the Little Surprise

Start from the beginning
                                    

Seokjin-hyung mulai panik. Masalahnya, dia masak dessert. Kalaupun Jeongguk ke dapur dan lihat ada banyak makanan, dia tak akan ambil pusing, karena Seokjin-hyung sering stress-cooking. Apalagi dengan keadaan begini. Tapi, makanan pencuci kali ini macam kue di acara pernikahan.

Hoseok menyibukkan diri menata meja kopi di ruang tengah. Namjoon meramaikan telinga Jeongguk soal inti telepon Sejin-hyung dan ditanggapi penuh, untunglah. Dan Seokjin-hyung, sebisa mungkin menghias kuenya secepat kereta shinkansen.

"Jadi besok cuma teleconference, hyung?" Jeongguk memastikan, sebotol air mineral dingin ludes. Dia mengambil satu lagi untuk Taehyung. "Berarti akan banyak waktu kosong?"

"Ya ... begitulah," kata Namjoon, alihkan perhatian Jeongguk yang sepertinya tertarik dengan kue tingkat buatan Seokjin-hyung. "Oh ... jadi kita mau rayakan waktu bebas, hyung, sekarang? Wow. Stroberinya banyak."

"Eh—i-iya, kurang lebih begitu, Guk."

"Iya, Guk! Soalnya kan jarang bisa punya waktu luang banyak begini!"

Jeongguk lalu lempar pandang skeptis ke arah Jimin. "Diem aja. Taehyung mau minum malah dilarang barusan."

"Heh! Hyung! Pake hyung!"

"Nggak urus."

Hoseok terpingkal. Sepertinya bahagia sekali. Berkebalikan dengan Jimin yang lantas kesal lalu bergabung dengan Seokjin-hyung. Biasanya hyung baik. Beri icip krim atau sisa topping.

Namjoon duduk di bangku tinggi, diikuti Hoseok. Tinggal menata meja dan kami selesai. Bunyi game dinyalakan dari arah kamar Taehyung. Yang biasanya buatku sakit kepala; kali ini justru aku bernapas lega.

"Jadi, kalau semuanya lengkap, kita tarik mereka kemari atau ...?"

Hoseok mendecak. "Tarik. Ya ... cuma mau lihat siapa yang bisa tarik Jeongguk pakai tangan kosong."

"Hoi, kita berlima dan mereka cuma berdua. Ya, mungkin, tambah Yeontan." Jimin angkat bahu.

Ketika Seokjin-hyung selesai dengan kuenya, meja makan sudah penuh. Aku yang ambil pemantik dan nyalakan lilin. Hell, aku juga yang disuruh panggil maknae kami.

"Kenapa hyung?" Itu Jeongguk; dengan raut wajah bingung.

"Udah, pokoknya ikut. Ajak Tae juga."

Mereka mengekor di belakang. Masih saling menatap. Tapi kuyakin, sekarang, begitu mereka selesai memindai keadaan ruang makan, masing-masing pasti lebarkan bola mata.

"SURPRISE!"

Butuh waktu total tiga puluh detik untuk Jeongguk kembali dari masa transisi dan tambahan lima detik bagi Taehyung yang matanya mulai berair. Dia ada di sebelahku, kebetulan. Sebelah tangannya menarik ujung kaus, lalu bibirnya dimajukan.

"Hyungie ...."

Aku tergelak. "Aigoo ... jangan cemberut begitu, Taehyungie. Ini buatmu dan Jeongguk—dan mungkin tidak sedikit juga mungkin Army yang merayakan."

Memang dasar bayi macan. Pelukannya kuat sekali. Masih merajuk dan dengan sepasang pipi memerah.

"Aku cuma bilang tentang penggabungan namaku sama Jeongguk padahal ...." Suara Taehyung terbenam hoodie. Masih clingy bahkan waktu sampai di meja. Manja memang, macam keturunan kucing besar.

"Tapi setelahnya kamu bilang iya waktu Jeongguk bilang suka." Jimin menimpali. Senyum menyebalkan saat Jeongguk melemparkan pandangan galak. "Thank God, akhirnya. Aku bahkan punya rencana dengan Hoseok-hyung buat sekap kalian di kamar mandi supaya lekas jadian."

"Iya, iya, betul itu!"

Kami semua duduk. Lingkari meja makan. Aku lihat bagaimana Taehyung masih sesenggukan, Jeongguk yang diam-diam tenangkannya lewat jemari yang saling bertautan, dan senyum kecil yang Taehyung berikan. Seperti komunikasi tanpa suara.

Kamu nggak apa-apa?

Iya. Aku baik, Jeongguk.

Dan Namjoon—sebagai leader kami—mengucapkan beberapa patah kata. Bahwa dia berterima kasih karena kami selalu mendukungnya, bahwa kami selalu bersama, dan dengan murninya hubungan dua maknae kami.

(Jimin selalu emosional; dia lari ke belakang di bagian ini.)

Taehyung yang akhirnya meniup lilin di kue tingkat buatan Seokjin-hyung. Masih merah matanya. Menggerung lucu saat Jeongguk menariknya mendekat lalu bubuhkan kalimat pendek di dahinya.

Kami hening.

Berikan privasi pada mereka sebisa mungkin. Mungkin ini yang orang bilang adalah cinta, yang para musisi tuangkan dalam lagunya, yang para seniman torehkan di atas kanvasnya. Aku tak tahu yang lain. Tapi aku, jujurnya, berterima kasih karena bisa jadi salah satu saksi di cerita mereka.

[]

[✓] Love is All Around • KOOKVWhere stories live. Discover now