2. Satu sesi saja

3.7K 288 6
                                    

Khusus dewasa
Tanggung jawab masing-masing individu, labelnya mature ya....
O yaa, kalau likenya bisa naik 200, saya langsung up next chapter.

Tanpa berpikir panjang Solen membuka kaosnya. Ia duduk bersimpuh di hadapan Gab hanya dengan celana panjang dan bra berwarna merah miliknya, sama sekali tidak malu, karena ini adalah Gab. Mereka bahkan pernah mandi bersama saat balita dulu. Yang Solen tidak sadari adalah cara Gab memandangnya. Dia cukup terkejut karena ini tidak seperti banyangannya sama sekali, awalnya ia hanya ingin memberi Solen masukan tentang cara berpakaian, memelihara tubuh dan cara bergerak. Ia hanya tidak menyangka akan menemukan sepasang payudara indah yang ditutupi oleh bra merah berenda yang sangat cocok denga warna kulit Solen. Jangan pikir Gab tidak pernah memperhatikan Solen, beberapa waktu dulu dia pernah mengamati kaki jenjang wanita itu, ia bahkan beberapa kali pernah tidak sengaja mendapat pemandangan bagus dari tubuh atas Solen saat mereka bekerja. Tapi hanya itu, ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh nafsu. Tapi saat ini, di kamarnya yang terang oleh sinar matahari, kulit putih yang ia pandang menggodanya dengan dahsyat. Rambut hitam lurus milik Solen tergerai indah di bahunya, dan untuk pertama kalinya Gab memandang Solen sebagai seorang wanita. Bukan sahabat, apalagi saudara.

"Buka celanamu." ujar Gab serak. Solen mengikuti kata-katanya tanpa banyak bertanya. Ia kembali duduk berimpuh di atas ranjang Gab, menghadap pria itu. "Celana dalam yang bagus." puji Gab. Ia tidak menyangka di balik pilihan pakaian Solen yang aneh, wanita itu memilih pakaian dalam yang elegan dan menggairahkan.

"Sentuh dirimu." Gab menatap kesekujur tubuh Solen, wanita itu memiliki lekuk yang indah seperti dugaannya dulu. "Letakkan tanganmu di leher, turun, dan usap payudaramu." Gab menelan ludah pelan setelah menyampaikan perintahnya. Di sisi lain, Solen adalah murid yang pintar, mudah diajari. "Remas, nikmati dirimu."

Mata Solen mulai menutup perlahan, ia secara naluri menengadah ke atas, mencoba menikmati dirinya seperti bisikan Gab. "Perlahan," suara Gab merendah, "lepaskan bramu."lanjutnya serak. Solen tidak menyadari perubahan udara yang terjadi di sekitarnya, ia tidak menyadari bahwa Gab menatapnya seperti menatap mangsa yang lezat. Pria itu jelas bergairah, tubuh bawahnya mulai bangun, isi otaknya tiba-tiba menghilang. Sol sialan! Kenapa wanita yang selalu bersamanya ini kini tampak seperti dewi yang layak diPuja. Gab tanpa sadar menahan napas saat payudara indah itu terlepas dari branya. Bulat, penuh, dengan puncaknya yang pink kecoklatan. Saat Solen mencoba menyentuh payudaranya, Gab bergerak mendekat, ia menahan tangan Solen hingga wanita itu membuka, ingin melakukan protes. Tapi semua protes itu tertahan saat ia terkesiap akan sensasi mulut Gab di payudaranya. Darahnya berdesir, kehangatan mulut yang mengulum payudaranya membuatnya hilang akal, lalu saat telapak tangan Gab menekan payudaranya yang lain dan meremasnya pelan, Solen tidak bisa menahan dirinya untuk mendesah.

Gab tahu ini salah, tapi ia tidak bisa menahan diri, jadi di sinilah ia berada. Mencicipi payudara sahabatnya yang ternyata sangat manis dan nikmat. Tangannya mulai menjelajah, pertama-tama membelai punggung mulus wanita itu, lalu turun untuk menangkup bokong Solen yang nyatanya cukup berisi. Tangannya kemudian menyusup ke celana dalam hitam berenda milik Solen dan merasakan halusnya kulit bokong wanita itu sementara mulutnya berpindah ke payudara Solen yang satu lagi.

Solen ingin berteriak, atau merintih, atau menambah desahannya, tapi ia menjadi begitu malu saat Gab menggapai bokongnya, jadi yang ia lakukan adalah mengigit bibirnya dan mencengkram rambut ikal Gab. Setelah Solen hampir menyerah untuk mendesah saja, Gab menjauhkan diri. Mata pria itu berubah dan untuk pertama kali dalam hidupnya, ia ragu dengan keputusan yang ia ambil, Gab yang ini bukanlah sahabatnya, ia tidak pernah menemukan tatapan seperti ini Gab, dan untuk alasan yang tidak dapat dijelaskan, ia menjadi sedikit takut.

"Duduk di sini." perintah Gab serak. Ia menuntun Solen untuk duduk di antara ke dua kakinya, menarik Solen mendekat, merangkup wanita itu dari belakang. "Pertama, biarkan dia menyentuhmu." bisik Gab di telinga Solen. Lalu tangannya menyentuh paha Solen dengan lembut, napas pria itu panas di tengkuk Solen. "Buka kakimu." ucapnya sambil mencium pelan bahu telanjang Solen. "Pintar, tekuk seperti itu, iya." pujinya saat Solen menanggapi Perintahnya dengan cepat. Usapan pelan itu perlahan naik ke pangkal paha Solen, ia merasa dingin sekaligus panas. Tidak pernah ia membuka kakinya seperti ini dan membiarkan seorang pria mengusap pangkal pahanya. Lalu ia tersentak ketika secara tidak sengaja Gab menyentuh kewanitaannya. "Stt, tenang." bisik Gab sambil mencium lehernya, lalu kembali ke bahunya. Tangan itu kembali tidak sengaja menyentuhnya di sana, tapi kali ini Gab membiarkannya di sana. Mengusap segitiga di antara kakinya dari balik celana dalam hitam yang ia beli beberapa minggu lalu dari salah satu butik pakaian dalam ternama. Tanpa menyadari dirinya, kepala Solen terhentak kebelakang. Gab menyusupkan tangannya ke balik celaana dalam Solen, mengusap pelan area segitiga di sana. Akalnya sudah hilang sejak beberapa waktu yang lalu, sejak Solen tanpa sadar mendesah dalam dekapannya, saat Solen bersandar penuh kebelakang menikmati pelayanannya, saat pemandangan indah puncak payudara Solen yang mengkerut membuatnya semakin bersemangat.

Solen GabWhere stories live. Discover now