CTAR!

CTAR!

CTAR!

Cambukan demi cambukan Jaemin terima. Bahkan kemeja tipisnya tidak mampu melindungi dirinya lagi. Kemeja itu pun robek dan dinodai oleh pekatnya darah yang merembes dari sela-sela kulit Jaemin yang terluka.

"S-sakit... Hiks... Hiks...", lirih Jaemin dengan keadaan yang masih terikat. Dia sudah pasrah jika harus berakhir detik ini di tempat ini juga. Hyunjin tetap mengabaikan rintihannya. Lelaki itu benar-benar tidak mempunyai hati.

BRAK!

Satu-satunya pintu yang berada di sana kembali menjeblak terbuka. Kali ini disertai suatu hal yang tidak terduga. Bagaimana tidak? Sebuah kepala yang diyakini milik salah satu anak buah Hyunjin yang berjaga di depan pintu menggelinding ke tengah ruangan. Hyunjin tidak terkejut akan hal itu. Namun, lain halnya dengan Jaemin yang masih bisa mempertahankan sisa-sisa kesadarannya. Lelaki manis itu hanya mampu memekik lemah dan menahan rasa mual di dalam perutnya.

"Selamat datang di markasku, Lee Jeno", ujar Hyunjin congkak. Sedangkan lelaki lain yang tadi melemparkan potongan kepala itu hanya tersenyum miring sebagai balasan.

"Tidak perlu berbasa-basi, Hwang Hyunjin. Saat ini semua anak buahmu sudah tewas", ucap Jeno. Sedangkan Hyunjin hanya bertepuk tangan kecil.

"Wow, perlukah aku mengapresiasi usahamu? Lalu dengan apa? Ah, bagaimana kalau dengan ini?". Hyunjin kembali melayangkan cambuknya ke tubuh Jaemin hingga lelaki cantik tersebut kembali merintih ketika kulitnya terkelupas semakin dalam. Jeno yang melihat hal itupun menggeram rendah.

"Lion, cepat ke sini!", seru Jeno. Tak lama kemudian, datanglah Mark ke ruangan tersebut dengan menyeret seseorang yang tak terduga, membuat Hyunjin terkesiap untuk sesaat.

"H-hyung...", lirih seseorang yang Mark seret dan tak lain adalah Jeongin. Hyunjin hanya diam tanpa merespon. Dia kembali memasang ekspresi dingin seperti sebelumnya.

Jeno segera mengambil alih tubuh Jeongin dari cekalan Mark. Bahkan, lelaki berhidung mancung itu tak segan-segan menjambak rambut Jeongin dengan kuat hingga empunya merintih.

"Kau juga ingin bermain-main denganku, hm? Kalau begitu, mari kita bermain dan lihat siapa pemenangnya!", ucap Jeno yang kemudian melempar Jeongin ke lantai. Beberapa helai rambut lelaki manis itu bahkan menempel di telapak tangan Jeno karena terlalu kuatnya jambakan yang dia terima. Hyunjin hanya berdecih.

"Kau ingin menggertakku dengan bocah itu? Silakan saja, aku tidak takut! Dan asal kau tahu, Na Jaemin akan ku hancurkan saat ini juga di hadapanmu!". Setelah mengucapkan hal itu, tanpa diduga-duga Hyunjin meraih pistolnya dan langsung mengarahkannya kepada Jaemin. Bahkan, Jeno dan Mark tidak sempat membaca pergerakan tersebut.

DOR!

"Jaemin-ah!", teriak Jeno dan Mark bersamaan.

Jaemin memejamkan matanya dengan berderai air mata. Apakah hidupnya harus berakhir seperti ini? Apakah dia akan bertemu dengan kedua orang tuanya di surga nanti?

Dengung tembakan tersebut sudah berbunyi beberapa detik yang lalu. Namun, Jaemin tidak merasakan sakit di sekujur tubuhnya melainkan kehangatanlah yang melingkupinya. Maka, dengan perlahan Jaemin membuka kedua kelopak matanya dan seketika dia membelalak dan mematung.

"H-Haechan-ah..."

"Ssst..., jangan menangis lagi, Jaemin-ah. Aku selalu di sisimu...", lirih Haechan sambil tersenyum kecil. Seketika tubuh itu ambruk dengan darah berceceran di punggungnya yang terkena tembakan.

"Lee Haechan!", teriak Mark murka. Kini amarah mulai menyelimuti dirinya tatkala melihat orang yang paling ingin dia lindungi tergeletak begitu saja di lantai yang dingin. Maka tanpa ba-bi-bu lagi, Mark menarik pelatuk pistolnya kearah seseorang yang bisa dia jangkau.

Jeongin membulatkan matanya ketika timah panas itu menembus dada kirinya, tepat di jantungnya. Darah pun mengalir dari mulutnya ketika rasa sakit itu tidak bisa lagi dia tahan. Hyunjin terkesiap saat mendengar suara tembakan dari arah lain dan melihat Jeongin sudah tergeletak tak berdaya.

"Jeongin!", teriak Hyunjin. Jeongin hanya tersenyum lemah.

"H-hyung, aku... A-aku selalu men-cintaimu. Dan... A-kan tetap seperti itu... Sampai kapanpun...", lirih Jeongin sebelum menutup kelopak matanya.

"In!". Hyunjin kembali berteriak tidak percaya. Dia menatap Mark tajam. "Kau! Kenapa kau membunuhnya?! Dia tidak bersalah di sini!", amuknya. Mark hanya mendecih.

"Lalu bagaimana dengan Jaemin?! Dia juga tidak bersalah!", balas Mark.

"Kau!". Hyunjin hendak mengacungkan pistolnya kearah Mark.

DOR!

Napas Jeno terengah setelah menurunkan pistolnya. "Jangan lupakan bahwa aku masih ada di sini, brengsek! Cih, semuanya sudah berakhir!", kata Jeno setelah berhasil melubangi kepala Hyunjin dengan satu tembakan telak. Musuhnya itupun tewas seketika.

Mark yang tersadar dari keterpakuannya langsung menghampiri Haechan. Nadi milik lelaki gembil itu masih berdenyut, namun sangat lemah. Maka, Mark segera pamit dan membopong Haechan menuju rumah sakit. Sedangkan Jeno masih sibuk melepaskan tali yang melilit tubuh Jaemin. Lelaki manis itu bergetar hebat, masih syok dan trauma dengan kejadian beberapa saat yang lalu.

Para anak buah Jeno segera membereskan kekacauan yang ada di tempat itu setelah melihat Tuan-nya melangkah keluar dengan Jaemin yang berada di dalam rengkuhannya. Jeno juga membawa Jaemin ke rumah sakit, menyusul Mark dan Haechan.

.
.
.
TBC

Oke, ini adalah chapter terpanjang daripada chapter-chapter yang lainnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oke, ini adalah chapter terpanjang daripada chapter-chapter yang lainnya. Aku jarang update akhir-akhir ini karena rl-ku bener-bener gak bisa diabaikan. Ini aja sebenernya masih dalam masa-masa UTS, tapi berhubung kampusku lockdown, akhirnya harus UTS online 😭😭 Gimana ceritanya UTS tetap jalan? Hmmmm, berarti aku harus standby dengan kuota dan jaringan yang mendukung. Duh, riweuh banget pokoknya 🤧 Stay healthy ya kalian semua~

Yaudah deh, see next chap! Jangan lupa tinggalkan jejak~

Nay 💚💚
18 Maret, 2020

PSYCHO ||NoMin|| ✔️Where stories live. Discover now