Simon Says (End)

Mulai dari awal
                                    

Mark itu tengah menatap jauh keluaran sana, menembus kaca dengan pandangan kosong. Kedua tangannya dia biarkan bertaut didepan dada. Gerakan sederhana, tapi kenapa terkesan luar biasa? Seperti seorang panglima perang yang---

Tunggu tunggu!!

Panglima Perang? Minhyung?

Haechan merasa sakit lagi pada tempurung kepalanya, meskipun tak sehebat tadi.

Mark melihat itu, dia buru-buru mendekat dengan raut khawatir tercetak jelas.

"Kenapa? Sakit lagi?"

Haechan belum bisa mengimbangi denyutan itu dengan sebuah suara. Bibirnya hanya mampu mengeluarkan ringisan samar.

Mark kelabakan, ingin hati memanggil dokter jaga, tapi tangan Haechan menahannya.

"Aku tak apa. Kamu jangan kemana-mana dulu!"

Mark kembali duduk setelah Haechan terlihat kembali normal.

"Tiba-tiba sebuah ingatan menyerang ku, barusan!"

Ucap Haechan sambil menyeka keringat di pelipisnya.

"Ingatan yang mana?"

"Tentang aku, tentang kamu, dan siapa kita!"

Seperti malaikat meniupkan angin Syurga padanya, Mark tersenyum haru.

"Kamu ingat siapa kita?"

Sekuat tenaga Mark menahan agar suaranya tak bergetar karena bahagia.

Haechan mengangguk dengan binar yang sama haru dengannya.

Mark bangkit dari duduknya, mendekat pada Haechan yang terduduk di brakar UKS. Setengah merentangkan kedua tangannya.

"Bolehkah?"

Haechan mengangguk atas pertanyaan kelewat sopan dari Mark.

•••

Sekeping logam yang abadi,
Jatuh berjuta tahun kedalam bumi,
Menghantam dasar sampai terberai,
Menjadi dua bagian tercerai.

Ketika kehidupan pasang surut menyeretnya menjauh,
Memaksa berlanglang buana mengikis peluh,
Hanya keraguan sebagai arah,
Menarik meregang semakin terpisah.

Tapi,
Manakala sesuatu yang menurut takdir harus bersatu,
Tak akan sulit untuk bertemu sekalipun terhalang ruang dan waktu.

•••


Haechan mengiyakan ketika Mark mengajaknya pulang ke apartemen pribadi milik pemuda itu yang ia tinggali sendiri sementara Mommy dan Daddy nya mengurus berbagai administrasi lintas negara dari tempatnya sebelum ini.

Haechan juga sudah mengantongi izin pada Mama dan Daddy. Tak masalah, selagi hasrat rindunya pada Ksatria Kesukaannya ini terobati, ia rela, meskipun dengan alasan bekerja kelompok dan bumbu-bumbu dusta lainnya yang mau tak mau membuat Mama memberikan izin untuk Haechan tak pulang malam ini.
Membohongi Mama merupakan hal baru baginya!

Yah, Tapi rindu itu nyatanya lebih bisa menguras logika. Mereka seperti sepasang merpati yang bertemu dalam jutaan kelopak mawar yang indah dan harum, terlalu payah menikmati cinta sampai enggan untuk berpisah meski hanya sejengkal.

"Kamu lebih manis ketika umur belia seperti ini!"

Mark mengelus rahang si manis. Haechan meringis merasakan sensasi luar biasa dalam dadanya, rasa senang yang bergejolak menjadi runyam; seperti ribuan semut merayap mengerubungi hatinya, sangat menggelitik.

find it | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang