02. Author's PoV : Misty Pine Forest

21 11 0
                                    

Irina merasakan sebuah godam menghantam raganya sesaat ketika mendengar pengakuan Mario. Baru sesaat yang lalu dia memberikan kepercayaan penuh pada suaminya, namun tak berselang lama kepercayaan itu telah hancur berkeping-keping.

Mario membohonginya, Mario mengkhianatinya.

"Terima kasih kali ini anda berkata jujur, Tuan Richardson."

"Kali ini?" tanya Mario kesal, "Aku berkata jujur sejak awal, Sialan!" Mario tidak tahan untuk tidak mengumpat pada Tuan Taylor saat melihat Irina berdiri dan berjalan keluar dari ruang persidangan di tengah gemuruh para hadirin yang masih bergumam.

Perempuan itu melangkah dengan mantap lurus dan anggun. Ciri khas langkah seorang peragawati profesional. Ketukan suara dari stiletto-nya yang menghujam permukaan marmer mengalun merdu, seolah sepatu tinggi bertumit lancip itu bukan maslah bagi kehamilannya. Perut irina cukup kecil untuk kehamilan trimester kedua, bahkan jika sedang memakai mantel, orang tidak akan mengira kalau dia sedang hamil.

"Jaga bicaramu Tuan, ini pengadilan." Hakim ketua mengingatkan Mario atas umpatan yang baru saja diucapkannya.

Mario mengangguk sesaat, sebelum kembali menatap pintu tempat Irina menghilang. Perasaan gusar mulai menyapanya.

"Lanjutkan Tuan Jaksa Penuntut Umum," perintah Hakim ketua.

"Sudah jelas di sini Yang Mulia, Tuan Richardson mengakui bahwa dia dan Alice Collins memiliki hubungan terlarang, yang mana kita ketahui bahwa Tuan Richardson adalah seorang suami dari perempuan yang baru saja berjalan melewati pintu itu." Tuan Taylor menunjuk pintu keluar, "Kenapa Tuan? Anda ingin menyusul Istri anda?" tanya Tuan Taylor saat menyadari Mario yang terus menatap kearah pintu keluar.

Mario tersadar, kini dia kembali fokus ke Jaksa Penuntut Umum yang mulai di bencinya.

Tidak benar-benar fokus, pikiran Mario sepenuhnya tertuju pada Irina, apa yang akan di katakan Irina setelah ini?

"Lanjutkan," perintah Hakim ketua.

"Di sini saya menyimpulkan, Yang Mulia, bahwa Tuan Mario-lah yang bersalah atas kasus ini--"

"Aku tidak bersalah! Demi tuhan! Sialan kau keparat Abraham!" Mario tidak bisa lagi menahan emosinya. "Aku akan menuntutmu atas tuduhan palsu. Lihat saja!" Mario merasa telah difitnah.

Tuan Taylor Abraham sama sekali tidak gentar atas ancaman Mario, dia melanjutkan kalimatnya yang sebelumnya terpotong, "Kemungkinan besar motif Asmara, Yang Mulia. Perempuan malang itu menginginkan lebih, sayangnya Mario Richardson tak bisa memberi itu, ya karena kita tahu, dia sudah beristri, istrinya baru saja meninggalkan ruang sidang. Sepertinya dia juga baru mengetahui kebohongan suaminya. Ironi sekali."

Mario tidak taham. Sikap tenang yang sebelumnya dipertahankan, kini sudah dia tinggalkan beberapa saat yang lalu. Dengan satu gerakan yang atletis, dia melompat keluar dari kotak kesaksian. Beberapa langkah saja untuk bisa mencapai tempat berdiri Tuan Taylor dan mencengkram erat kerah jas serta kemejanya dalam satu kepalan tangan. Satu tangan lainnya membentuk sebuah tinju yang menggantung di udara, untuk mengancam. Beberapa wanita yang ada di ruangan berteriak terkejut, beruntung Irina tidak melihat ini. Dan tentu saja, wartawan dengan sigap mengabadikan momen ini dengan lensa kamera mereka.

Tuan Taylor tidak takut sama sekali--atau bisa saja takut jika dikesempatan lain--dia menyunggingkan senyum tipisnya, yang terlihat seperti menantang. "Bukan dengan cara seperti ini caranya melakukan pembelaan di persidangan, Tuan!" desisnya.

Mario mengeram, wajahnya keras menahan sesuatu yang ingin meledak. Dia tersadar. Kekerasaan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan ini. Dia melepaskan cengkramannya dalam sekali sentak, terang saja itu membuat Tuan Taylor sedikit limbung.

Did You Kill Her?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang