Kalian matilah!

27 9 4
                                    

Karya ini merupakan cuplikan cerita "Don't Be Afraid" milik grup penulisan Magnificent Universe yang telah dijual dalam versi cetak.

Penulis trimoindragunawan

Aku tidak pernah tahu kalau lembaran baru yang kami mulai, ternyata awal dari sebuah bencana.

***

Aku meletakkan barang-barang dalam kardus berukuran kecil di meja. Tidak kembali memindahkan barang dari mobil, aku malah mengikuti Yana-anakku satu-satunya, yang berjalan perlahan menghampiri pintu ruang tengah yang terlihat muram itu.

Hari ini, kami resmi menempati rumah baru yang suamiku beli satu minggu yang lalu. Harganya yang murah dan tempatnya yang strategis membuat Hendra-suamiku, langsung terpikat. Sayangnya, dia harus pergi dinas, jadi untuk menata barang harus aku lakukan sendiri.

Yana berhenti, boneka kelinci bertelinga panjang yang selalu dibawanya itu ia peluk erat-erat. Aku mencoba mengikuti arah pandangnya. Meski sudah aku perhatikan baik-baik, tetap saja tidak kutemukan yang spesial dari pintu kayu setengah kaca itu.

Menghela napas, aku menepuk pundaknya lembut membuat dia terkejut. Yana menatapku sendu, kemudian aku balas dengan tatapan tidak mengerti.

"Mah, dia kasihan," katanya seperti nyaris menangis.

Keningku mengernyit. "Dia siapa?" tanyaku bingung.

Yana kembali menatap pintu kayu setengah kaca itu, kemudian tangannya teracung menunjuk pintu bagian atas-bagian kaca. "Dia."
Mendadak, tengkukku terasa merinding. Seperti ada angin lembut yang baru saja menjamah.
Kini, perhatianku kembali terpusat pada Yana. Aku jongkok di hadapannya, lalu mengelus kepala Yana dengan lembut. "Sayang, yuk ke depan. Kita tata barang-barang," kataku mengingatkan.

Yana mengangguk lemah. Namun, ketika kami beranjak dari ruang tengah, aku melihat samar-samar seseorang melambai padanya dari pintu itu dan Yana membalasnya.

***

Awalnya, aku kira Yana hanya bercanda. Seperti yang kalian tahu, anak-anak sangat senang bermain dengan imajinasi mereka. Namun, paginya aku kembali mendapati Yana berdiri di depan pintu tengah.

Beberapa saat kemudian dia masuk ke balik pintu.
Aku yang khawatir langsung menyusulnya. Namun, Yana tidak terlihat. Ruangan yang aku masuki berantakan, lebih mirip seperti gudang. Samar-samar, suara Yana terdengar. Sesekali terkekeh, seperti sedang berbincang dengan seseorang.

Anakku duduk di depan pintu sebuah ruangan kecil. Dia memainkan boneka kelinci bertelinga panjangnya. Tidak langsung kutegur, aku memperhatikannya beberapa saat.
"Jadi, kamu udah lama sendirian di sini?" tanya anakku entah pada siapa. Dia hanya memandangi ruangan kecil itu, lalu mengangguk kecil seakan menyetujui.

"Nama aku Yana. Nama kamu sia-"

"Sayang," panggilku memotong kalimatnya. "Kamu ngapain di situ?"

Yana bangkit kemudian menghampiriku. Untuk menyamakan tinggi, aku berjongkok. "Aku diajak main, Mah."

Aku kembali menilik pintu yang ditunjuk anakku. Tidak ada siapa-siapa. Lantas, siapa yang mengajaknya bermain? "Siapa yang ajak kamu main, Yan? Enggak ada siapa-siapa di sana," kataku lembut. Berusaha mengingatkan.

Yana cemberut. Lalu membalik badannya dan kembali pada tempatnya semula. Namun, baru beberapa langkah, dia berhenti. Dengan wajah lesunya, dia kembali menghadapku.

"Dia udah pergi, Mah," ucapnya sedih.
Dia siapa? Dua kata itu diputar terus menerus dalam otak. Tidak mau ambil pusing, aku menggeleng pelan, menepis semua dugaan aneh yang sempat terlintas.

Don't Be AfraidWhere stories live. Discover now