“Kembalilah ke mejamu.”

Meja? Clara masih belum berdiri. Mejanya?

Sadar Clara belum beranjak Aga segera mengangkat wajahnya, “Oh, mejamu... ada di sudut ruang ini, bagian depan sebelum kamu melewati sofa tamu tadi.”

Clara dengan ragu berdiri dan ia masih belum percaya kalau dia ada dalam satu ruangan dengan pria ini. Astaga! Apa yang akan terjadi dalam hidupnya dalam waktu mendatang? Ia mendesah pasrah.

“Saya sudah bilang pada Sekretaris saya. Pastikan mereka membantumu, nantinya.” suara pria ini masih tenang, namun ada rasa sedikit peduli.

“Baik.” Clara hanya mengangguk singkat dan melanjutkan berjalan ke mejanya, ia berbelok untuk menuju bagian depan ruangan ini.

Ia heran kenapa ruangan Aga sebesar ini. Maksudnya ini sangat luas dan hanya di huni satu asisten, juga Aga sendiri.

Di sana, Clara melihat ada sofa mewah yang berjajar berwarna merah marun sama dengan dinding walpaper ruangan ini, dan tak jauh dari sana, di dekat pintu masuk ruangan ini ada meja dan beberapa perlengkapan kerja, seperti rak kecil dan macbook sudah siap di atas meja kerjanya.

Dan... detakan jantungnya kembali berpacu lagi dengan keras mengingat ia bisa sedekat ini dengan Aga. Sedekat dalam artian, satu ruangan. Bahkan Clara tidak pernah membayangkan kalau ia akan bertemu dengan pria ini lagi dengan keadaan seperti ini.

*

Setelah mendengar instruksi dan beberapa pengetahuan yang Pak Jaya berikan padanya dengan cara-seperti memberi pelajaran pertama kalinya di sekolah dengan sabar, Clara kini sudah tahu apa yang harus ia kerjakan untuk Boss-nya, Aga Treviyan Mikail.

Seperti sekarang, ia sudah selesai menyalin jadwal Aga yang ia tahu dari Pak Jaya dan juga dari untuk selanjutnya ia bisa bertanya pada dua Sekretaris Aga dan Pak Jaya masih bersedia membantu kalau ia masih belum terbiasa bekerja dengan Boss barunya.

“Sudah selesai?” tanya Pak Jaya yang tahu-tahu sudah ada di depan mejanya.

Clara terkejut dan ia dengan cepat tersenyum ragu, “Sudah, Pak.” jawabnya.

Pak Jaya tersenyum simpul, kemudian berkata padanya, “Buatkan kopi untuk Bapak Mikail. Sudah tahu kan, takarannya?”

“Kop—Oh... belum.” jawabnya sedikit meringis.

“Ingat jadwal kopinya, kan?”

“Oh, iya... saya pikir tadi pagi sudah ada.”

“Tidak apa-apa. Jadi ini tugas pertamamu. Pantri khusus untuk direksi ada di ujung koridor ini. Di sana juga ada OB yang stand by.”

“Baik.”

“Selamat bekerja ya.” senyum Pak Jaya sangat tulus padanya dan ia tahu kalau pria ini tahu apa yang Aga akan lakukan padanya, mungkin?

Ia merindukan Ayahnya, tiba-tiba.

*

Clara menghentikan gerakan jemarinya yang lincah menari di atas keyboard saat suara itu memanggilnya dengan lantang untuk kedua kalinya. Dan, ya... pertama tadi memang karena kopi buatannya yang katanya Aga terlalu manis.

Entah itu benar atau tidak, tapi Clara membuatkannya lagi. Semoga panggilan ini tidak karena kopi.

“Ya.” sapanya ketika sudah berada di depan meja Aga.

“Apa-apaan ini!” kata Aga sembari mengangkat cangkir itu kemudian meletakkannya dengan keras hingga menimbulkan bunyi yang membuatnya berjingkat.

Still YouWhere stories live. Discover now