Suatu Hal Yang Bodoh

Start from the beginning
                                    

"Motor bapak ada kalendernya pak? Dan tanggal ini sekitar 10 tahun nanti? Maksudnya apa pak?" Sial, sepertinya dia curiga dengan motor ini. "Itu bukan apa – apa. Lagipula ini akan segera selesai diperbaiki. Tunggulah di dalam, saya akan bertanya suatu hal padamu nanti." Aku hanya ingin melontarkan beberapa pertanyaan kepada pemuda yang cukup menarik ini bagiku. "Baiklah pak." Ia pun memang pergi ke dalam rumahnya lagi. Akhirnya motorku selesai diperbaiki, aku pun merapihkan kembali peralatan yang ia pinjam kan lalu kubawa masuk kembali.

"Sudah selesai pak? Syukurlah, maaf saya tidak bisa membantu lebih banyak lagi." Ia pun mengambil kembali alat – alatnya dan membawanya kembali ke ruangan belakang. "Tak apa, terima kasih sudah mau membantu.". Aku pun kembali melihat – lihat ruangan tamu miliknya. Memang nyaman untuk dipandang. Hingga sang pemuda kembali dan duduk di hadapanku "Tadi, bapak bilang, bapak ingin bertanya suatu hal padaku. Apakah itu pak?". Aku pun sempat melihat sekitar dan aku menemukan sebuah foto yang dipajang di sana. Terlihat sang pemuda dan teman – temannya yang menggunakan seragam sekolah. "Mereka teman – temanmu kan? Apakah mereka sering berkunjung kerumah mu?"

Sepertinya ia langsung mengetahui foto mana yang ku maksud. "Ya pak, mereka semua teman sekolahku. Mereka sering berkunjung kesini juga." Sepertinya ia memiliki banyak teman yang cocok untuknya. "Apakah aku boleh melihat ruangan lain di rumahmu? Karena aku tertarik dengan rumah ini." Dari raut wajahnya, terlihat ia agak sedikit khawatir dengan pertanyaanku kali ini. "Kenapa nak?" Ia terlihat melamun sesaat. "Jika bapak tidak keberatan silahkan saja." Aku pun diajak berkeliling ruangan – ruangan di rumahnya. Semua cukup indah untuk dilihat, terlihat beberapa piala diatas rak – rak yang di ikuti dengan beberapa mainan yang berbaris diatas meja di ruangan tengahnya.

Ketika aku selesai diajak berkeliling, aku menemukan suatu hal yang janggal dari rumah ini "Sepertinya semua ruangan sudah kamu tunjukan padaku. Namun aku tidak melihat kamarmu. Apakah kau punya kamar?". "Kebanyakan orang memang menganggap rumah ku unik karena tidak memiliki kamar pak." Lalu dimana ia tidur jika tidak memiliki kamar? Ah tidak mungkin. "Pasti kau memiliki kamar nak. Bolehkah aku melihatnya?" Ia terkejut lalu langsung menolak permintaanku tersebut "Maaf pak, sepertinya bapak tidak harus melihat kamarku.". Sebenarnya aku mulai menemukan sebuah kesimpulan dari beberapa kepingan petunjuk yang aku temukan disini, namun aku juga perlu menemukan kepingan lain untuk memecahkan misteri ini.

"Ayolah nak, lagipula ada apa di kamarmu? Aku hanya ingin mengetahui suatu hal disini." Aku pun memaksa sang pemuda tersebut untuk menunjukan kamarnya. "Baiklah, aku hanya tidak ingin bapak setelah melihat kamarku, lalu bapak membenciku saja." Aku pun dibawa ke sebuah ruangan bawah tanah yang cukup luas. Disana terlihat dinding – dindingnya terbuat dari batu batu kasar yang sepertinya dibiarkan seperti itu. Terdapat beberapa bagian dimana terlihat batu – batu tajam yang berada di dinding itu. "Hati – hati pak, aku tidak ingin bapak terluka." Dan benar, aku melihat beberapa bekas darah di beberapa titik di dindingnya.

"Ini kamarmu?" tanyaku untuk memastikan ini memanglah kamarnya. Dimana pencahayaan dari obor yang berapi kecil di setiap sudut, kasur dipojok ruangan dan disampingnya terdapat rak buku kecil untuk buku – buku diarinya mungkin. "Iya pak, gimana pak? Jelek kan? Kita kembali keatas saja kalau begitu." Sepertinya ia malu atau semacamnya ketika aku bertanya. "Apakah kamu tidak mau merapihkan dinding - dinding ini? Kamu bisa meminta bantuan teman - temanmu untuk membuat kamarmu ini menjadi lebih baik lagi.". Ia menggelengkan kepalanya "Tidak pak, mereka tidak bisa merapihkan ruangan ini. Mereka sering terluka oleh dinding - dindingnya dan juga mereka kesulitan melihat akibat pencahayaannya.". "Lalu kenapa tidak kau sendiri yang merapihkannya?" Sang pemuda pun hanya bisa terdiam. Baiklah, aku akan lanjut melihat - lihat sekitarnya.

Terlihat sebuah lemari es besar yang sepertinya menampung lebih banyak makanan dan minuman untuknya dibawah sini. Dan banyak benda – benda yang sepertinya tak asing bagiku, dan beberapa darinya seperti benda – benda di ruang tengah sebelumnya.

Keadaan lantainya juga terasa lembab. "Apakah ruangan ini pernah terendam air?" Ia pun tak menjawab dan terdiam. "Sudahlah pak, kita kembali keatas saja. Aku tidak ingin bapak terluka nanti dibawah sini." Ia bersikeras mengajakku ku untuk kembali ke ruangan atas. "Ayolah nak, sedikit lagi aku akan mengetahui apa yang aku temui sekarang. Aku bukan seperti teman – temanmu yang pernah kesini." Aku sepertinya mulai menyadari semuanya. "Baiklah pak. Iya, memang ruangan ini sering terendam air karena ulah para tamu yang tidak sengaja merusak pipa – pipa disini." Baiklah semuanya sudah ku dapatkan kepingan misteri ini.

Akupun mencoba untuk membaca buku – buku yang ada di rak bukunya. Namun pemuda itu langsung merebut buku tersebut dariku "Maaf pak, sebaiknya jika bapak ingin mengetahui isi buku ini, aku bisa menceritakannya kepada bapak.". Baiklah, sepertinya ia memang tidak ingin orang lain membaca buku diarinya. Disana aku melihat sebuah meja yang aku yakini digunakan untuk makan. Terlihat sebuah piring yang begitu aneh namun seperti tak asing bagiku. Bentuk piring itu unik, bisa berubah menjadi mangkuk dan bisa berubah menjadi piring. Akhirnya semua kepingan memang benar – benar aku temukan dan mungkin waktuku di rumah ini sudah cukup.

Aku pun berniat untuk memberi pemuda ini sesuatu, namun sialnya aku tidak sengaja menjatuhkan sebuah foto dari sakuku ketika mengambil barang itu. "Pak, itu fotonya jatuh." Ia dengan sigap langsung memungut dan melihat foto itu. Sial, kini identitasku akan terungkap sudah ketika ia melihat foto itu. "Ini foto bapak dengan siapa?" Syukurlah! Ia tidak menyadarinya, aku pun langsung mengambil foto itu dan memasukannya kembali ke sakuku. "Kamu akan tahu siapa wanita ini nanti. Maaf bapak hanya bisa memberi kamu sebuah masker ini saja." Aku pun memberinya masker yang aku miliki. "Masker ini untuk apa pak? Lagipula bapak tidak harus memberikan itu padaku." Ia menolak tawaranku, namun bagaimana lagi ia pasti membutuhkan ini sekarang.

"Ambil saja, nanti juga kamu tau kegunaanya. Mari kita keatas lagi saja." Aku pun mengajaknya kembali ke ruangan atas untuk berpamitan. Sesampainya diatas, ia langsung berkata padaku "Bapak tidak membenci rumah ini kah?". "Tentu saja tidak nak, tenang saja. Semua hal yang telah terjadi ini takkan terlalu berarti bagimu." Aku pun mempersiapkan barang – barangku dan bersiap untuk kembali pulang. "Jika bapak butuh bantuanku lagi, datang saja kesini, aku pasti akan membantu." Ia pun tersenyum dan mempersilahkan ku keluar. "Terima kasih nak, bapak hanya ingin memberitahu kamu satu hal saja. Tetaplah menjalani hidup sesuai apa yang kamu harapkan, jangan pernah menyerah dengan harapan yang kamu miliki. Dan jangan terlalu menerima makanan dari teman – temanmu itu, tak semua yang mereka berikan sesuai dengan kebutuhan tubuhmu. Dan satu hal lagi, bapak tahu keadaan kamu sekarang, jadi jangan terlalu sering menerima makanan dari orang lain. Bisa jadi mereka bukan memberikan makanan itu padamu, mereka hanya sekedar menawarkannya saja." Pesanku.

"Terima kasih pak atas nasihatnya. Dan bapak ini sebenarnya siapa?" Akhirnya ia bertanya hal itu juga. "Nanti juga kamu akan tahu siapa diriku ini. Sampai jumpa! Terima kasih atas bantuannya!" Aku pun pergi dari rumah itu dan kembali pulang, walaupun tidak mendapatkan apa yang aku inginkan sekarang. Namun mengetahui hal itu, aku cukup merasa puas. Setidaknya aku mendapatkan suatu hal dalam perjalanan ini. Dan semoga sang pemuda itu tetap bisa bertahan dengan keadaannya sekarang. Betapa kasihannya diriku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mini StoryWhere stories live. Discover now