#8 Saat Tawa Berakhir Tragis. (new ending)

Start from the beginning
                                    

Seketika kami hening tak ada topik pembicaraan. kami merasa bukan hanya kami berempat di ruangan ini. Pak dhe menekuk alis "onok seng teko."(ada yang datang) dan benar saja saat pak dhe mengatakan hal tersebut bulu kuduk berdiri hawa yang tadinya dingin berubah menjadi panas dan pengap. Keris keris yang terpajang di ruangan bergerak tak beraturan. Tanah yang kami pijak bergetar hebat. Aku dan ibu saling tatap muka berpegangan tangan. Lalu salah satu keris terjatuh dan tanpa ina inu ia terbang tertancap di bagian leher istrinya pakdhe. "Mbak.... mbak sadar mbak." Ibu berusaha menyadarkan istri pakdhe. Pak dhe langsung mengangkat badanya dibawanya keluar. Badan pak dhe penuh dengan cucuran darah yang dikeluarkan istrinya. Kini kulit lehernya menganga terbuka terlihat sebagian urat uratnya. Warga lain yang melihat langsung memanggil ambulance. Saat di ambulance nyawa istri pakdhe tak tertolong sebelum sampai di rumah sakit. Saat mendengar kabar tersebut lututku gemeteran juga melihat ibu berteriak mengeluarkan air mata. Akhir akhir ini air mata kami benar benar terkuras melihat orang terdekat kami satu persatu tumbang. Dengan kondisi kematianya yang tak wajar.

****

Hari yang telah di tunggu tunggu itu pun datang. Hari dimana dilaksanakanya pagelaran wayang kulit. Truck truck berdatangan membawa peralatan kerangka panggung. Panitia sibuk memasang panggung dan menyiapkan semua kebutuhanya.
Namun wajah dari orang orang tersebut nampak sangat berbeda mereka tak berekspresi sama sekali. Aku sedang melihat di samping yusuf, yusuf tiba tiba iseng bertanya pada pak rt yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat aku dan dia.

"Pak, asalamualaikum." Yusuf mengucapkan salam dan menjabat tangan pak rt.

"Eh.. waalaikum salam, nimas yusuf ada apa.?"
Tanya pak rt.

"Pak yusuf sama nimas cuma pengen tau mereka itu datang dari mana pak dan siapa yang menyelenggarakan?" Tanya yusuf dengan ambisi penasaranya.

"Kemaren sih bapak sudah di datangi seorang yang katanya dari badan pelestarian budaya ingin menyelenggarakan tersebut, tapi eh tapi pas bapak telefon badan pelestarian budaya bagian pusat katanya gak ada konfirmasi akan dilaksanakan bahkan mereka ndak tau dan bilang mungkin dari relawan mau menyelenggarakan tersebut ya sudah deh." Kata pak rt panjang lebar.
Kami pun paham dengan penjelasan pak rt.

Malam ini puncak acara pagelaran wayang. Semua orang datang menyaksikan tak terkecuali. Dari tua hingga muda. Pedagang pedagang telah membuka lapak di pinggir tanah lapang. Sang purnama menyaksikan pula, bahkan hewan malam bersuara seolah bersorak akan di mulainya pagelaran tersebut.

Suara gamelan di iringi suara indah sinden tanda telah dimulainya pagelaran. Aroma dupa mulai tercium wangi identik. Aku melihat dengan yusuf dari kejauhan sedangkan ibu dan orang tua yang lain duduk didekat panggung. Dalang mulai memainkan wayang menceritakan sebuah cerita menggunakan bahasa jawa. Pertunjukan semakin meriah saat cerita mulai tegang. Namun ada satu mitos bahwa setiap orang yang telah menonton wayang ia tak boleh meninggalkan sebelum pertunjukan selesai. Dan biasanya wayang di laksanakan sampai semalaman suntuk bahkan sampai pagi lagi.

Ada yang berbeda di pandanganku. nampak semua orang, termasuk penabuh gamelan hingga 3 orang sinden mereka tak menunjukan ekspresi senyum bahagia ekspresi dari wajah mereka datar. Tak menghiraukan hal tersebut atau entah mereka tak melihat gerak gerik semua orang dipanggung warga tetap antusias mendengarkan,melihat dan bahkan alunan musik membuat mereka semua sesekali meliukan badan ikut menari di bawah panggung.

Waktu menunjukan pukul 12 malam dan saat itu aku mulai kantuk. Tapi semakin malam pertunjukan wayang tersebut semakin ramai dan meriah. Ada tawa,tegang,dan haru tercampur aduk dalam cerita wayang yang di bawakan.

Kebahagiaan itu luntur secara tiba tiba. dibalik kelir(layar lebar yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulit) ada seseorang berdiri tepat di balakang dalang yang sedang sibuk memainkan wayang. Warga mulai curiga. Dan benar saja tanpa hitungan detik ia melayangkan sebuah kapak dan mendarat di kepala si dalang. Darah memuncrat di kelir yang terpanpang di depan semua warga. Warga panik,mereka teriak histeris.seseorang tersebut setelah melancarkan aksinya ia lenyap dan hilang. Namun seorang sinden terus mengumandangkan kidung, Sampai akhirnya sebuah golok menyerampang perut mereka yang membuat isi perutnya keluar. Golok itu tak tahu dari mana asalnya. Tak sampai disitu Semua pemain gamelan tak sadarkan diri mengambil keris yang terdapat pada pakaian jawanya. Mereka turun dari panggung dengan mata yang membuka lebar ekspresi mulut yang datar. Terus mengacungkan keris di hadapan warga. Dan ya... mereka menghampiri warga, dimulai dari pak rt digoroklah dengan keras leher pak rt. Pak fauzul yang melihat kejadian itu mengambil batu lalu memukul keras ke wajahnya di ikuti bapak bapak. Jenazah pak rt di amankan dengan kepalanya yang terpisah di masukan dalam kain putih. Pak dhe sibuk menenangkan bapak bapak yang terus melempar hingga satu di antara mereka tumbang dengan wajah penyok. Pak dhe menjelaskan pada warga bawa mereka dalam kondisi dikendalikan dan mereka tak sadarkan diri.

Warga terus membelot mereka melempar semua benda, sementara ibu ibu mereka pergi entah kemana hanya tersisa bapak bapak dan remaja,kecuali aku seorang anak perempuan yang masih tetap berdiri disini dan melihat kejadian itu. Walaupun pikiranku campur aduk dan kaki gemeteran syok. Aku di temani yusuf melihat dari jarak agak jauh. Ibu sudah mengajaku berlari untuk pulang. Tapi entahlah hatiku terus mengatakan bahwa aku kuat dan aku akan baik baik saja. Ibu meminta yusuf terus menjagaku.
Tak lama kemudian semua penabuh gamelan yang berjumlah 20 orang mati dalam keadaan wajah tak karuan. Di tangan warga sendiri. Aku sunggu tak menyangka.

buluk kuduk ku berdiri Saat aku mendekat, melihat semua mayat itu. Karna bukan darah berwarna merah yang mereka keluarkan melainkan cairan hitam pekat yang menggumpal berbeda dengan darah yang dikeluarkan dalang dan sinden. Aku terus beristighfar.

Warga berpandangan satu sama lain. Aku yakin pikiran mereka campur aduk. Bagaimana ini? bisa tersebar luas kasus ini dan nama desa akan tercemar. Semua warga pasrah raut wajah gembira mereka luntur. Saat semua kepanikan ini terjadi mayat dari semua penabuh gamelan yang ditutupi kertas koran, tiba tiba mengeluarkan suara mengerung, badan badan yang tergeletak lemah diatas tanah bergerak dimulai dari jari jemari mereka dan seluruh badanya. Hingga mereka semua berdiri, benar benar berdiri tegak seakan tak terjadi apa apa. Mereka dengan sendirinya mengelupas bagian kulit muka yang luka parah, sehingga mengeluarkan darah hitam kental tercampur nanah hijau segar. Sesekali mereka memuntahkan gumpalan-gumpalan yang bentuknya mirip usus di yang di balut darah hitam tersebut. Semua warga beringsut mundur dengan wajah takut.

Mereka berjalan mendekati sembari mengambil keris yang tadi terjatuh. Dan bapak bapak mencoba untuk melemparkan batu ke wajah mereka, tapi tak ada guna saat batu itu mendarat ke wajah atau tubuh mereka, kulitnya akan sembuh otomatis. Kami semua syok, tak tau apa yang harus kita lakukan. Penabuh gamelan itu semakin mendekat dengan keris yang di todongkan ke arah kami. Kami terpojok. Dan crot.... mereka semua menggorok semua bapak bapak di hadapanku dan yusuf. Darah memuncrat di wajahku dan yusuf. Beberapa kepala menggelinding di atas tanah sebagian lagi masih menempel dengan leher. Sungguh diadab mereka semua. Aku menangis sejadi jadinya. aku berteriak untuk meluapkan semuanya, penabuh gamelan itu komat kamit membaca mantra, penabuh gamelan itu menusuk perutnya sendiri dengan sangat dalam. Al hasil mereka terpapar kaku tak berdaya.

Aku kebingungan. akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan melapor pada ibu. Aku berjalan bersampingan dengan yusuf ia merasakan hal yang sama denganku. Betapa dinginya dan sepi jalanan serta sesekali tercium bau amis darah. Benar benar hanya kami berdua yang berjalan di atas jalan ini. Kami merasa di awasi, oleh karena itu kami memutuskan untuk mempercepat jalan.
Rumah rumah warga seperti tak berpenghuni gelap. Entah dimana semua ibu ibu dan anak anak yang tadi berhasil lari dari pegelaran itu.

Kami sampai di ambang pintu rumah. Mengucapkan salam namun tak ada yang menjawab. Aku tak melihat ibu dan raka. Aku mengecek ke kamar ibu dan raka. Mereka tak ada. Saat menuju kamar belakang, aku dan yusuf mendengar suara rintihan serta mengerang di kamar belakang. Suara itu seperti meminta bantuan. Yusuf mengambil lilin dan menyalakanya menghilangkan kegelapan rumah. Kaki ku gemeteran mendengar suara itu. "Ada siapa to.." aku memberanikan bertanya. Aku dan yusuf memasuki kamar yang gelap dengan lilin di pojok ruangan terlihat secara remang remang sesosok itu. Ia terikat tali yang cukup besar dan terus menggerung dan merintih meminta tolong. Saat kami dekati lalu kami sorotkan cahaya ke arah tersebut tak ada seseorang sama sekali. Namun ada sebuah pesan bertuliskan "semua nyawa yang tersisa ada di tanganku temui aku, bawa pusaka itu...." tulisan itu terletak di lantai dengan menggunakan tinta berupa darah.

*****

Ingin tau apa yang akan terjadi tungguin ya.....


Dan terimakasih untuk 10k view love you guys......

Maaf sudah menunggu lama......

Jangan lupa vote komen dan share


IG:@khal.id






NANTANG URIPWhere stories live. Discover now