mengusap kepalanya. Mungkin memang sangat sakit untuknya, wajahnya benar-benar merah.

"Kau menyentuh barang-barangku yang tidak seharusnya kau sentuh!" kataku penuh penekanan. Sekarang aku tahu apa hal janggal yang membuatku merasa aneh. Ternyata, di keranjang baju kotor, daster yang semalam kukenakan tidak ada dan malah digantikan baju yang dikenakan Sugar sebelumnya. "Kau sangat kurang ajar, tahu? Tadi pagi kau memegang dadaku, sekarang aku memakai baju dan...." Kuremas sepasang dalamanku dengan rasa malu yang tidak tahu sudah di level berapa. Ini kali pertama ada pria memegang pakaian dalamku. "Benda ini tidak boleh dipegang laki-laki!"

"Sugar, 'kan, tidak tahu!" Dia terisak lagi. Sekarang dia menutup wajahnya dengan tangan.

"Aku sudah memperingatkanmu jangan ke mana-mana! Tapi, kau malah mengambil dasterku dari keranjang di ruang cuci!"

"Sugar, 'kan, risi kalau pakai baju basah! Sugar, 'kan, berusaha belajar minum supaya Nuna sayang sama Sugar!"

"Tapi, tetap saja kau tidak mau menurut padaku!"

Tangisannya semakin kencang dan aku kehabisan kalimat.

"Sugar, 'kan, tidak tahu!" Napas Sugar tersengal, dan dia menatapku dengan tatapan kecewa. "Ternyata Nuna juga jahat! Nuna suka marah, suka memukul dan tidak sayang Sugar!"

Aku membelalak saat dia justru melepas dasterku begitu saja di depanku, membiarkan tubunya polos hanya tersisa celana dalam hitam. Dia kemudian berlari ke luar kamar dan menuju dapur, dia masuk ke dalam kardusnya yang hanya muat untuk dia duduk, mengingat tubuhnya yang besar. Di sana, dia meringkuk. Ekor dan telinga kucingnya mencuat. Dia menenggelamkan wajahnya di atas kedua tangannya yang bertumpuk di atas lutut. Samar aku bisa mendengar suara isakannya.

Apakah aku terlalu kasar padanya?

Apa dia benar-benar sepolos itu?

Apa dia sungguh siluman kucing yang baik?

Aku bukan orang yang mudah percaya pada sesuatu yang baru kutemui, tapi melihat keadaan menjadi seperti ini membuat hatiku cemas. Aku merasa bersalah padanya.

Berusaha mengalahkan egoku, aku pun menuju ke dapur dan mendekat padanya yang semakin menyudut di dalam kardus.

Sumpah, kardus ini sebentar lagi akan robek kalau dia terus di situ.

"Sugar...." Aku menjulurkan tanganku, mencoba menyentuh kepalanya, tapi dia mengelak dan aku semakin merasa bersalah.

"Tidak mau. Tidak mau dipegang. Nanti dipukuli lagi," katanya.

Mendengar itu, mendadak mataku ikut panas.

Apa yang pernah terjadi sebelumnya?

"Maaf...," ucapku lembut dan Sugar tidak menggubris, malah beranjak dan berpindah ke ruang tengah--menyudut sambil memeluk kedua lututnya.

Ah, benar... di meja, aku menemukan tumpahan air dan gelas yang tergeletak. Apa yang dikatakannya benar. Dia mungkin mencoba minum, tetapi airnya justru tumpah.

Aku menyusul, duduk bersimpuh di belakangnya. "Sugar, maafkan Nuna."

"Nuna jahat! Nuna hanya berpura-pura baik!" ujarnya sambil terisak.

CATNIPWhere stories live. Discover now