Sialnya, tak kusangka pertemuan di jam istirahat ini cukup lama. Hanya ada sekitar 7 menit sebelum pelajaran kembali dimulai. Rina biasanya sudah berada di kelas sekarang. Aku juga merasa tidak terlalu lapar. Tak mengindahkan kantin, aku beralih masuk ke dalam kamar kecil khusus perempuan. Berniat sekedar membasuh muka yang agak mengantuk. Keran di westafel meneteskan sedikit air. Saat itu, aku terdiam sejenak. Bukan karena air di keran itu, melainkan karena sebuah benda di atas westafel. Sangat tidak asing. Aku ambil benda itu. Mencoba mengingat sesuatu.

Ha! Ini kan jepit rambut kupu-kupu kepunyaan Rina. Tidak biasanya Rina begitu ceroboh meninggalkan benda antik di tempat seperti ini. Tapi ... ya sudahlah, setelah berurusan dengan air aku akan mengembalikannya.

Kalau dilihat-lihat ... benda ini benar-benar antik. Ah, mungkin aku akan menikmatinya sebentar. Rina juga tidak akan marah, kan. Bagaimana dengan membawa ini ke atap sekolah? Mungkin di sana aku bisa melihatnya seperti terbang sungguhan.

Dengan riang, aku melewati lorong di lantai dua. Entah kenapa sulit untuk mengalihkan pandangan dari benda ini. Masih berjalan, aku angkat jepit rambut tersebut setinggi-tingginya menggunakan tangan kanan. Mungkin setelah ini aku mau bertanya dengan Rina di mana ia mendapatkan benda ini.

Brak!

"A-awh ..."

Tubuhku hampir terjatuh. Serasa ditabrak oleh seseorang barusan. Dan benar saja, setelah melihat ke belakang aku melihat dua orang laki-laki berkejaran seperti anak kecil.

"Woi! Jangan lari-lari di lorong!!" teriakku kesal. Tidak ada respon dari dua siswa tadi. Mereka terus menjauh.

Aku menghela nafas berat. Berniat menenangkan diri. Entah kenapa aku merasa ada yang kurang. Kembali kaki ini melangkah. Aku angkat sedikit tangan kananku. Mata ini terbelalak. Karena akhirnya aku menyadari sesuatu.

Jepit rambut milik Rina ...

"HIIILLAAAANGGG!!!!!!!!!"

Panik, aku putar kepala ini ke segala arah. Terus mencarinya. Dan tentu saja, tingkah lakuku menarik perhatian beberapa murid yang melintas di tempat itu. Kudapati tepat di sebelahku jendela terbuka cukup lebar. Kemudian melihat keluarnya. Pemandangan ini, adalah belakang sekolah. Di bawah penuh dengan rerumputan cukup tinggi.

Mungkinkah ... benda itu ... terjatuh ke sana?

Akh!! Kenapa hal ini bisa terjadi padaku! Ini salah anak laki-laki tadi! Tch! Tapi tidak ada gunanya menyalahkan mereka. Ingatanku tentang senyuman Rina saat memegang benda itu berputar berulang kali.

Apa yang terjadi jika dia tau bahwa aku bermain-main sejenak dengan jepit rambutnya dan menghilangkannya? Apa yang akan terjadi pada status persahabatan kami?

Perasaan bersalah ini belum juga hilang. Melainkan semakin besar tak kala kaki melangkah. Dengan lesu, aku menuju kelas 2-A. Mungkin jika aku katakan yang sebenarnya ia tidak akan marah. Iya, kan?

Di pojok, Rina sedang asik membaca buku. Ekspresinya memperlihatkan ketenangan dan kegembiraan. Apakah ia masih belum sadar bahwa jepit ramputnya hilang? Aku merasa ini kesempatan bagus untuk meminta maaf.

Aku menepuk pelan kedua pipi. Mencoba membuat wajah seperti biasa. Perlahan mendekati Rina, dan duduk di kursi yang tepat berada di depannya. Ia menyadari kehadiranku.

"Anu ... Rina ... ada yang ingin kubicarakan ..."

Dia menutup buku itu setelah mendengar pernyataanku tadi. Senyuman simpul diperlihatkannya setelah dia bergumam.

Oh! Tidak! Senyumanmu itu membuatku semakin merasa bersalah.

"... Anu ... Rina ... Misalnya ..."

Kupu-Kupu ItuWhere stories live. Discover now