"Iya, kalau begitu saat ingin pup, kau duduk di sini saja, ya? Mengerti, 'kan?" Sugar menyimak dengan wajah polosnya saat aku membuka penutup kloset. Aku lalu berpindah ke Shower, dan memutar kerannya hingga airnya keluar. "Nah, kalau mau mandi pakai ini. Lihat, 'kan, caraku membuat airnya keluar? Bisa pakai air hangat juga, lho."

Sugar hanya menggaruk kepalanya, wajahnya terlihat jijik dengan air. Mau bagaimana lagi, dia adalah kucing, pasti takut air.

"Aih, Sugar, kau bau sekali...," kataku sembari menutup hidung. Bajunya tidak diganti, tubuh dan wajahnya kotor sekali. Semalam aku terlalu pusing untuk mengurusinya dan pagi ini Sugar malah pipis di celana. Dapur saja belum kubereskan. Matilah aku. "Kenapa kau bau sampah?" tanyaku setelah menghirup sedikit bau sampah dari tubuhnya.

"Semalam Sugar dilempar pakai ember sampah."

"Yaa, ampun...." Aku menghela napas. Kasihan sekali makhluk ini. "Oke, ayo, kita mandi, ya? Sugar tidak bisa mandi, ya? Kita pakai air hangat, ya. Kau bau sekali nanti Nuna tidak sayang Sugar lagi, lho."

Dia menggeleng.

"Sini Nuna bantu lepaskan bajunya."

"Memangnya ini harus dilepas?" tanya Sugar. "Tapi, Sugar takut air... apa tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa. Ini tidak akan menyakitmu, kok! Iya, dong. Masa kau pakai baju saat man---" Kaosnya berhasil kusingkirkan, tersisa celana yang membalut tubuh bawahnya. Aku meneguk liur. Jadi... aku harus membuka celananya juga? "Sugar bisa buka celananya?"

"Hmm? Bisa." Sugar kemudian membuka celananya, sementara aku memejamkan mataku erat-erat. Bagaimana caranya memandikan makhluk ini dengan mata tertutup, ya? "Nuna, sudah...."

"A-aahh.... Iya, sebentar." Aku masih menutup mataku dan mendorongnya menuju bawah shower, sebisa mungkin aku tidak melihat bagian bawah tubuhnya dan memandikannya asal-asalan. Tidak mungkin, 'kan, aku menggosok seluruh tubuhnya? Bisa gila aku.

Dengan pertempuran di dalam batinku yang gelisah, aku akhirnya berhasil memandikan Sugar. Makhluk itu jauh lebih bersih dari sebelumnya. Aku menghandukinya dan membawanya ke ruang tengah, mencari baju Jungkook yang tertinggal dan berniat memberikannya pada Sugar.

Namun, saat aku kembali ke hadapannya, handuk yang membebat tubuh itu sudah terlepas.

Dan, ya....

Dia dengan santainya berdiri menghadapku sambil memainkan pusat tubuhnya dengan tangan.

Sontak, baju yang kubawa jatuh ke lantai.

"Nuna, ini kenyal sekali. Lucu." Dia meremas-remas organ vitalnya itu seolah seperti mainan. "Lentur sekali, ya, Nuna. Nuna, mau pegang? Ini menggemaskan! Seperti mainan bebek kuning yang lembek itu, lho!"

Aku terpaku. Tidak tahu harus berujar apa. Dia asyik memainkan miliknya dengan wajah antusias.

Apa yang telah kuperbuat di kehidupanku yang sebelumnya, sih? Apa dosaku sampai harus melihat lelaki dewasa memainkan kelaminnya dengan wajah sepolos ini?

"Nuna, ini terlihat seperti belalai gajah, iya, 'kan?" Sugar tertawa-tawa. "Wah... panjang sekali, ya. Tapi dia menempel di tengah-tengah pahaku. Hahaha!"

Iya, benar, panjang, sih. Gagah sekali dia saat seperti itu. Posenya menantang sekali dan ternyata tubuhnya tidak seburuk itu, kok--eh, apa yang sudah kupikirkan!?

"Nuna, ini bisa lebih panjang lagi, tidak, sih!? Dari tadi kutarik-tarik tapi tidak jadi semakin panjang. Malah sakit. Auw! Haha!"

Lekas kugelengkan kepalaku yang sudah dipenuhi pikiran kotor lalu melepaskan tangannya dari pusat tubuhnya itu. "JANGAN DIPEGANG SEPERTI ITU DI DEPAN PEREMPUAN!"

"Kenapa?" tanyanya.

"YA TIDAK BOLEH!" ujarku sewot sembari menutupi bagian bawah tubuhnya dengan handuk.

"Kalau dipegang terus memang kenapa? Itu sangat menggemaskan, lho, Nuna."

"MENGGEMASKAN, PANTATKU!" Aku membentaknya sampai ia mundur selangkah. "Itu tidak boleh dipegang-pegang kecuali saat mau pipis!"

"Ooh, jadi pipis lewat situ, ya?"

"IYALAH!" Aduh, otakku benar-benar kotor sekarang. Benda itu masih terus berkeliaran di otakku. "Kenapa, sih, kau suka sekali membahas yang seperti itu!?"

"Tapi saat jadi kucing punyaku hanya segini...." Dia menunjuk ujung ruas kelingking tangannya. "Kok, saat jadi manusia jadi besar sekali, ya?"

"MANA AKU TAHU!" Kupungut baju yang tadi kuambil dan kulemparkan padanya. "PAKAI BAJUMU!" Aku membelakanginya dan mengambil jarak sejauh mungkin. Sial, malu sekali rasanya.

"Nuna, yang tadi itu namanya apa?"

"Apa!?"

"Yang kenyal tadi, itu, lho...."

Aku meringis frustrasi. "Sugar, hentikan. Aku bisa gila kalau kau bahas itu terus!"

"Aku penasaran," ucapnya gigih. "Ayo, dong, Nuna.... apa namanya.... Sugar ingin tahu!"

Aku tak menggubris, sekujur tubuhku panas dan dia terus membahas alat kelaminnya denganku. Ini adalah pertama kalinya aku melihat bentuk yang asli.

"Nuna.... jawab...."

Kesal setengah mati, aku pun menjawab asal. "Itu namanya burung."

"HAH!? Burung?" Aku tidak tahu bagaimana wajahnya karena ketika melihat wajahnya saja aku langsung terbayang pusat tubuhnya yang menggod---astaga, aku bukan perempuan pervert! "Burung yang terbang itu? Kenapa punyaku tidak ada sayapnya?"

Aku mengurut kepalaku yang berkedut. Lidahku kelu untuk mengucapkan nama alat vital itu. "Salah. Bukan burung, tapi titit."

"Titit?"

"Ah, salah... dia adikmu. Adik kecilmu."

Apa yang sedang kubicarakan sebetulnya?

"Oooh, adik..." Dia terdengar bahagia ketika mengucapkan itu. "Hai, adik. Adiknya Sugar. Sugar kecil. Kau jelek, tapi kau menggemaskan."

Kepalaku semakin pusing mendengar itu.

"Adikku selalu pipis, ya?"

Aku tidak menanggapi. Sok sibuk membereskan dapurku yang terdapat tetesan air seni Sugar di sana.

"Berarti kalau mau kawin juga pakai ini?" Kedua bahuku turun, lelah sekali berbicara dengan yang satu ini.

"Iya, kau kawin pakai itu."

"Waahh...." Dia mendecak kagum dan aku tetap tidak mau melihat wajahnya.

Sumpah rasanya aku mau kabur entah ke mana, biar dia tidak tahu keberadaanku. Sudah lapar, ditambah lagi tadi melihat pemandangan yang seharusnya tidak kupandangi. Kepalaku benar-benar sakit sekarang.

"Sayang sekali belum musim kawin, kalau sudah musim kawin Sugar coba, aahh...."

Terserahlah, aku tidak mau tahu lagi. Aku hanya perlu makanan sekarang karena menanggapi makhluk aneh ini bicara sungguh memakan banyak sekali tenagaku!

[]

🌚🌚🌚🌚🌚
Selamat malam minggu.
Makasih udah baca!

CATNIPWhere stories live. Discover now