V. Jeno dan Jaemin

Mulai dari awal
                                    

Di akhir kelas dua SMA, semua itu hilang begitu saja. Seolah perasaan yang Jeno rawat selama empat tahun lebih mati dalam semalam. Jeno dan Jaemin tetap akrab, tetap menghabiskan waktu istirahat berdua, tetap bertukar tatapan seperti orang bodoh.

Tapi, Jeno tidak lagi menghabiskan hari minggu menginap di rumah Donghyuck untuk bercerita tentang Jaemin. Sementara teman mereka, Na Jaemin, semakin menutup diri.

"Aku bilang suka padanya," aku Jeno setelah bungkam seminggu penuh.

Donghyuck melotot tidak percaya, menatap wajah menyedihkan temannya.

"Lalu?"

"Tidak lalu-lalu. Hanya itu."

Donghyuck yang tengah sayang bukan main pada Mark, ikut panik dan ketakutan. Saat itu dia belajar kalau saling menyukai tidak cukup untuk menjadi alasan dalam menjalin hubungan.

.

.

.

Mungkin Mark masih memiliki sisa-sisa perasaan pada Donghyuck. Mungkin Mark juga masih menginginkan hubungan mereka berlanjut.

Namun, entah apapun alasan pria itu, mereka tidak bisa bersama.

Seperti Jeno dan Jaemin.

.

.

.

Seminggu setelah menjadi mahasiswa--dalam tujuh hari--, Na Jaemin berhasil mendapatkan teman kencan untuk acara angkatan mereka.

"Aku pergi dengan teman kencanku," katanya santai.

Donghyuck mengira-ngira, manakah yang lebih buruk bagi Jeno: Jaemin yang sekolah di luar negeri atau dia di sini berkencan dengan orang lain.

Jeno cepat-cepat mengucapkan selamat padanya, menepuk pundak Jaemin bangga.

Donghyuck hanya menatap tidak percaya pada temannya itu.

Kalau saja Renjun masuk ke universitas yang sama dengan mereka, dia pasti sudah mengeluarkan kata-kata tajam atau menendang kaki Jeno.

"Kalian akan ikut klub apa?" Donghyuck segera mengalihkan topik pembicaraan.

Jaemin yang dahulu anti berada di tengah orang-orang asing menjawab, "Fotografi"

Sementara Jeno menjawab menggunakan nada datarnya, "MMA"

Tidak menduga akan jawaban kedua temannya, Donghyuck yang merasa tertinggal akhirnya mendaftar klub bowling. Padahal bermain saja tidak pernah, mengerti aturan permainan pun tidak.

.

.

.

"Kita mau ke mana?" Donghyuck mengaitkan lengannya, pipi bersandar di pundak sang kekasih.

"Ada tempat bowling baru di daerah Namsan. Mau coba?"

Membuka mata, dia mencoba membaca wajah Mark. Daripada kencan di tengah keramaian, Donghyuck lebih senang berada di kamar kekasihnya yang memiliki aroma musim semi, atau duduk-duduk di taman. Membaca wajah Mark Lee tidaklah sulit. Dia senang mengekspresikan perasaannya dengan kedua alis juga bentuk bibir. Kalau sang kekasih memang ingin, dia akan mengiyakan ajakan lelaki itu. Kalau ini hanya sebuah ide asal lewat, Donghyuck lebih memilih bermalas-malasan saja berdua.

"Kalau kita pelukan seharian di kamar, lalu makan di mini market tengah malam nanti, bagaimana?" Dia meraih tautan jemari mereka, membawanya ke depan bibir.

Bye My FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang