XII. Dog Days are Over (Part 1)

Mulai dari awal
                                    

"Tapi kita masih membelikan kue sungguhan, tahu!" Renjun melepaskan tangan Donghyuck dari leher yang memerah.

"Bohong. Ini pakai kartu Jaemin." Jeno tertawa puas mendapat pelototan dari Renjun.

"Sudah kuduga, hanya Aga Nana yang bisa kupercaya." Donghyuck menghampiri Jaemin yang duduk di sofa bersama Jeno, dia duduk di atas pangkuan temannya yang mengeluarkan gerutuan.

"Terima kasih, Aga." Donghyuck mengecup pipi Jaemin, mengabaikan lenguhan protes dari si pemilik pipi.

"Cepat turun, kau berat." Jaemin menyingkirkan tubuhnya.

"Ah, kau jadi begitu sejak punya pacar." Ejekan Donghyuck menyebabkan Jeno mengeluarkan suara racauan aneh. Wajahnya memerah.

...

Mereka berakhir di mall. Seperti hanya itulah destinasi satu-satunya yang bisa dipikirkan keempat laki-laki berusia dua puluhan.

Donghyuck, dengan es krim coklat di tangan, menghela napas. "Setelah membeli satu pakaian, kita ke taman dekat sungai Han saja."

Ketiga temannya mengangguk setuju. Lagipula, lebih banyak hal yang bisa dilakukan di sana.

Jeno juga Renjun berhenti di salah satu toko pakaian musim dingin, mempersiapkan untuk liburan yang masih jauh dari mata. Jaemin dan Donghyuck meninggalkan keduanya, berjalan-jalan tanpa arah di sekitar pertokoan.

"Mark Hyung bilang dia tidak bisa datang."

"Ya, aku sudah tahu," jawaban datang tanpa jeda. Donghyuck menghabiskan es krim lebih cepat. "Dia sudah bilang bukan, waktu kita ke tempatmu?"

Jaemin meringis, memberi anggukan kecil.

"Dia memberi ucapan?"

"Hm, sekitar jam tiga pagi. Benar-benar waktu yang aneh."

Lengan Jaemin merangkul milik Donghyuck santai. Semenjak jujur akan keadaannya, lelaki itu kini lebih banyak bertanya juga aktif dalam berkomunikasi. Donghyuck sangat bersyukur akan hal tersebut. Dia selalu merasa kecewa dan bingung ketika Jaemin tengah menutup diri. Sekarang Donghyuck mencoba lebih mengerti akan keadaan temannya.

"Mungkin Mark Hyung tengah mempersiapkan untuk Summer Session kali ini."

"Ya, mungkin."

.

.

.

"Aku tidak bisa tidur." Suara serak dari ponsel terdengar, menggema dalam heningnya kamar Lee Donghyuck.

Dia tersenyum, membayangkan wajah mengantuk juga penuh kefrustrasian dari kekasihnya. Saat itu jam menunjukkan pukul tiga lewat lima belas.

"Kenapa?"

"Tadi saat berlatih, aku salah di pertanyaan yang sangat mudah. Kenapa bisa? Aku tidak habis pikir."

Kadang Donghyuck bangga, kadang pula ia khawatir pada kegigihan Mark Lee. Banyak waktu di mana ia merasa begitu merana, karena tidak bisa mengenyahkan kegelisahan yang dialami sang kekasih.

"Hyung," Donghyuck memanggil selembut mungkin, tahu bahwa cara itu dapat memberikan efek pada Mark. "Ingat stoikisme?"

Hening mengisi sambungan telepon mereka. Beberapa saat kemudian, Mark menghela napas. Dia tertawa di tengah kantuk yang menyerang. "Kau..., kau ingat," katanya tidak percaya.

"Ada hal-hal yang berada dalam kendali kita--"

"Dan ada pula yang tidak," Mark melanjutkan.

Bye My FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang