Part 2

8.6K 400 10
                                    

Skip di tempat kajian

"Baiklah tema kajian hari ini adalah tentang hijrah. Adakah yang berkenan untuk menceritakan pengalaman hijrahnya?" Tanya Bu ustadzah

Semua jamaah terdiam, tidak ada yang angkat bicara. Hingga akhirnya ara memberanikan diri untuk menceritakan pengalaman hijrahnya

Ara mengangkat tanganya "Ana boleh bercerita ustadzah?"

"Tafadhol"
(Silahkan)

"Dulu aku tidak perduli soal agama apa lagi tentang aurat, yang aku pikirkan hanyalah populeritas semata. Aku di hijab saat di sekolah saja, untuk di luaran? Aku tidak mengenakannya. Aku selalu berkata untuk apa memakai hijab? Gerah, panas, nanti orang-orang ga tau dong bagusnya rambut ku? Lagi pula aku belum siap untuk memakai hijab, nanti aja deh kapan-kapan saja toh masih muda ini. Sekarang itu masih masa-masanya remaja seperti ku untuk bersenang-senang dulu, nanti aja deh pakai hijabnya kalau sudah siap dan tentunya bukan sekarang. Terus saja berpikiran seperti itu hingga datanglah suatu keadaan di mana hati ini merasa kosong, entahlah pedahal kebahagiaan selalu menyertai ku namun rasanya hidup ku tidak nyaman dengan semua kebahagiaan itu"

"Sampai akhirnya aku sadar bahwa semua anggapan yang telah aku paparkan itu salah. Berhijab itu tidak harus menunggu hati siap terlebih dahulu, jika terus menunggu hingga siap mau sampai kapan? Memangnya kita masih yakin jika hari esok akan tetap hidup? Tidak yakin bukan? Bukankah kematian tidak ada yang tau kapan datangnya? Dan dari sinilah aku mulai berhijrah hingga teman-teman ku merasa aneh terhadap perubahan diriku. Bukan hanya satu namun hampir semua kalangan mencela hijrah ku. Mereka selalu mengulang-gulang cibiran So suci! So syar'i! Ngapain si pakai pakaian kaya gitu? Kuno! Kampungan! Ga gerah apa pake baju kedodoran kaya emak-emak? Emak gue aja ga gitu-gitu banget pake bajunya! lah lu mh tua sebelum waktunya! udah buka aja hijab lu apa-apaan si bikin gue malu aja tau ga! Mereka selalu, selalu dan selalu berkata seperti itu. Tanpa mereka sadari di balik diamnya diri ku ada suatu amarah yang tidak pernah aku luapkan"

"Bahkan aku sempat berkeinginan untuk berhenti berhijrah dan kembali ke masa lalu ku lagi akibat tidak kuatnya dengan semua cobaan itu. Namun aku selalu teringat oleh tujuan hidup ku yang sebenarnya. Bukankah Allah menciptakan semua yang ia kehendaki bukan secara cuma-cuma? Lalu bagaimana agar hidup kita tidak berakhir dengan sia-sia? Yakni dengan cara berhijrah. Mungkin hijrah yang kita kenal selama ini hanya soal pindah, menjauhi, menghindari, dan meninggalkan. Pertanyaanya, pindah kemana? Dan menjauhi apa? Berpindah dari zona yang mungkin kalian anggap nyaman pedahal itu adalah zona ketidak nyamanan karena zona nyaman yang sebenarnya adalah di saat berada dalam lingkungan yang tidak berhubungan dengan maksiat dan dosa. Bukan zona nyaman jika semua itu masih melenceng dari ajaran agama. Islam itu agama yang lurus jika sedikit saja berbelok maka berbelok pula akidahnya dan tentu saja itu semua akan bersipat patal di kemudian hari. Lalu menjauhi apa? Menjauhi semua hal yang tidak di sukai oleh Rab kita"

"Dan pada saat inilah aku mulai berpikir bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah ketika di setiap kejadian selalu kita sematkan nama Allah, bukan hanya saat tersedih saja namun saat bahagiapun harus kita sematkan nama-Nya. Hingga 3 tahun lamanya sampailah pada puncak hijrahnya diriku, alhamdulillah sekarang mereka tidak lagi mencela hijrah ku karena ya tadi itu semua membutuhkan proses yang panjang. Tidak mungkin manusia berhijrah tanpa melalui prosesnya terlebih dahulu. Pasti semuanya butuh tahapan step by step. Mungkin ada beberapa orang yang berhijrah langsung berubah total secara keseluruhan namun banyak pula dari mereka yang berakhir kembali ke masa lalunya. Mengapa mereka bisa kembali ke masa kelamnya? Karena hijrahnya tidak melalui proses lalu mereka tidak kuat dengan celaan dan cemoohan dari orang-orang, alhasil ke istiqomahannya menjadi goyah dan kembalilah mereka ke dalam masa lalunya lagi. Mereka beranggapan bahwa kenikmatan itu di saat tidak ada yang di atur, tidak ada yang mengatur dan tidak pernah terikat oleh aturan apapun. Jadi sekan-akan hidupnya itu terserah pada dirinya saja toh hidup-hidup saya mengapa kalian yang ribet! Pedahal hidup dan matinya itu hanyalah milik Allah bukan milik dirinya sendiri. Cukup sekian wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh"

Assalamualaikum, calon makmum [Revisi]Where stories live. Discover now