N-D :: [2] Tutor? What About NO

Bắt đầu từ đầu
                                    

Linda menggeleng. Membuat Anggi melengos kesal. Pasti karena murid lain yang mendapat nilai jelek juga mengulang test dengan memainkan alat musik. Bukan test biasa. Otak Anggi memang sangat pintar untuk test teori. Tapi test praktek? Ah, lupakan saja.

Melihat Linda seolah melihat seseorang di belakang Anggi, membuat lamunan cewek itu buyar. Anggi ikut menoleh ke belakang dan terkejut melihat Alvaro. Cowok itu membawa setumpuk kertas yang cukup berat bagi Anggi, tapi ia tau tidak bagi Alvaro. Dilihat dari cara membawanya yang hanya satu tangan. Sementara tangan lain sibuk menggulir layar ponsel. Rambutnya acak-acakan dan sedikit kemeja seragamnya keluar dari celana bahan.

Sok keren, hina Anggi dalam hati.

"Alvaro bisa jadi tutor kamu," ucap Linda tiba-tiba.

Alvaro yang tadinya cuek di belakang Anggi kini mendongak. Matanya sedikit melotot tanda kaget. Berbeda dengan Anggi yang rahang mulutnya serasa lepas karena begitu lebarnya ia melongo.

Berdeham, Alvaro bergerak maju. "Bu, saya kira Ibu meminta saya ke sini untuk bantu bawa kertas-kertas Ibu."

Wajah Linda mirip ibunya saat menggeleng dan tersenyum. Senyum jahat itu, Anggi bergidik. Linda itu seperti kakak jahat yang tidak pernah Anggi inginkan. Rambut lurus hitam, bibir tipis, tulang pipi yang timbul dan mata belo itu benar-benar mirip dengan Anggi. Anggi sendiri bingung kenapa tidak ada yang menyadari kemiripan ini.

"Memang, saya memintamu untuk bawain barang saya. Tapi sekaligus memintamu menjadi tutor Anggia," jelas Linda dengan suara tegas itu. Tidak terbantahkan.

Alvaro menaruh tumpukan kertas di meja Linda. Tidak sekalipun cowok itu melirik Anggi. Bukannya Anggi ingin dilirik, tapi rasanya tidak sopan. Ah, Anggi lupa. Alvaro tidak pernah sopan padanya.

"Tapi, Ibu tau sendiri Anggi bego banget main musik," Alvaro terlalu terus terang hingga rasanya Anggi ingin menjitak cowok itu. "Saya gak mau, ah. Mending kalo dia cakep. Jelek gitu. Galak lagi kayak godzilla."

Kenapa ada cowok macam dia, sih?

"Nilai sikap kamu, C," senyum di bibir Linda begitu menakutkan hingga Alvaro kali ini melongo. "Ah, Ibu! Kok gitu? Masa sikap saya dapet C? Biasanya juga A."

"Mampus lu," umpat Anggi pada Alvaro.

Linda menggeleng kepalanya dan mengusap pelipis. "Kamu juga. C."

"Ibu!" Anggi menatap Linda tidak terima.

Tawa Alvaro terasa sangat puas di telinga Anggi. Membuat hati Anggi rasanya sepanas api. Kalau ada sesuatu yang bisa melenyapkan Alvaro dari hidupnya, Anggi akan sangat berterimakasih.

"Sikap kalian berdua terhadap satu sama lain itu yang gak pernah bisa Ibu rubah," Anggi mengerut melihat tatapan Linda padanya dan Alvaro. "Kalian itu udah besar. Udah 17 tahun. Berhenti bersikap kayak kalian masih berebut mainan waktu TK."

"Tapi--" Anggi ingin membantah, tapi Linda memotongnya.

"Tujuan tutor ini bukan hanya untuk memperbaiki nilai Anggi, tapi kalian," kata Linda. "Ibu bukannya mau ikut campur. Tapi kelakuan kalian berdua itu udah di luar batas."

Anggi memang sering bertengkar dengan Alvaro. Banyak insiden yang terjadi di antara mereka berdua. Insiden kamar mandi. Insiden kantin. Insiden ruang janitor yang membuat seisi sekolah berhenti belajar. Insiden kelas dimana Alvaro membuat rambut Anggi terpotong hampir setengah dari panjang awalnya. Insiden tempat parkir. Sepertinya di semua tempat di sekolah ini, Anggi pernah bertengkar dengan Alvaro.

Padahal mereka ketua dan wakil ketua OSIS.

"Kalo saya jadi tutor dia, apa nilai sikap saya dapat diubah?" tanya Alvaro dengan menekankan kata 'dia'.

TRS (6) - ANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ