Berangta: Lain Kali

Start from the beginning
                                    

Mendengar  jawaban Chougi, Kunihiro meledak. Pinggul bergerak cepat, menghantam pada satu titik yang membuat Chougi lupa akan daratan.  Gigitan kasar diberikan pada leher, pundak, bahkan dada. Kunihiro meliar hanya karena satu penolakan—yang ia dapat untuk ke sekian kali.

Ranjang kian ribut saat benturan dengan dinding bercat putih tulang yang tampak belum terkena ciprat noda apa pun. Buliran bening sudah turun menganak sungai. Bahkan Chougi harus menggigit lengan guna menahan suara, menghalau desah dan rintih yang keluar.

Mengejang saat pelepasannya ditahan. Kesejatian digenggam kuat. Diremas. Sementara di bawah, Kunihiro kian gila mengejar kenikmatan untuk dirinya sendiri—namun genjotan masih begitu kuat dan tepat sasaran. Chougi dibuat gila dengan perasaan nikmat dan sakit yang kini keduanya saling bias.

Lama kelamaan kian sakit, tapi Chougi tak mau Kunihiro menghentikannya. Tidak saat ini.

Bau amis dari darah menguar tipis. Kesat besi dikecap lidah. Chougi hampir di ambang batas. Ini terlalu berlebihan, ia hampir tak kuat.

“Chougi, jangan buat aku mengambilmu dari negeri ini ….” Kunihiro menggeram di balik leher submisif yang kian tipis kesadarannya. “Jangan memaksaku. Karena ujungnya aku akan tetap mengambil paksa dirimu. Mau kau menyetujuinya atau tidak.”

Gerakan Kunihiro di bawah sana, sudah tak lagi seperti manusia. Begitu cepat hampir tanpa jeda. Menghunjam pada titik manis sampai berbuah rintih. Pelepasan Chougi baru diberikan saat dua kali tusukan sebelum akhirnya air mani meluber di lubang hangat.

Di batas sadar, suara Kunihiro masih terdengar. Janji itu meresap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Fanfiksi ini terinspirasi dari anime Maiden Rose (beberapa adegan dan dialog ada yang saya ambil dari sana) dan fanfiksi saya yang lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Touken Ranbu©DMM & Nitro+

*)Italic for Flashback

Selamat membaca!
.
.
.
.
.
.
.
.
Ketika matahari tenggelam di ufuk barat, pasukan kavaleri baru kembali dengan kuda-kuda yang tak lagi gagah berlari. Berat menanggung beban dari para penunggang yang kini sebagian besar kembali dengan luka.

Ada yang tersayat bagian pundak, ada juga yang kakinya tertembak.

Ada yang kena sabetan peluru di pinggang, ada pula yang punggungnya tertembus anak panah.

Bahkan sebagian dari mereka hanya kembali dengan nama—telah gugur di medan perang dan kelak namanya tercatat sebagai pahlawan.

Dengan kaki beralas bot bersol tebal, ia bertumpu pada tank besi berwarna hijau lumut. Sosok tampan dengan tubuh tinggi dan postur ramping namun tetap tegap, berdiri dengan pandangan awas menyapu sekitar. Tangan menggenggam tongkat komando, erat. Ekspresinya tetap tenang meski jelas-jelas tekanan besar tengah melanda.

“Chougi-sama, banyak dari kita yang keadaannya terluka parah!” Perwira Nansen Ichimonji, atau sering dipanggil Perwira Nansen saja. Pria muda bersurai krem tiba di hadapan Chougi dengan napas beritme satu-dua. “Bahkan Paman Nenekiri harus kehilangan kelingking dan jempolnya dalam pertempuran ini.”

Tertegun. Satu lagi rakyatnya yang harus menderita karena peperangan panjang sejak awal tahun lalu. Kehilangan kelingking dan juga jempol bagi seorang tukang pandai besi, sama saja dengan kehilangan hidup.

Membaui udara sekitar, hujan sepertinya akan turun beberapa saat lagi. Chougi mengangguk sekali, meminta sesosok prajurit yang lewat untuk segera mempersiapkan jaga malam.

Berangta: Lain KaliWhere stories live. Discover now