13. The Bonding Time (II)

Start from the beginning
                                    

Tidak ketinggalan, gitar akustik di atas sofa. Lalu sebagai pencinta makanan, tentu saja ada kulkas mini berisi berbagai jenis cokelat bermacam bentuk, biskuit, susu kotak, jus kaleng dan yoghurt.

Randi memperhatikan gerak anaknya yang memperhatikan rak buku besarnya yang berisi berbagai macam jenis buku. Sesekali ia bertanya mengenai judul buku berbahasa inggris dan menanyakan apa artinya pada Randi. Kemudian perhatiannya kembali teralihkan pada sebuah album foto yang anehnya dalam posisi diselipkan tidak rapi di rak buku tingkat keempat. Dengan sedikit berjinjit, Rendi bisa mengambilnya.

Mata Randi melebar ngeri saat Rendi mengambil album foto itu, segera saja ia bangkit dari tempat tidurnya. Tapi karena terburu-buru ia terjatuh ke lantai dengan bunyi berdebam yang mengagetkan Rendi. Anak itu menjatuhkan album foto yang dipegangnya lalu segera menghampiri Randi.

“Om Dokter nggak papa?”Tanya Rendi cemas. Randi bangkit dari posisi jatuh tidak elitnya lalu tersenyum dengan sedikit meringis pada Rendi.

“I’m okay, I’m okay.”kata Randi. Kemudian ia segera mengambil album yang terjatuh di lantai dan meletakkannya di rak yang lebih tinggi.

“Foto di dalam album itu bukan buat dilihat anak kecil,”jelas Randi saat melihat tatapan bertanya dari putranya. Rendi mengangguk-angguk kecil meskipun matanya masih terlihat penasaran.

“Sekarang Rendi mau main drum?”

Rendi tersenyum lebar dengan ajakan itu. kemudian ia mengernyit. “Rendi mau pipis dulu ya Om!”katanya kemudian terburu-buru pergi ke kamar mandi.

“Bisa sendiri?”Tanya Randi dengan sedikit berteriak.

“Bisa dong!”balas Rendi dari dalam kamar mandi, membuat Randi tersenyum tipis dengan jawaban penuh percaya diri itu.

Randi mengambil album foto yang barusan diletakkannya lalu membukanya. Ia menghela napas saat melihat foto di halaman pertama. Foto hasil jepretannya. Selain bermusik, dulu Randi juga hobi memotret. Tapi ia kehilangan minat memotret saat ia tidak lagi melihat objek favoritnya.

Mungkin saja sekarang ia bisa kembali menekuni hobinya itu.

Randi mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka lalu kembali meletakkan album foto itu di rak.

“Udah?”

Dengan gembira Rendi menerima uluran tangan Randi dan mengikuti dokter itu ke mini studio di sebelah kamarnya.

Randi membuka pintu mini studionya dan mempersilahkan Rendi masuk. Mata anak itu berbinar-binar ketika melihat berbagai macam alat musik band di tempat itu.

“Is that all yours?”Tanya Rendi.

Randi tersenyum. “All mine.”jawabnya, membuat Rendi kembali terkagum-kagum.

Randi duduk di kursi drum set miliknya, lalu mulai memukul-mukul kecil. “Wanna see my play?”

Rendi mengangguk bersemangat.

Randi tersenyum lalu mulai memukul drumnya. Pukulan dan hentakan stik drum di drum itu menciptakan harmoni musik yang terdengar begitu menyenangkan dan bersemangat. Mata Rendi berbinar-binar memperhatikan gerakan-gerakan Randi yang terlihat begitu keren di matanya.

“That’s really awesome!”ucap Rendi gembira saat Randi selesai memainkan drum.

Randi tersenyum lalu dengan gerakan tangannya memanggil Rendi untuk mendekatinya. Kemudian Rendi didudukkannya di pangkuannya lalu ia memberikan stik drum pada anak itu. Dengan perlahan ia mengajarkan Rendi cara memukulkan stik yang benar untuk menimbulkan beat musik yang enak didengar.

Tidak sulit untuk mengajari anak sepintar Rendi. Dalam waktu sebentar, anak itu bisa meniru apa yang diajarkan oleh Randi meskipun pukulannya tidak bisa keras karena ia masih anak-anak. Randi mengacungkan kedua jempolnya pada Rendi saat anak itu bisa menirukan permainan drumnya. Anak itu tersenyum begitu lebar.

“Sekarang gitar!”ucap Rendi riang dengan turun dari pangkuan Randi dan berlari ke arah gitar yang disandarkan di dinding. Anak itu mengernyit saat berusaha mengangkat gitar yang terlalu besar dan berat untuk anak seusianya, membuat Randi terkekeh. Randi mengambil gitar itu dari tangan Rendi lalu duduk di sofa.

Petikan gitar mulai mengalun, dan Randi memainkan melodi yang sebelumnya dimainkan Rendi di grand piano-nya. Segera saja keduanya bernyanyi ‘Do re mi fa so la si do’ dengan begitu ceria.

“Rendi sekarang udah mutusin sesuatu!”kata Rendi girang setelah mereka selesai bernyanyi.

“Apa?”Tanya Randi penasaran.

“Rendi mau jadi fans no. 1 –nya Om Dokter!”ucap anak itu girang. Randi tersenyum lembut pada Rendi lalu menarik putranya itu ke dalam pelukannya. Perasaannya begitu bahagia dan terharu saat ini. Ia mengingat bagaimana dulu Cherisha berkata hal yang sama, membuatnya merasa semakin merindukan saat-saat itu.

“Makasih, Sayang.”kata Randi yang dibalas dengan pelukan erat dari tubuh kecil itu.

Randi tidak akan bosan melakukan berbagai hal bersama Rendi setiap hari. Seandainya Cherisha bersama mereka saat ini, semuanya akan terasa lebih lengkap.

Jika ada Cherisha dan Rendi, hidup Randi akan terasa lengkap.

~TBC~

Saya mutusin untuk update part ini lebih cepat. Hehe~ seharusnya ini masuk part kemarin sih, tapi karena belum selesai ngetik jd kemarin ya segitu aja. Makanya sekarang krn udah selesai jd langsung diupdate sebagai ucapan terima kasih bagi yg udah menyemangati saya.^^

Makasih ya untuk semangat dari vomment kalian semua. Nggak nyangka juga bisa jadi rank #7 di HOT-nya Fiksi Umum^^ 

Part selanjutnya akan ada momen Cherisha dan Randi. Semangat dari vomment kalian sangat saya tunggu^3^ *ciumdariRendi* 

Remember UsWhere stories live. Discover now