Tapi kenapa gadis itu ada di daerah sini?

Shit! Umpatnya dalam hati ketika ia teringat dengan perintahnya bahwa gadis itu... akan bekerja di kantornya.

Clara. Gumamnya pelan dan ia hanya mematung dan jantungnya juga memantul dengan keras. Ia juga tidak bisa bergerak mendekat ke arah gadis itu yang kini tampak berdiri dan tersenyum samar kepada temannya, Fabian.

Mata Aga terus tertuju pada sosok Clara yang kini sudah berhenti di tepi jalan, untuk menyebrang.

Tuhan. Sosok itu kini memang terlihat kurus dibanding dulu. Apa yang terjadi sebenarnya padanya? Ingin sekali ia mencari tahu. Ingin sekali rasanya dia memeluk tubuh mungil itu.. apalagi dia terlihat begitu...

Aga menggelengkan kepalanya ketika pikiran dan hatinya sepakat untuk memuji keindahan gadis itu yang tetap terlihat begitu cantik dan mempesona walau hanya memakai pakaian rumahan, dengan dress di atas lutut di rangkap dengan cardigan baby-pink, rambut di gulung acak-acakan, wajah polosnya tanpa make-up, gadis itu tetap bisa melumpuhkannya.

Saat ia akan bergerak untuk melihat di mana gadis itu berjalan, sesuatu menyentuh pundaknya. Tangan siapa lagi kalau bukan, Fabian.

“Kenapa?” tanya Fabian mengernyit melihat raut muka Aga yang terlihat begitu terkejut.

Tatapan mata Fabian mengikuti arah pandangan Aga, dan ia tidak melihat siapa-siapa lagi di sana, kecuali motor dan mobil yang beringan berjalan di jalan ini.

Aga mengerjapkan matanya kemudian ia dengan cepat berlalu dan masuk ke dalam mobil. Fabian menyusul dan duduk di kursi kemudi.

“Lo liat hantu?” cibir Fabian sambil menyalakan mobilnya.

Aga berusaha menormalkan wajahnya. Apa terlihat begitu jelas kalau ia baru saja melihat sesuatu yang diluar dugaannya.

“Minuman gue, mana?” tanya Aga mengalihkan pembicaraan, kemudian Fabian menyerahkan kantong belanjaannya.

Aga dengan cepat membuka minuman botolnya dan menengguknya cepat. Fabian hanya menggelengkan kepalanya melihat reaksi Aga yang tidak seperti biasanya. Pasti ada yang terjadi saat ia ke minimarket tadi.

“Lo kenapa? Abis ketemu mantan? Apa ketemu korban PHP lo?” lanjut Fabian sambil terkekeh.

Fabian belum menyerah mengorek informasi dari temannya ini. Ia tahu, kalau sesuatu pasti terjadi karena Aga jarang menampakkan reaksi yang seperti ini.

“Kondom lo?” tanya Aga saat melihat apa yang ada di dalam kantong tersebut. Ia memang mengalihkan pembicaraan. Sengaja.

Fabian mendengus geli. “Iya-iya, yang akhir-akhir ini nggak minat sama makhluk yang berjenis wanita yang suka nyentuh lo.” cibir Fabian, mengingat Aga belakangan ini memang hampir dan tidak berselera dengan para wanita pemuas nafsu yang biasanya menemani mereka.

“Lo nggak usah ngeles, Ga. Gue tahu lo ngalihin pembicaraan.”

Aga membuang nafasnya keras kemudian ia mengusap wajahnya dengan gusar dengan kedua tangannya. Haruskah ia menghentikan laju mobil ini dan berbalik untuk tahu kemana gadis itu pergi, atau tinggal? Dengan siapa dia tinggal? Sendirian kah?

Hatinya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk ketika membayangkan sosok mungil itu harus tinggal sendirian di kota besar yang belum atau sama sekali tidak dia kenal. Ugh! Kenapa perasaan ini masih belum hilang dan ia tahu kalau ia dalam bahaya sekarang.

Kamu dalam bahaya, Aga Treviyan Mikail. Perasaan itu kini semakin besar dan ia yakin ia telah salah langkah...

“Men, lo kacau banget. Jadi, kita jadi nggak ini? Percuma tar lo dateng malah nggak asik. Gue anter lo pulang!”

Still YouWhere stories live. Discover now