Jungkook kembali melirik tajam padaku. "Itu namanya penis bodoh!"

"Tapi, kata Nuna ini adik! Kau itu yang salah. Kau itu tidak tahu apa-apa. Nuna tahu semuanya. Nuna itu pintar dan baik, tidak sepertimu! Wlek!"

"Kau meremehkanku!? Kau itu yang bodoh, tidak tahu apa-apa! Dasar kucing idiot! Alat kelamin sendiri saja tidak tahu apa namanya!"

"Sugar tidak bodoh!"

"Kau bodoh!!!"

"Kau yang bodoh!"

Aku langsung beranjak dari duduk dan menatap tajam kedua makhluk yang tengah berdebat itu. Mereka sontak terdiam dan menunduk dalam. Sepertinya mereka tahu kalau aku berniat menjitak mereka satu per satu.

"Kalian berdua sama-sama bodoh!" Lalu aku menuju kamarku, membanting pintu dan tengkurap di ranjang.

Otakku rasanya terbakar karena memikirkan makhluk aneh yang tiba-tiba datang ke rumahku.

***

Langit sudah berubah gelap saat aku terjaga. Aku bahkan lupa tertidur pada pukul berapa. Tubuhku terlalu lemas karena tidak ada asupan makanan yang masuk satu harian ini. Seharian kuhabiskan bersitegang dengan Jungkook dan Sugar yang menyebalkan.

Aku memukul tengkukku saat beranjak untuk turun dari ranjang. Kepalaku sakit dan perutku mulai berbunyi. Sudah saatnya aku menghabiskan satu cup ramen yang tersisa di dalam lemari dapur. Besok? Entahlah, aku akan memikirkannya nanti saja. Sekarang rasanya aku ingin pingsan saking lemasnya.

Pintu kamar kubuka, dan bersamaan dengan itu aku melihat beberapa hidangan sudah tersaji di atas meja ruang tengah--karena aku tidak memiliki ruang makan jadi ruang tengahku multifungsi. Sepertinya semua makanan ini Jungkook yang membelinya.

Jungkook dan Sugar duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatas antara mereka. Tangan Sugar sudah mencomot seekor ikan bakar yang ada di piring, sedangkan tangan Jungkook mencekalnya kuat. Kedua makhluk aneh yang selalu membuat kepalaku pusing ini saling bertatapan tajam, kalau saja sorot mata itu bisa mengeluarkan pedang maka keduanya pasti sudah luka-luka.

"Apa yang kalian lakukan?" kataku seraya duduk di samping Sugar, lalu kupukul dua lengan lelaki itu kuat sehingga mereka meringis dan berhenti bertatapan."Tidak boleh berkelahi di depan makanan."

"Dia mau makan ikan bakarku, Nuna!" Jungkook merengek lagi.

"Berikan saja, dia itu kucing sekali-sekali mengalahlah dengan kucing," sahutku.

Jungkook melotot. "Dia sudah makan satu masa dia mau lagi!? Enak saja! Jatahnya satu orang satu--meskipun dia bukan orang!"

"Kasih saja, Jungkook." Aku malas sebenarnya meladeni Jungkook yang manja begini. Semua masalah akan selalu jadi besar di matanya.

"Tidak mau!" balas Jungkook masih sama kesalnya.

Aku mendengkus lelah. Akhirnya, kuletakkan ikan jatahku ke atas piring Sugar dan jelas saja makhluk aneh itu langsung berbinar senang.

"Tuh! Nuna saja tidak pelit pada Sugar! Dasar kelinci aneh!" kata makhluk itu pada Jungkook sembari menjulurkan lidah. Tabiatnya ini agak menjengkelkan. Apa memang kucing suka memainkan lidahnya, ya?

"Kau itu rakus. Mana sudi aku memberi jatahku padamu!"

"Sudah-sudah, makan. Aku lapar. Tidak usah banyak mulut. Tidak baik berkelahi di depan makanan," kataku sembari menyuap sesendok nasi ke mulut. "Terima kasih, Jungkook, sudah membelikan makan untukku."

Sugar yang masih mengunyah ikan pun ikut-ikutan, "Terima kasih, Jungkook."

Jungkook pun mencebik kesal. "Aku sebenarnya hanya membelikan makan untukku dan Nuna, bukan untukmu. Dasar aneh."

CATNIPDonde viven las historias. Descúbrelo ahora